(E)nsuring Before (S)haring is Another Way of (C)aring
ENSURING -- SHARING -- CARING (ESC)
Ensuring, memastikan bahwa berita yang beredar adalah benar atau tidak.
Sharing, membagikan berita yang beredar apabila sudah diketahui dan dipastikan dengan jelas bahwa hal tersebut benar.
Caring, dengan melakukan ensuring sebelum sharing, maka kita sudah menjadi manusia yang peduli.
*Ibarat tombol ESC (escape) di keyboard komputer yang berfungsi sebagai perintah no (tidak), stop (menghentikan), abort (membatalkan), quit (meninggalkan), exit (keluar), mari kita juga melakukan no, stop, abort, quit, exit terhadap berita hoax.
Sudah mengkonsumsi makanan A selama bertahun-tahun? Sudah percaya dengan obat B yang diminum setiap sakit kepala melanda? Sudah setia dengan handbody C yang dipakai dari zaman SMA dan masih dipakai sampai berumah tangga dan beranak tiga? Kemudian tiba-tiba mendapat informasi mengenai makanan A, obat B, dan handbody C yang diisukan mengandung kandungan berbahaya? Apa reaksi anda?Â
Sakit tapi tidak berdarah. Berasa ditinggal kekasih saat sedang sayang-sayangnya, merasakan kesetiaan yang terkhianati, dan marah pastinya. Tapi informasi yang beredar juga belum jelas kebenarannya, sepertinya benar tapi anda masih tidak percaya, sementara itu sebagian besar netizen di Indonesia sedang sibuk berdebat di sosial media.
Apa yang akan anda lakukan? Masih tetap menggunakan produk tersebut karena tidak percaya dengan isu yang beredar? Atau langsung buru-buru menyingkirkan produk-produk tersebut padahal beberapa hari kemudian BPOM mengklarifikasi bahwa isu tersebut adalah hoax? Menyesal sudah percaya begitu saja dengan hoax? Menyesal sudah membuangnya? Apalagi kalau harganya mahal, selamat, anda akan double menyesal!
Berdasarkan KBBI hoax artinya adalah tidak benar; bohong (tentang berita, pesan, dan sebagainya).
Apa sih yang menjadi target penyebar hoax? Target mereka adalah menggerogoti KEPERCAYAAN SESEORANG. Entah kepercayaan kepada pemerintah, oknum, atau bahkan pada suatu produk.
Masalahnya adalah, seringkali kita tidak bisa mengetahui siapa penjahat sebenarnya dari pengedar hoax sekarang ini. Darimana isu hoax bisa muncul? Siapa penyebar pertama? Apakah dia penjahatnya? Sepertinya bukan hanya dia, ketika kita juga ikut menekan tombol "share" di sebuah berita hoax kita sudah termasuk dalam rombongan "penjahat" yang ikut menimbulkan keresahan di masyarakat.
Hoax ini dampaknya bisa sangat serius. Tulisan-tulisan hoax ini biasanya "sok" benar, meyakinkan, dan kadang bahkan tampak ditulis berdasarkan bukti ilmiah. Entah penelitian siapa yang dijadikan dasar atau pernyataan ahli mana yang dijadikan pegangan.Â
Menariknya, informasi hoax ini bahasanya selalu cenderung provokatif yang mengajak orang untuk langsung percaya, memancing emosi, dan sesaat meniadakan logika. Apalagi yang dipancing adalah masyarakat golongan wanita, terutama ibu-ibu.Â
The power of emak-emak, siapa berani membantah kalau mereka sudah beraksi? Siap-siap senggol bacok! Ngeri! Masih ingat susu kental manis yang katanya tidak mengandung susu? Berapa banyak ibu-ibu yang marah karena merasa dibodohi? Twitter diramaikan dengan hastag #skmbukansusu.
Pun headline berita selama beberapa hari kemarin cukup mencengangkan, masyarakat protes karena merasa ditipu dan dirugikan. Sudahlah berharap lebih anak-anaknya akan tumbuh pintar dan kelak bisa menjadi pilot dengan mengkonsumsi SKM eh kok malah dibilang SKM tidak mengandung susu sama sekali. Kentara sekali masyarakat Indonesia adalah tipe setia, kalau dari zaman mereka kecil mereka bertumbuh dan berkembang dengan diiringi mengkonsumsi SKM, maka hal tersebut akan turun temurun dibiasakan kepada anak-anak mereka.Â
Nah, ini yang salah kaprah. Label SKM saja sudah memberikan petunjuk bahwa produk tersebut tidak untuk dikonsumsi anak-anak di bawah 5 tahun tapi masih saja ada yang tidak mau repot-repot membacanya. Akhirnya hal itu menjadi sebuah tradisi yang lumrah, enteng saja mereka memberi SKM untuk dikonsumsi oleh anak-anak balita mereka dan dengan cara diseduh pula. Salah kaprah dua kali!
Membasmi hoax itu gampang-gampang susah, penjahatnya ambigu, menyebarnya cepat, mericuhkannya juga cepat. Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk menanggapi hoax ini?
Ditinjau dari kacamata institusi, mungkin BPOM butuh satu lagi jargon baru selain cek KLIK, yaitu ESC, (E)nsuring before (S)haring is another way of (C)aring. BPOM bisa mengkampanyekan kepada masyarakat sebelum ikut menyebarkan dan mempercayai berita hoax untuk memastikan bahwa berita tersebut benar atau tidak, kalau memang belum tahu pasti kebenarannya, jangan ikut menyebarkan isu yang masih simpang siur sembari menunggu sampai pihak terkait dalam hal ini BPOM memberikan konferensi pers.
Menyikapi hoax yang beredar, BPOM harus cepat tanggap, maksimal 1x24 jam sudah harus memberikan tanggapan kepada masyarakat agar tidak semakin meresahkan dan isu itu menjadi bola liar.Â
Selama ini BPOM sudah cukup reaktif dalam menyikapi hoax mengenai obat dan makanan yang beredar, dari isu tersebut muncul pertama kali sampai klarifikasi oleh pihak BPOM diselesaikan hanya dalam hitungan hari.Â
Masyarakat juga boleh lega karena klarifikasi yang dilakukan oleh BPOM selalu menyertakan kandungan apa yang ada di dalam produk tersebut dan lengkap dengan hasil uji laboratorium yang ilmiah dan terpercaya.Â
Kalau sudah tidak sabar menunggu konferensi pers dari BPOM yang mungkin dirasa agak lama layaknya menunggu pacar datang melamar ke rumah orang tua boleh lho mengganggu BPOM dengan menghubungi hotline mereka di 1500533 daripada was-was ya kan?
Sekarang pertanyaannya adalah, apakah selamanya isu-isu tidak benar mengenai obat dan makanan akan terus beredar dan membuat ricuh di masyarakat? Pemerintah, khususnya BPOM tidak bisa bersikap dan berperang sendirian dalam memerangi hoax mengenai obat dan makanan.Â
Masyarakat juga harus dituntut untuk cerdas dan bijak, bijak dalam mengolah informasi, bijak menahan diri dalam menyebarkan berita yang belum pasti. Kalau dulu ada istilah bijak sebelum membeli, sekarang mari kita tambahi istilah lain, yaitu ensuring before sharing.
Sebagai pribadi yang menjadi bagian dari masyarakat millenial memang sebaiknya kita tidak asal dalam menanggapi sebuah isu. Mari mengedukasi diri sendiri untuk menahan diri. Bertindak cerdas dan bijak dalam menyikapi isu yang beredar di masyarakat.
Yuk sebarkan gerakan ESC "(E)nsuring before (S)haring! Dan kamu akan menjadi salah satu orang yang (C)aring!" Care terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan juga negara. Satu sikapmu ini bisa sangat membantu lho dalam menciptakan ketertiban dan ketenangan di masyarakat. Karena hal yang berdampak besar, selalu dimulai dari hal yang kecil. Be wise and let's keep the world calm!
Semoga kamu, dia, kita, tidak menjadi salah satu pelaku yang ikut menyebarkan hoax dan menjadi "penjahat". Kamu, dia, kita, adalah bagian dari "masyarakat kebal hoax" bukan?
Dian Kusumawati - Balai POM di Ambon
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H