Mohon tunggu...
KAWAR S. BRAHMANA
KAWAR S. BRAHMANA Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Saya adakah rakyat biasa, tidak biasa dimana-mana dan juga tidak biasa kemana-mana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Adakah Etnis dan Kebudayaan Batak? Jawabnya tidak ada.

7 Oktober 2014   01:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:08 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

ADAKAH  ETNIS DAN KEBUDAYAAN  BATAK?

Jawabnya tidak ada.

1.  Pendahuluan

Dalam banyak literatur tertulis etnis Batak terdiri dari lima atau enam cabang yaitu Toba, Karo, Mandiling, Simalungun, Pakpak dan Angkola. Bahkan dalam memory banyak orang juga demikian. Seolah-olah ada  kebudayaan dan etnis Batak tersebut.

Kalau ada etnis, tentu ada kebudayaannya yang bisa mempersatukan tenis tersebut. Sebagai perbedaan dengan etnis lainnya.

Lalu kalau ditanya  yang mana   kebudayaan Batak itu, semua bingung menjelaskannya secara rinci. Tetapi akan menyebutnya secara campur aduk. Misalnya budaya Toba,  budaya Karo, budaya Simalungun, budaya Pakpak, budaya Mandiling, budaya Angkola. Itulah yang mereka maksud  budaya Batak.

Apa memang demikian?

2. Istilah Batak

Menurut Dada Meuraxa (1971:40)  ada yang menduga asal Batak ini, nama seorang raja = Siraja Batak. Ada pula berpendapat kata ini berasal dari kalimat: Beratak atak = berbaris. Rumah orang.  Batak disusun berbaris, lalu disebut beratak-atak. Kalau bukan itu, ada pula berpendapat, Batak itu asal kata : Batok = Keras. Ingat batok kelapa. Orang Belanda menyebut Batakker = Kuda Batak. Maksudnya Batak ahli penunggang Kuda. Ada pula yang menyangka Bata = Debata. (Tuhan). Mana yang benar, entahlah Anda  boleh pikir sendiri.

Menurut Ichwan Azhari, "Kata Batak awalnya diambil para musafir yang menjelajah ke wilayah Pulau Sumatera dari para penduduk pesisir untuk menyebut kelompok etnik yang berada di pegunungan dengan nama bata. Tapi nama yang diberikan penduduk pesisir ini berkonotasi negatif bahkan cenderung menghina untuk menyebut penduduk pegunungan itu sebagai kurang beradab, liar, dan tinggal di hutan," kata Ichwan Azhari di Medan, Minggu (14/11/2010).

Masih menurut Ichwan Azhari,  pada sumber-sumber manuskrip Melayu klasik yang ditelusurinya, seperti manuskrip abad 17 koleksi  Leiden, memang ditemukan kata Batak di kalangan orang Melayu di Malaysia, tetapi sebagai label untuk penduduk yang tinggal di rimba pedalaman semenanjung Malaka. Dalam manuskrip itu, saat Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, Puteri Gunung Ledang yang sangat dihina dan direndahkan oleh teks ini, melarikan diri ke hulu sungai dan dalam teks itu disebut, "... masuk ke dalam hutan rimba yang amat besar hampir dengan negeri Batak. Maka diambil oleh segala menteri Batak itu, dirajakannya Puteri Gunung Ledang itu dalam negeri Batak itu."


Masih m
enurut Ichwan Azhari, tidak hanya di Malaysia, di Filipina juga penduduk pesisir menyebut penduduk pedalaman dengan streotip atau label negatif sebagai Batak. Untuk itu menurut Ichwan, cukup punya alasan dan tidak mengherankan kalau peneliti Batak terkenal asal Belanda bernama Van der Tuuk pernah risau dan mengingatkan para misionaris Jerman agar tidak menggunakan nama Batak untuk nama etnik karena imej negatif yang terkandung pada kata  itu. "Di Malaysia dan Filipina penduduk yang diberi label Batak tidak mau menggunakan label merendahkan itu menjadi nama etnik mereka. Di Sumatera Utara label itu terus dipakai karena peran misionaris Jerman dan pemerintah kolonial Belanda yang memberi konstruksi dan makna baru atas kata itu," katanya.


Berdasar  keterangan di atas, sama sekali tidak menyebut ada kerajaan Batak atau etnis Batak.

3. Adakah Etnis Batak?

Kalau menurut keterangan dari saudara-saudara etnis Toba, ada etnis Batak yang dipimpin  oleh si Raja Batak. Kalau menurut Tarombo Batak, Batak Tobalah yang tertua, lalu bercabang-cabang,  berpencar ke wilayah  Sumatera Utara.

Ada yang menggolongkan etnis Batak itu 5 kelompok, ada yang menggolongkan 6 kelompok yaitu Toba, Karo, Mandailing, Simalungun, Pakpak dan Angkola.

Semua orang Toba, Karo, Mandiling, Simalungun, Pakpak dan Angkola ditarik silsilahnya ke Raja Batak, seolah-olah semua etnis Toba, Karo, Mandiling, Simalungun, Pakpak dan Angkola keturunan si Raja Batak.

Tidak pernah dipahami, kalau dalam etnis tersebut ada keturunan Tamil. Kalau pada masyarakat Aceh keturunan Tamil adalah orang-orang Aceh yang berdomisili di Sigli (Pidie ?), kalau pada masyarakat Karo keturunan Tamil ini adalah semua yang bermarga Sembiring dengan cabang-cabangnya.

Jadi tidak benar yang bermarga Sembiring pada masyarakat Karo adalah keturunan si Raja Batak.  Jadi tidak benar Tarombo Raja Batak itu bila dilihat dari perspektif masyarakat Karo.

Pertanyaan kemudian, kalau ada etnis Batak, tentulah ada kebudayaan Batak, yang mempersatukan kelima atau keenam etnis tersebut. Ada yang mengatakan yang dimaksud kebudayaan Batak itu adalah bahasa, marga, dalihan natolu antara lain.

4. Adakah kebudayaan batak?


Pertanyaan sekarang, yang mana kebudayaan Batak itu? Atau adakah kebudayaan Batak itu?

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa bila ditanya tentang kebudayaan Batak, akan menyebutnya secara campur aduk. Misalnya budaya Toba,  budaya Karo, budaya Simalungun, budaya Pakpak, budaya Mandiling, budaya Angkola. Itulah yang mereka maksud  budaya Batak. Itu jelas bukan penjelasan tentang kebudayaan Batak. Kalau ada kebuadyaan Batak, kebudayaan itulah yang mempersatukan semua etnis Batak yang ada.  Nyatanya tidak.

Jadi kalau kebudayaan Batak tidak ada, maka yang ada adalah kebudayaan Toba, Karo, Simalungun, Pakpak dan Mandailing. Diantara kebudayan Toba, Karo, Simalungun, Pakpak dan Mandailing, selain terdapat banyak persamaan, juga terdapat banyak perbedaan.


Contoh perbedaan itu antara lain, salam dalam kelima etnis tersebut., Karo salamnya Mejuah-juah, Pakpak salamnya Njuah-juah, Toba salamnya Horas, Simalungun salamnya Horas, Mandailing/Angkola salamnya, Horas. Beda pengucapannya dan penulisannya.


Kalau  ada kebudayaan Batak, salamnya tentu sama pengucapannya, bukan berbeda begitu Mejuah-juah, Njuah-juah dan Horas. Kalau berpedoman kepada kata  salam  boleh jadi yang dimaksud Batak itu adalah Toba, Simalungun dan Mandailing/Angkola.

Contoh lain misalnya dalam hal bahasa, antara bahasa Toba, Karo, Simalungun, Pakpak dan Mandailing/Angkola, berbeda, walau ada persamaan.

Bahkan bahasa Karo mempunyai kata-kata yang sama penulisan dan artinya dengan bahasa Bali.

Sebagai contoh perbedaan dan persamaan bahasa Karo dan Toba.

BAHASA TOBA DAN KARO

Karo

Toba

Indonesia

bahan

bahen

Bikin

ban

baen

Buat

beluh

malo

Pandai

bernak

bornok

Basah

berngi

borngin

Malam

beteh

boto

Tahu

bincar

binsar

Bercahaya

buat

buat

Buat, Bikin

buni

buni

Simpan

cikep

tiop

Pegang

dalan

dalan

Jalan

dung

dung

Selesai

ema

umma

Begitulah

gegeh

gogo

Kuat

gelem

golom

Pegang

imen

monmon

Ingus

jabu

jabu

Rumah Tangga

jelma

jolma

Orang

kalak

halak

Orang

kedun

haduan

Lusa

keleng

holong

Sayang

kepe

hape

Begitulah

kundul

hundul

Duduk

kuta

huta

Kampung

lungen

lungun

Sunyi

malem

malum

Sejuk, Nyaman

manuk

manuk

Ayam

mbelgah

balga

Besar

mbelin

bolon

Besar

mbentar

bontar

Putih

mbiar

biar

Takut

mbiring

birong

Hitam

me

ma

Iyalah

medem

modom

Tidur

mela

maila

Malu

motu

oto

Bodoh

mundukunduk

mondokondook

Terkantuk-kantuk

nai

nai

Dahulu

ndabuh

dabuh

Jatuh

ndauh

dao

Jauh

ngadi

maradi

Berhenti

nggersing

gorsing

Warna Kuning

nggit

giot

Mau

nipi

nipi

Mimpi

ntabeh

tabo

Enak

padan

padan

Nasib

pantem

pantom

Tikam

pedah

poda

Pesan

penggel

ponggol

Patah

piga

piga

Berapa

pudi

pudi

Belakang

ratah

ratah

Hijau

reh

ro

Datang

ridi

maridi

Mandi

sangap

sangap

Bernasib Baik

sip

sip

Diam

sitik

saotik

Sedikit

sungkun

sungkun

Tanya

tangko

tangko

Curi

tenah

tona

Tanah

tukur

tuhor

Beli

uis

ulos

Kain

ula

unang

Jangan

Bahasa karo dengan Bahasa Bali

Kata Dalam Bahasa Karo dan Bali

Artinya (Dalam Bahasa Indonesia)

bangke

Bangkai

bapa

ayah (istilah Bapa pada masy. Bali hanya digunakan golongan tertentu)

bedil

Senjata

belat

sekat

dakep

peluk (karo), tangkap (bali)

daksina

selatan

dingding

dinding

dukut

rumput

getep/getap

potong

gim

akhir dari permainan

inem

minum

inget

ingat

jelma

orang

jemak

pegang (Karo), ambil (Bali)

jukjuk

menjolok

kacip

jepit

lateng

jelatang

matah

mentah

mulih

pulang

tasak

masak

Walaupun banyak persamaan kata dalam bahasa Karo dengan bahasa Bali, bukan berarti etnis Karo sama dengan etnis Bali, dan Etnis Bali sama dengan etnis Karo.

Demikian dalam sistem relegi, di Toba disebut Parmalim, di Karo disebut Pemena. Keseniannya juga berbeda.


Kalau tidak ada perbedaan dapatlah dikatakan itulah kebudayaan Batak. Ini terdapat banyak perbedaan mulai dari bahasa sampai gaya hidup dan nilai-nilai filosofis, bagaimana menjelaskan perbedaan ini dengan memasukkannya ke dalam pengertian kebudayaan Batak?


Beda dengan kebudayaan Indonesia, walaupun Indonesia baru dibentuk sejak 17 Agustus 1945, kebudayaannya sudah ada yaitu antara lain bahasa Indonesia yang menjadi bahasa persatuan antar etnik yang ada di wilayah Indonesia, Bendera Merah Putih, Ideologi Pancasila dengan Lambang Binneka Tunggal Ika, produk-produk hukum, peraturan-peraturan yang dibuat sesudah Indonesia merdeka, dan lainnnya yang berfungsi sebagai alat pemersatu.


Jadi adakah kebudayaan Batak itu? Yang dapat mempersatukan Batak tersebut secara epistemology (bukti materialnya)?! Tidak ada.


Maka kebudayaan Batak tidak ada , yang ada adalah kebudayan Toba, Karo, Simalungun, Pakpak dan Mandailing. Kalau demikian adanya, maka jelas KARO BUKAN BATAK, atau TOBA BUKAN BATAK, SIMALUNGUN BUKAN BATAK, PAKPAK BUKAN BATAK, dan MANDAILING BUKAN BATAK.

Jadi kalau etnis lain seperti Simalungun, Pakpak, Mandailing/Angkola dan Toba juga menganggap dirinya bukan Batak  ya  terserah mereka . Tetapi yang jelas kebudayaan Batak itu tidak ada.


Bila ada yang masih mempertahankan istilah Batak untuk merangkul ke lima etnis (Toba, Karo, Simalungun, Pakpak dan Mandailing), maka orang yang mempertahankan tersebut pasti mendapat keuntungan di balik penggunaan nama Batak tersebut, pertama mungkin keuntungan materi dan kedua keuntungan psikologis. Kalau kelima etnis ini tidak lagi disebut Batak, maka dagangannya tidak lagi laku, akhirnya dia tidak mendapat untung lagi.

4.1 Bahasa

Kalau ada bahasa Batak, tentu para pendukung kebudayaan Batak ini, saling mengerti ketika berkomunikasi. Kalau Toba menggunakan bahasa Toba untuk berkomunikasi sesama Toba, Karo atau Mandailing, atau Pakpak, atau Simalungun, juga ikut  mengerti. Demikian sebaliknya kalau Karo berkomunikasi sesama Karo, Toba atau Mandailing, atau Pakpak, atau Simalungun, juga mereka mengerti. Kenyataannya tidak. Kalau Toba menggunakan bahasa Toba untuk berkomunikasi menggunakan bahasa  Toba, Karo atau Mandailing, atau Pakpak, atau Simalungun, tidak  mengerti. Demikian sebaliknya kalau Karo berkomunikasi menggunakan bahasa  Karo, Toba atau Mandailing, atau Pakpak, atau Simalungun, juga juga  mengerti.

Jadi kalau dari segi bahasa, tidak ada  bahasa Batak yang  mempersatukan yang masuk ke dalam etnis Batak tersebut, yang ada adalah bahasa Toba, Karo, Mandailing,.Angkola,  Pakpak, dan Simalungun.

4.2 Marga

Marga bukan hanya dimonopoli Batak saja, tetapi etnis non-Batak juga banyak yang punya marga, misalnya Nias, orang Bengkulu, orang Lampung, orang di Papua, orang di Sulawesi Utara, orang di Maluku, NTT, juga punya marga. Kalau sama-sama punya marga mengapa mereka tidak dimasukkan ke dalam Batak juga oleh merka yang mengatakan marga hanya dimiliki oleh etnis Batak?

4.3 Dalihan Natolu.

Dalihan Na Tolu bukan hanya milik orang yang disebut Batak di Sumatera Utara saja.

Nama Tiga Tungku ini, Karo menyebutnya Rakut Si Telu/Daliken Si Telu, Mandiling Angkola menyebutnya Dalian Na Tolu , Pakpak menyebutnya  Daliken Sitelu, Simalungun menyebutnya Tolu Sahundulan dan Toba menyebutnya Dalihan Natolu.


Dari penyebutan nama atau isitilahnya saja sudah berbeda. Kalau Karo itu bagian dari Batak penyebutan 3 Tungku ini seragam. Kalau Toba menyebutnya Dalihan Natolu, maka semua etnis yang tergabung ke dalam Toba menyebutnya Dalihan Natolu juga. Inikan tidak.


Kemudian 3 tungku ini bukan hanya terdapat pada masyarakat Karo, Mandailing-Angkola, Pakpak, Simalungun dan Toba saja. Dalam masyarakat Minang  juga ada yang disebut Tigo Tungku Sajarangan dan Masyarakat Lamaholot di Nusa Tenggara Timur juga ada dengan menyebutnya Lika Telo.


Mengapa Minang dan Lamaholot tidak dimasukkan ke dalam Batak juga oleh yang mengatakan 3 tungku ini hanya ada dalam masyarakat Batak? Pada hal mereka juga punya 3 tungku?

5. Simpulan

Dari uraian di atas, jelaslah tidak ada etnis Batak itu,  tidak ada kebudayaan Batak, yang adalah etnis Toba, Karo, Mandailing,.Angkola,  Pakpak, dan Simalungun, dan kebudayaan Toba, Karo, Mandailing,.Angkola,  Pakpak, dan Simalungun.

Daftar Pustaka

Dada  Meuraxa . 1971. Keradjaan Melaju Purba  (Sekitar Suku2  DïSumatera). Atjeh, Gajo, Dairi/Pakpak, Karo, Simelungun, Batak Toba, Mandailing., Minang Kabau. Nias, Kubu, Dll..  Medan: Penerbit :  Kalidasa

Darwin Prints.  Kamus Karo-Indonesia

Ichwan Azhari . Batak Sebagai Nama Etnik Dikonstruksi Jerman Dan Belanda.
http://news.detik.com/read/2010/11/15/011100/1494118/10/batak-sebagai-nama-etnik-dikonstruksi-jerman-dan-belanda

JP. Sarumpaet. Kamus Batak Indonesia

P. Leo Joosten. Kamus Indonesia-Karo

SK. Gintings, EP. Gintings, Bujur Surbakti. Kamus Karo-Indonesia.

Sri Reshi Anandakusuma. Kamus Bahasa Bali.

Dan Berbagai sumber lainnya.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun