[caption id="attachment_325708" align="aligncenter" width="600" caption="Itu dia rempahannya. (Ganendra)"]
[caption id="attachment_325709" align="aligncenter" width="600" caption="Sambal bawangnya Cak Baz. (Ganendra)"]
[caption id="attachment_325710" align="aligncenter" width="600" caption="Cak Baz di tenan Bebek Irengnya. (Ganendra)"]
Cak Baz menyediakan menu khusus bebek. Ada dua pilihan yakni bebek Peking dan bebek local. Bedanya adalah bebek local lebih kecil ukuran dada dan tepongnya (paha). Harganya juga tentu berbeda. Saya memilih pesanan Bebek Bakar Peking bagian dada. Soalnya kelihatan besar seeh heheee. Tak butuh waktu lama untuk meamnggangnya, karena sebelumnya dagingnya juga udah dimasak. Lalu a lot gak yaaa? Kata Cak Baz, bebek jualannya tak mungkin alot. Soalnya meski daging bebek Pekingnya masih nomer 2 dibanding resto, namun dia memasak tak kalah lezat. Agar daging empuk Cak Baz memasak daging mentahnya selama 1 jam. Ya 1 jam! Dengan catatan selama 1 jam itu alat pemasaknya harus tertutup. Tak boleh dibuka.
"Saat daging dimasak, di dalam panci, akan keluar semacam minyak. Minyak itulah yang membuat daging menjadi empuk. Jadi jangan sekali-kali membuka tutup saat memasaknya," jelas Cak Baz.
Sajian bebek bakar dibarengi dengan rempahan. Rempahan adalah sisa-sisa bebek yang digoreng. Biasanya nempel ke wajan. Lalu dikorek-korek, jadilah rempahan itu. sebagai temannya ditambahin sambal dan irisan timun. Sambalnya seperti sambal bawang. Ada cabe, bawang putih taburi garam ditambah minya goreng sedikit. Hasilnya pedas gurih beraroma.
Nah, saat kucicipi, daging bebeknya benar-benar empuk. Dagingnya tebal, kehitaman. Ada sedikit berserat-serat lapisan dagingnya. Bagian dada bersatu dengan tulang dada. Namun dagingnya tidak lengket ke tulang. Jadi mudah saja saat mengupasnya. Hasilnya? Satu dada bebek bakar, ludes aku habisi. Heheee. Benar-benar rekomen bebek seharga Rp. 45 ribu dengan nasi itu. Bahkan saat pulang aku masih sempat membeli satu bungkus dan juga satu tongseng domba. Wis, nikmaaatt betul dan maknyusss.
Tongseng Adu Domba
Nah ada satu menu yang saya cicipi di rumah. Maklum karena perut udah penuh bebek bakar dan sate domba Afrika, maka tongseng adu dombanya saya bawa pulang. Rasanya berbeda dengan tongseng kambing ataupun ayam yang sering saya beli di kampong dulu. Tongseng di kampong saya lebih kuat pedas dan kecapnya, warnanya pun warna kecoklatan kecap. Kalau tongseng domba ini rempah-rempahnya kuat. Aromanya juga khas domba. Tercium seeh saat makan. Dagingnya juga empuk karena dimasak sempurna. Rasanya pedas aroma daging. Warnanya mirip warna kari. Lumayan buat icip-icip seharga Rp. 30 ribu seporsi.
[caption id="attachment_325711" align="aligncenter" width="600" caption="Tongseng Adu domba yang mirip kari. (Ganendra)"]