Mohon tunggu...
KAWAR S. BRAHMANA
KAWAR S. BRAHMANA Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Saya adakah rakyat biasa, tidak biasa dimana-mana dan juga tidak biasa kemana-mana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Adakah Etnis dan Kebudayaan Batak? Jawabnya tidak ada.

7 Oktober 2014   01:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:08 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

tasak

masak

Walaupun banyak persamaan kata dalam bahasa Karo dengan bahasa Bali, bukan berarti etnis Karo sama dengan etnis Bali, dan Etnis Bali sama dengan etnis Karo.

Demikian dalam sistem relegi, di Toba disebut Parmalim, di Karo disebut Pemena. Keseniannya juga berbeda.


Kalau tidak ada perbedaan dapatlah dikatakan itulah kebudayaan Batak. Ini terdapat banyak perbedaan mulai dari bahasa sampai gaya hidup dan nilai-nilai filosofis, bagaimana menjelaskan perbedaan ini dengan memasukkannya ke dalam pengertian kebudayaan Batak?


Beda dengan kebudayaan Indonesia, walaupun Indonesia baru dibentuk sejak 17 Agustus 1945, kebudayaannya sudah ada yaitu antara lain bahasa Indonesia yang menjadi bahasa persatuan antar etnik yang ada di wilayah Indonesia, Bendera Merah Putih, Ideologi Pancasila dengan Lambang Binneka Tunggal Ika, produk-produk hukum, peraturan-peraturan yang dibuat sesudah Indonesia merdeka, dan lainnnya yang berfungsi sebagai alat pemersatu.


Jadi adakah kebudayaan Batak itu? Yang dapat mempersatukan Batak tersebut secara epistemology (bukti materialnya)?! Tidak ada.


Maka kebudayaan Batak tidak ada , yang ada adalah kebudayan Toba, Karo, Simalungun, Pakpak dan Mandailing. Kalau demikian adanya, maka jelas KARO BUKAN BATAK, atau TOBA BUKAN BATAK, SIMALUNGUN BUKAN BATAK, PAKPAK BUKAN BATAK, dan MANDAILING BUKAN BATAK.

Jadi kalau etnis lain seperti Simalungun, Pakpak, Mandailing/Angkola dan Toba juga menganggap dirinya bukan Batak  ya  terserah mereka . Tetapi yang jelas kebudayaan Batak itu tidak ada.


Bila ada yang masih mempertahankan istilah Batak untuk merangkul ke lima etnis (Toba, Karo, Simalungun, Pakpak dan Mandailing), maka orang yang mempertahankan tersebut pasti mendapat keuntungan di balik penggunaan nama Batak tersebut, pertama mungkin keuntungan materi dan kedua keuntungan psikologis. Kalau kelima etnis ini tidak lagi disebut Batak, maka dagangannya tidak lagi laku, akhirnya dia tidak mendapat untung lagi.

4.1 Bahasa

Kalau ada bahasa Batak, tentu para pendukung kebudayaan Batak ini, saling mengerti ketika berkomunikasi. Kalau Toba menggunakan bahasa Toba untuk berkomunikasi sesama Toba, Karo atau Mandailing, atau Pakpak, atau Simalungun, juga ikut  mengerti. Demikian sebaliknya kalau Karo berkomunikasi sesama Karo, Toba atau Mandailing, atau Pakpak, atau Simalungun, juga mereka mengerti. Kenyataannya tidak. Kalau Toba menggunakan bahasa Toba untuk berkomunikasi menggunakan bahasa  Toba, Karo atau Mandailing, atau Pakpak, atau Simalungun, tidak  mengerti. Demikian sebaliknya kalau Karo berkomunikasi menggunakan bahasa  Karo, Toba atau Mandailing, atau Pakpak, atau Simalungun, juga juga  mengerti.

Jadi kalau dari segi bahasa, tidak ada  bahasa Batak yang  mempersatukan yang masuk ke dalam etnis Batak tersebut, yang ada adalah bahasa Toba, Karo, Mandailing,.Angkola,  Pakpak, dan Simalungun.

4.2 Marga

Marga bukan hanya dimonopoli Batak saja, tetapi etnis non-Batak juga banyak yang punya marga, misalnya Nias, orang Bengkulu, orang Lampung, orang di Papua, orang di Sulawesi Utara, orang di Maluku, NTT, juga punya marga. Kalau sama-sama punya marga mengapa mereka tidak dimasukkan ke dalam Batak juga oleh merka yang mengatakan marga hanya dimiliki oleh etnis Batak?

4.3 Dalihan Natolu.

Dalihan Na Tolu bukan hanya milik orang yang disebut Batak di Sumatera Utara saja.

Nama Tiga Tungku ini, Karo menyebutnya Rakut Si Telu/Daliken Si Telu, Mandiling Angkola menyebutnya Dalian Na Tolu , Pakpak menyebutnya  Daliken Sitelu, Simalungun menyebutnya Tolu Sahundulan dan Toba menyebutnya Dalihan Natolu.


Dari penyebutan nama atau isitilahnya saja sudah berbeda. Kalau Karo itu bagian dari Batak penyebutan 3 Tungku ini seragam. Kalau Toba menyebutnya Dalihan Natolu, maka semua etnis yang tergabung ke dalam Toba menyebutnya Dalihan Natolu juga. Inikan tidak.


Kemudian 3 tungku ini bukan hanya terdapat pada masyarakat Karo, Mandailing-Angkola, Pakpak, Simalungun dan Toba saja. Dalam masyarakat Minang  juga ada yang disebut Tigo Tungku Sajarangan dan Masyarakat Lamaholot di Nusa Tenggara Timur juga ada dengan menyebutnya Lika Telo.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun