Mohon tunggu...
Ani Berta
Ani Berta Mohon Tunggu... Konsultan - Blogger

Blogger, Communication Practitioner, Content Writer, Accounting, Jazz and coffee lover, And also a mother who crazy in love to read and write.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

RUU Pertembakauan Mengancam Kualitas Sumber Daya Manusia

10 Maret 2017   15:52 Diperbarui: 11 Maret 2017   06:01 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ki-ka: Prof. Hasbullah, Julius Ibrani, Faisal Basri

RUU Pertembakauan yang masih menggantung sejak 2006 dan menjadi bahasan diskusi di DPR RI, menjadi perhatian masyarakat dan banyak mengundang keingintahuan apa isi dari RUU tersebut? Sampai alot sekali dan belum ada putusan yang pasti.

Jawaban saya dapatkan dari talkshow di restoran kawasan Menteng Jakarta (6/3) bersama Narasumber Prof.dr.Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Faisal Basri, Ekonom dan Julius Ibrani dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) dan HAM Indonesia.

Ini alasan mengapa RUU Pertembakauan harus ditolak :

RUU Pertembakauan sebenarnya tidak perlu karena ketentuan tentang cukai, aturan impor, produksi dan lain-lain sudah ditentukan dalam pasal lain. Jadi tidak perlu kekhususan pembahasan. Selain itu, dari pada RUU Pertembakauan, masih ada sektor pertanian lain yang harus lebih diutamakan seperti sektor umbi-umbian, bijik-bijian dan sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Miris sekali menghadapi kenyataan bahwa setiap kepala keluarga yang perokok selalu mendahulukan kepentingannya sendiri untuk membeli rokok dari pada membeli sumber nutrisi bagi keluarganya. Ibu dan anak tak jarang menjadi korban kepala keluarga pecandu rokok dengan menjadi perokok pasif.

Kesehatan ibu dan anak sering terabaikan saat memerlukan perhatian dan tindakan kepala keluarga karena selalu mendahulukan biaya untuk membeli rokok.Padahal, UU No.26 Tahun 2009 tentang kesehatan, PP No.109 Tahun 2012 dan 5 peraturan daerah yang menyatakan bahwa rokok adalah zat adiktif yang jelas menyebabkan gangguan kesehatan dan kematian prematur.

Sedangkan RUU Pertembakauan memuat banyak dukungan terhadap industri rokok tanpa ada upaya pengendalian. Jika kesehatan sangat urgentupaya-upaya peningkatan kesehatan akan berbanding terbalik jika RUU Pertembakauan di-gol-kan. Menurut Julius Ibrani, proses legislasi tentang tembakau di DPR RI berjalan dengan banyak kejanggalan. Misalnya, RUU Kesehatan Tahun 1992 dan 2009  dan “kasus ayat hilang” termasuk di RUU Pertembakauan dengan kejanggalan dari segi prosedur dan substansi. Ini menjadi poin yang harus digaris bawahi dalam aspek hukum untuk ditindak lanjuti penyelesaiannya.

Jika RUU Pertembakauan gol, jumlah perokok tidak akan terkendali, bahkan memicu perokok dari kalangan anak-anak dan remaja. Selain itu, kawasan bebas asap rokok pun akan menyempit.

Tidak terkendalinya perokok ini akan menyebabkan kondisi melebar terhadap kualitas hidup masyarakat yang berhubungan langsung pada kemajuan bangsa. Apakah kita tidak merasakan bahwa kita sudah terlalu lama di posisi “negara berkembang” belum ada tanda peningkatan menjadi negara maju. Ini disebabkan kualitas generasi penerus dan sumber daya manusia Indonesia belum mencapai kualitas prima. Jika ditambah dengan generasi perokok yang menimbulkan efek buruk terhadap kesehatan dan lingkungan, bukannya akan semakin merendahkan kualitas?

Merusak Generasi Bangsa

Menurut penelitian The National Center on Addiction and Substance Abusedi Universitas Columbia di 2007, menyimpulkan bahwa remaja perokok memiliki kemungkinan 5 kali lipat mengonsumsi minuman beralkohol dan 13 kali lipat menggunakan ganja dibandingkan remaja non-perokok. Selain itu, bagi orang dewasa akan memicu penggunaan dan meningkat ke kecanduan penggunaan ganja, alkohol dan heroin.

Jika hal ini terjadi, Indonesia yang mempunyai potensi bonus demografi kependudukan, akan terancam. Karena usia produktif menjadi sasaran industri rokok. Jika perokok usia produktif meningkat, bukan hal mustahil jika kualitas kesehatan usia produktif menurun dan tak tersedia sumber daya manusia andal Indonesia yang diharapkan.

Tingginya Biaya Kesehatan

Biaya Kesehatan yang tinggi tentu akan memangkas anggaran untuk hal lain yang lebih penting. Misalnya, anggaran pendidikan dan upaya untuk kemajuan bangsa lainnya. Karena kenyataannya, 30% pengeluaran BPJS Kesehatan premi nya diperuntukkan bagi pengidap penyakit yang disebabkan oleh rokok dan menurut Faisal Basri, ini adalah kontributor defisit tertinggi untuk negara.

Bukankan slogan “Lebih baik mencegah dari pada mengobati penyakit” harus digencarkan? Jika RUU Pertembakauan jadi disahkan, apa jadinya dengan slogan ini? Karena tembakau akan menggerus perokok dan non perokok di sekitarnya.

Bukankah alokasi biaya kesehatan yang sangat tinggi ini sebaiknya digunakan untuk hal lain yang dapat lebih memberdayakan sumber daya manusia dari pada menjadi cadangan penyakit yang dibuat dan sengaja didatangkan karena sebab tembakau?

Aspek Pertanian Tidak Berpengaruh

Dalam aspek pertanian, tembakau tidak berpengaruh terhadap kemajuan kualitas tembakau Indonesia, penjualan yang bernilai ekspor dan kesejahteraan petani yang kurang. Tembakau yang digunakan industri rokok di Indonesia, kebanyakan hasil impor. Berdasarkan Data Statistik Perkebunan Indonesia, menyebutkan 106,570ton daun tembakau impor atau 49,7% hasil produksi dipenuhi impor hingga sekarang tren nya meningkat hingga 60%.

Kenyataan pahit lainnya, petani dalam rantai perindustrian rokok adalah paling miskin, paling sedikit mendapatkan benefitnya.

RUU Pertembakauan cenderung memihak industri rokok tanpa melihat akibat jangka panjangnya. Akuisisi industri rokok pun sudah menggerus kemajuan industri rokok Indonesia. Jadi, dalih untuk menyebutkan bahwa tembakau untuk memajukan industri dan kemakmuran petani, itu tidak berpengaruh.

Pengendalian sangat penting

Solusinya adalah:

  • Kendalikan Pertembakauan, jangan sampai ada RUU yang khusus yang menyebabkan leluasa memproduksi rokok tanpa batas.
  • Batasi iklan rokok, tidak menunjukkan visualisasi sedang merokok.
  • Batasan sponsorship acara-acara hiburan seperti musik dan film yang banyak digandrungi anak muda.
  • Tingkatkan pajak disertai batasan produksi rokok.
  • Proses Transisi petani tembakau untuk beralih ke sektor pertanian lain.
  • Pemerintah harus mendukung menyediakan sarana dan infrastruktur aspek pertanian lain yang lebih urgent.

Pengendalian pergerakan industri rokok bertujuan untuk mewujudkan kebaikan segala aspek yang berdampak ke masyarakat luas dan negara. Mencakup aspek kesehatan, perekonomian dan terutama lagi adalah kualitas generasi penerus. Karena generasi penerus adalah inventaris negara. Pengendalian ini merupakan tugas semua pihak. Pemerintahan dan masyarakat harus bersinergi untuk mengendalikan upaya kemajuan bangsa, salah satunya dengan menolak RUU Pertembakauan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun