Degradasi kota harus segera disikapi. Tidak bisa tidak. Terlebih bagi mereka yang berstatus pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan. Perlu dilakukan rekayasa sosial agar kota kembali sehat dan menjadi ruang hidup yang sejuk bagi para penghuninya.
Watak masyarakat kota yang kadung terlanjur menjadi bengis, intoleran, antipati bukanlah sebuah kondisi yang tidak bisa dikembalikan, bahkan dibalikkan. Lagi-lagi kata rekayasa sosial menjadi kunci. Segala pendekatan harus ditempuh, baik melalui mekanisme koersif, maupun mekanisme persuasif.
Dalam konteks mekanisme koersif, pemerintah wajib menelurkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tata hidup masyarakat kota, mulai dari lalu lintas, kebersihan, keamanan, ketertiban, hingga hal-hal terkecil.
Yang terpenting dari peraturan ini adalah kapasitas peraturan yang mampu membangun dan menumbuhkan kesadaran sosial masyarakat, bukan yang bersifat menghukum apalagi mematikan. Peraturan seyogianya juga bukan pesanan para pemodal atau pihak-pihak yang memiliki vested interest.
Dalam konteks persuasif, dibutuhkan pranata-pranata yang tangguh yang mampu menguatkan kepribadian dan watak masyarakat kota ke arah yang lebih baik. Kontribusi pranata-pranata sosial seperti lembaga-lembaga keagamaan, kepemudaan, dan kemasyarakatan, bahkan keluarga sebagai pranata terkecil sangat dibutuhkan.
Di berbagai pranata itulah internalisasi nilai-nilai ditanamkan, juga tak tertutup kemungkinan untuk direjuvenasi sesuai dengan kondisi dan tantangan. Oleh sebab itu perlu dukungan dari pemerintah agar setiap pranata sosial kemasyarakatan kembali bergigi dan menjalankan fungsi dasarnya.
Kota adalah ruang hidup. Jangan jadikan kota sebagai kuburan masal bagi etika dan sopan santun masyarakatnya. Kita semua berharap agar definisi kota tidak lagi konotatif seiring dengan meningkatknya kesadaran dari segenap penduduknya, juga komitmen dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Semoga.
*) Penulis Alumnus Magister Ketahanan Nasional Universitas Indonesia
http://www.jurnalasia.com/opini/degradasi-kota-2/