Mohon tunggu...
Bozz Madyang
Bozz Madyang Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Food Blogger

#MadYanger #WeEatWeWrite #SharingInspiringRefreshing #FoodBlogger - Admin Komunitas Kompasianer Penggila Kuliner (KPK) Kompasiana - Email: bozzmadyang@gmail.com - Instagram/Twitter: @bozzmadyang

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Montoknya Bakso "Hamil Muda" hingga Kalemnya Garang Asem, Ada di FKN La Piazza

18 Juni 2017   02:56 Diperbarui: 18 Juni 2017   09:34 1330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Yang dada, tusukannya lurus,” kata mbakyu penjual kepada stafnya. Aku yang mendengarnya senyum-senyum saja. Belum ‘nyambung’ dengan maksud mbaknya.

Bergegas tangan mbak satunya, mengambil bungkusan daun pisang. Itu yang dimaksud tadi. Daun pisang yang dilipat sedemikian rupa. Isinya ‘dada ayam’ yang diolah Garang Asem. Yaa Garang Asem, menu khas Jawa Tengah. Oaallaaahhh, tusukan lurus itu maksudnya tusukan lidi di bungkusan daun pisangnya tho hehee.

Jadi Garang Asem isi ayam bagian dada, itu yang dibungkus dengan tusukan lidi mendatar alias lurus. Sedangakan bagian paha ayam dengan tusukan model lainnya.

Garang Asem. (Foto Bozz Madyang)
Garang Asem. (Foto Bozz Madyang)
Itu menu pesananku. Garang Asem! Menu khas Jateng favoritku. Dan termasuk jarang kutemui di Jakarta. Makan Garang Asem mengingatkan pada Bapak di kampong. Beliau teramat sangat menyukai Garang Asem yang bercita rasa khas. Asam dan pedas. Apalagi Lombok alias cabe rawit ataupun ijo yang terebus dalam kuah santannya. Sensasinya yaaa ‘nglethus’ cabe itu!

Menikmati menu Garang Asem lengkap dengan nasi putih cukup harmonis. Sajian dada ayam yang dikukus,  empuk hingga dagingnya terkelupas dengan mudah dari tulangnya. Kuahnya biasanya ada rasa pedas asem yang menohok.

Sedikit berbeda racikan Garang Asem ala Solo ini. Rasanya sedikit tak terlalu pedas dan asem untuk ukuran saya. But okelah, rasa ‘kalem’ Garang Asemnya sudah cukup menuntaskan rasa kangen saya pada Garang Asem ‘Dada Ayam’.

Ini dia booth Garang Asem. (Foto Bozz Madyang)
Ini dia booth Garang Asem. (Foto Bozz Madyang)
Aku pikir, ada bagusnya juga yaa rasa disesuaikan dengan ragam lidah pengunjung yang memadati arena Festival Kuliner Ngabuburit La Piazza. Dengan racikan ‘umum’ maka bisa dinikmati mereka yang mungkin tak terlalu doyan pedas dan asam. Apalagi banyak rombongan keluarga, lengkap dengan anak-anak, yang tentu mempunyai selera beragam.

Nah Garang Asem di tenant Gudeg Solo - Garang Asem mbak Anung ini dilengkapi dengan aneka menu lainnya. Ada gudeg ala Solo,  termasuk daun singkong, tahu tempe, telur dan krecek. Satu porsi Nasi gudeg ayam kampung cuma 38.000.  Eh ada pendamping lainnya yang tak kalah bikin ngilerr loorrr. Ayam bacem dan tahu bacem!!

Menu Garang Asem ala Jawa Tengah itu memang ‘nyempil’ diantara menu budaya Sunda yang tersebar di 42 tenant booth dan 10 tenant gerobak.

Saya mencatat menu-menu favorit dalam kepala setelah berkeliling area FKN sambil tentunya jepret-jepret. Pertama yang langsung bikin penasaran adalah Bakso Beranak Plekenut Cirebon, terus ada Mie Kocok Bandung Marika. Ada Kopi es Tak Kie, Sate Ayam Madura bintang 5, Seblak Jeletet Murni, Nasi Goreng Kambing Kebon Sirih, Gulai Balungan "Bledug", Empal Gentong, dan Roti Cane Kare Kambing Muda Hayuda.

Gulai Iga Balungan. (Foto Bozz Madyang)
Gulai Iga Balungan. (Foto Bozz Madyang)
Empal Gentong (Foto Bozz Madyang)
Empal Gentong (Foto Bozz Madyang)
Roti Cane Kare (Foto Bozz Madyang)
Roti Cane Kare (Foto Bozz Madyang)
Sedapp. (Foto Bozz Madyang)
Sedapp. (Foto Bozz Madyang)
Ceker mie Kocok Bandung. (Foto Bozz Madyang)
Ceker mie Kocok Bandung. (Foto Bozz Madyang)
Aneka toping Mie Kocok Bandung (Foto Bozz Madyang)
Aneka toping Mie Kocok Bandung (Foto Bozz Madyang)
Kelapa muda Garut. (Foto Bozz Madyang)
Kelapa muda Garut. (Foto Bozz Madyang)
Tahu tempe bacem. Jossssssssssss (Foto Bozz Madyang)
Tahu tempe bacem. Jossssssssssss (Foto Bozz Madyang)
Telur bacem. Nyossssssssss (Foto Bozz Madyang)
Telur bacem. Nyossssssssss (Foto Bozz Madyang)
Mie Kosok dan Nasi Liwet. (Foto Bozz Madyang)
Mie Kosok dan Nasi Liwet. (Foto Bozz Madyang)
Roti Cane Kare. (Foto Bozz Madyang)
Roti Cane Kare. (Foto Bozz Madyang)
Nasi goreng kambing Kebon Sirih (Foto Bozz Madyang)
Nasi goreng kambing Kebon Sirih (Foto Bozz Madyang)
Gorengannnn !! (Foto Bozz Madyang)
Gorengannnn !! (Foto Bozz Madyang)
Nah kuliner yang saya sebut dan fotonya di atas itu,  meski saya belum cobain semuanya, namun saya rekomen menu-menu tersebut. Laaa dari penampilan olahan dan aromanya aja ‘genit-genit nakal’ getu. Menggodaahhh hahaaa.

Bakso Beranak Plekenut Cirebon ini bikin kepincut. Tepatnya penasaran. Rasanya penggila bakso layak mencicipi bakso dengan ukuran yang tak biasa ini. Jumbo! Dan ukuran jumbo terbuat dari daging sapi itulah akan ditemukan di dalamnya bakso lain dengan ukuran lebih kecil. Jadi seperti beranak! Hahaaa.

Itulah yang terlihat dari seporsi Bakso Beranak yang saya pilih. Bakso jenis ‘hamil muda’ ini ukurannnya nomor dua. Jadi bukan yang paling besar siih. Soalnya saya khawatir, kalau beli yang besar ntar kekenyangan dan tak sanggup cicipin menu lainnya. Hahhaa bukan jaim loorrr.

Bakso dengan harga tak sampai Rp 50 ribu plus minum teh botol ini, baksonya sudah dibelah hingga berbentuk bunga mekar. Lebih gede dari bakso tenis loor. Sejumlah bakso kecil beserta telur menyeruak keluar. Daging uratnya kentara banget. Ada mie kuning sesuai pesanan saya di antara kuah dengan rempah-rempah beraroma rebusan ‘balungan’ yang kuat banget.

Sooo, semangkuk Bakso Beranak Plekenut Dewaruci Cirebon layak menjadi pilihan berbuka deh. Harga  bervariasi, mulai Rp 25 ribu sampai Rp100 ribu per mangkuk.

Bakso Beranak (Foto Bozz Madyang)
Bakso Beranak (Foto Bozz Madyang)
Hidangan penutup malam itu adalah kolak ubi. Laah bukannya terbalik ya. Mestinya kolak baru menu beratnya hahaa. No problemo laaa namanya juga di ajang festival kuliner, mana sukalah hahaa.

Kolak Ubi. (Foto Bozz Madyang)
Kolak Ubi. (Foto Bozz Madyang)
Kolak ini menu kegemaran juga. Rasa manis gula beserta ragam isinya itu bikin berselera. Paling favorit ya ubi dan pisang, disamping biji salak, kolang-kaling ataupun tape. Lebih seger lagi pakai es. Jadi kolak dingin-dingin empuk hehee. Harga kolak dengan ragam isinya bisa dinikmati di FKN dengan harga Rp. 19 ribu-Rp 20 ribu saja. Bisa juga dibawa pulang.

Selain menikmati sedapnya menu-menu yang tersaji, kita bisa menikmati juga suasana malam di area FKN. Dekorasi ala budaya Sunda sangat terasa. Ada aksesoris ketupat jumbo dengan gubug-gubug kuliner yang membuat betah berlama-lama duduk.

Suasana FKN La Piazza 2017. (Foto Bozz Madyang)
Suasana FKN La Piazza 2017. (Foto Bozz Madyang)
Saya aja gak terasa duduk lama bersama teman-teman #madyanger dari KPK Kompasiana. Baru pulang setelah sebagian teman pulang duluan. Senang apalagi perut kenyang dan tentengan tas berasa ringan. Pasalnya isinya sudah ‘dirampok’ teman-teman KPK.

Madyanger KPK. (Dokpri)
Madyanger KPK. (Dokpri)
Soo kapan mau nongkrong Ngabuburit dimare lagi? Masih buka sampai esok, Minggu 18 Juni 2017 jam 15.00-22.00 WIB. Yuk aahhh #BukberdiFKN2017

#WeEatWeWrite

IG @bozzmadyang  aka @rahabganendra

FB Rahab Ganendra dan BOzz Madyang

Weeeiiii Paparazzi jadi korban Mamaraziiiiiiii. (Dokpri)
Weeeiiii Paparazzi jadi korban Mamaraziiiiiiii. (Dokpri)
KPK K
KPK K

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun