Mohon tunggu...
Braga Hatala
Braga Hatala Mohon Tunggu... -

Penulis adalah rakyat biasa yang memiliki tubuh luar biasa (double xl). Lulusan Fisip UNAS 2010, S2 manajemen SDM di WidJay (ga sempat lulus). pernah menjadi Pengurus Besar HMI, aktivis Lingkungan di Cekakpala. Penulis juga bergabung bersama 'Rumah Senja' sebuah wadah yang memberikan bimbingan belajar gratis di daerah Bekasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Operasi Sunyi Sunny

12 April 2016   02:48 Diperbarui: 12 April 2016   02:57 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi Foto antimajos.com"][/caption]Jakarta beberapa pekan terakhir ini –sekitar Maret hingga April- bercuaca panas berdengkang. Hilang keteduhan yang sebelumnya diguyur hujan secara rutin. Hawa panas Jakarta semakin bertambah rasanya dengan berbagai rentetan peristiwa yang menghinggapi Jakarta.

Menjelang Pilkada Jakarta tahun 2017 adalah “hawa panas” pertama yang dirasakan Jakarta dan masyarakatnya. Pilkada masih sekitar setahun lagi, namun “kompetisinya” mulai terasa. Hingar bingar calon DKI 1 membuat berisik media: cetak, elektronik, daring hingga sosial. Jakarta panas.

Saat “cuaca panas” itu masih menggelayuti Jakarta, tiba-tiba makin terasa terik saat muncul kontroversi Reklamasi Teluk Jakarta yang akan dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pro dan kontra pelaksanaan proyek itu ramai. Ada yang berdebat ilmiah, tak sedikit hanya tong kosong karena fanatisme dukung dan menolak.

Suhu panas Reklamasi Teluk Jakarta itu meningkat, memuncak. Ada indikasi korupsi disana! Lembaga antirasuah KPK membongkarnya. Operasi Tangkap Tangan KPK, Kamis (31/3/2016), berhasil mencokok yang diduga “pemain-pemain” Reklamasi Teluk Jakarta.

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi ditangkap KPK bersama wiraswastawan berinisial GER pada jam 19.30 WIB usai diduga menerima uang suap sebesar Rp 1,14 miliar dari karyawan PT Agung Podomoro Land (APL) berinsial TPT. Diduga GER adalah perantara yang memberikan uang dari TPT ke Sanusi. Sedangkan TPT ditangkap terpisah di kantornya di Jakarta Barat. Selain itu BER selaku Sekretaris Direktur PT APL ikut ditangkap karena diduga terlibat menjadi perantara pemberian uang suap.

Dugaan suap ini ikut menyeret nama Predir PT APL Ariesman Widjaja dan “bos” Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma (Aguan). Uang suap ini diduga diberikan untuk memuluskan pembahasan Raperda Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantura serta revisi Perda Nomor 8/1995 Tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Jakarta.

KPK mulai melakukan kinerjanya memeriksa para tersangka. Ada pengakuan mengejutkan yang dilontarkan Krisna Murti sebagai pengacara tersangka Sanusi. Ia mengatakan, pertemuan kliennya dengan Presdir PT APL Ariesman Widjaja diatur oleh Sunny Tanuwidjaja. KPK segera mengambil upaya hukum dengan mencekal Aguan, Richard Halim Kusuma dan Sunny Tanuwidjaja.

Sunny? Siapa Sunny? Nama yang selama ini tak pernah muncul ke publik. Ia tak setenar politisi, pejabat eksekutif, legislatif, atau pengamat-pengamat politik kesohor yang kerap “nampang” di media. Namun pengaruhnya amat hebat (dari testimoni pengacara Sanusi): sebagai pengatur pertemuan konspirasi  dugaan korupsi! Bila memang itu benar, Sunny bekerja dalam keheningan namun pengatur serangan.

Sunny merupakan mahasiswa Program Doktoral Ilmu Politik di Northern Illinois University, Amerika Serikat. Penelusuran penulis, belum ada media yang menerangkan Sunny mulai kuliah di kampus tersebut sejak kapan (mungkin Kompasianer ada yang bisa menemukan). Begitu juga dengan kampusnya menempuh studi S1 dan S2 tidak (baca: belum) terungkap.

Namun Sunny tercatat pernah sebagai peneliti politik di CSIS. Sunny bergabung di lembaga itu sejak tahun 2008 dan berhenti 20 Oktober 2012. Setelah itu, Sunny berpindah ke lembaga kajian politik lain yakni Populi Center. Di situs resmi Populi Center, namanya duduk sebagai Dewan Penasihat.

Selain di dua lembaga kajian politik tadi, Sunny juga menjadi Direktur Eksekutif Center for Democracy & Transparancy (CDT). Jabatan tersebut diembannya setelah menggantikan pimpinan sebelumnya Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama yang kala itu terpilih sebagai Wakil Gubernur Jakarta tahun 2012.

Menyangkut kehidupan pribadi, Sunny adalah sepupu dari istri Franky Widjaja, anak pemilik Sinar Mas Grup, Eka Tjipta Widjaja. Selain itu, Sunny juga (pernah) bekerja pada konglomerat Indonesia lainnya: Peter Sondakh.

Terungkapnya dugaan korupsi Reklamasi Teluk Jakarta pun ikut membuka tabir sosok Sunny yang juga “orang dekat” Gubernur Ahok. Kedekatan tersebut dapat dilihat dari salah satu cuitan Twitter Ahok @basuki_btp tanggal 15 Juli 2012 yang meminta agar netizen akun @kotakkotak4 berkomunikasi dengan Sunny untuk mengundang Ahok sebagai pembicara sebuah acara.

Anehnya: dari penelusuran penulis ke akun @basuki_btp dan @kotakkotak4, usai ramainya capture cuitan akun @basuki_btp seperti diatas (dan tanggalnya) ke media sosial, ternyata posting tersebut telah “hilang” baik di akun @basuki_btp maupun akun @kotakkotak4.

Begitu hebatkan Sunny hingga sampai cuitan di kedua akun itu “(di)hapus” saat merebaknya kasus dugaan korupsi Reklamasi Teluk Jakarta?

Lalu dimana kaitan Sunny dengan pernyataan pengacara tersangka Sanusi? Bila menilik jaringan dimiliki Sunny, ia bukan orang sembarangan. Dapat dilihat dari hubungan kekeluargaan dengan pengusaha Eka Tjipta. Ditambah pula kariernya yang pernah bekerja untuk pengusaha Peter Sondakh. Logikanya: jauh sebelum terbongkarnya kasus dugaan korupsi Reklamasi Teluk Jakarta, Sunny telah mengenal dan berhubungan dengan jaringan pengusaha-pengusaha besar di Indonesia.

Bahkan, di berbagai media, Ahok mempercayakannya untuk mengatur jadwal pertemuan dengan pengusaha-pengusaha kelas kakap. Sebuah kepercayaan besar dan bergengsi bagi seorang –yang kata Ahok- hanya staf magang demi urusan penelitian disertasi doktoral. Bukan hanya urusan dengan konglomerat, bahkan Sunny kerap diajak Ahok bertemu tokoh politik nasional. Lagi-lagi, tak semua orang dapat dipercaya ikut serta dalam pertemuan politik secara khusus.

Sunny akhirnya bicara di publik. Ia tak menampik bila memang banyak mengatur “jadwal” pertemuan antara pejabat pemerintah di Jakarta dan pengusaha yang terkait “profesionalisme kerja”. Mengejutkan, diakuinya, ikut “mengatur” jadwal pertemuan antara Ahok dan Aguan yang kini sedang bermasalah karena dugaan korupsi Reklamasi Teluk Jakarta. Pertemuan itu sebulan sekali, kata Sunny.

Begitu juga dengan pengusaha yang lebih “percaya” mendekati Sunny untuk berkomunikasi dengan Ahok menyangkut urusan “pekerjaan”. Disini menunjukkan: logika kehebatan pertama, interaksi serta komunikasi Sunny dengan pengusaha-pengusaha yang menaruh kepentingan pada Ahok amat dekat. Sunny dipercaya untuk sebuah urusan pekerjaan besar. Logika kehebatan kedua, staf-staf pegawai Pemprov DKI Jakarta hanyalah simbol, sebab tak berfungsi menjalankan urusan protokoler mengatur agenda pertemuan pihak pengusaha dan sang gubernur. Semua urusan dipercayakan kepada Sunny.

Siapa Sunny? Kita lihat selanjutnya nanti...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun