Sebelum dibuang, sepasang tabuik yang sudah siap dan dihiasi sedemikian rupa, baik tabuik pasa dan tabuik subarang keluar dari rumah pembuatannya yang disebut rumah tabuik untuk dirangkai secara utuh oleh anak nagari dan tuo tabuik (tokoh adat yang dituakan dalam prosesi ritus-ritus tabuik).
Para tuo tabuik menyebutnya dengan istilah tabuik naiak pangkek (merangkai bidang-bidang tabuik yang dibuat terpisah menjadi tabuik utuh yang siap untuk dihoyak) yang prosesinya dilakukan pada subuh dini hari hingga selesai pagi. Tabuik pasa naiak pangkek berlokasi di pasar Pariaman, sedangkan tabuik subarang di simpang Kampung Cino Pariaman.
Menurut tokoh masyarakat Pariaman Nasrun Jon, di kantor PWI Pariaman, prosesi tabuik naiak pangkek dilakukan oleh anak nagari dan tuo tabuik masing-masing yang terlibat sejak awal pembuatan tabuik. Untuk diketahui, kata dia tabuik adalah perayaan lokal yang masih dilestarikan masyarakat Pariaman untuk memperingati Asyura, gugurnya Imam Husain, cucu Nabi Muhammad SAW di Perang Karbala.
"Kemudian menjadi tradisi dan pesta anak nagari yang tidak ada kaitannya dengan aliran Syiah. Tabuik sekarang adalah tabuik wisata untuk meramaikan piaman yang memiliki multiplayer effect bagi sektor ekonomi masyarakat," kata mantan Sespri almarhum Bupati Padangpariaman Kolonel Anas Malik.
Festival itu kata dia secara teatrikal menampilkan kembali histori pertempuran Karbala secara simbolik dengan memainkan gendang tassa. Hal itu harus dilihat dari kacamata sejarah bukan pandangan pragmatis.
"Tabuik, merupakan istilah untuk usungan jenazah yang dibawa selama prosesi upacara tersebut. Walaupun sering dikaitkan dengan upacara Syi'ah, akan tetapi penduduk terbanyak di Pariaman dan daerah lain yang melakukan upacara serupa, menjadikan ritus-ritus ini sebagai pesta seni budaya sekaligus untuk menarik minat wisatawan. Dan, tak satupun masyarakat Pariaman yang menganut paham Syiah," dia menegaskan.
Tabuik, dari masa ke masa, selalu mengundang lautan manusia untuk mengunjunginya. Pesta budaya yang sudah menjadi ikon Kota Pariaman itu memiliki daya ungkit sangat tinggi untuk menjagakan sektor-sektor lainnya.
Salah seorang wisatawan Jepang, yang dikatakan pemandu wisatanya bernama Haruta (46) mengaku terkesima dengan pesta budaya tabuik. Haruta yang juga seorang pencinta sejarah itu mengaku masyarakat Jepang selalu menjaga tradisi leluhurnya sebagaimana orang piaman.
"Budaya kami adalah kekayaan tidak ternilai. Saya tidak pernah berada ditengah orang seramai ini berkumpul di suatu tempat selama hidup saya," katanya dalam bahasa Jepang.
Gandang tassa berdentum-dentum, berderak-derak membuat gairah pengunjung memuncak seiring lenggak-lenggok tabuik langsam menyibak kerumunan warga menuju tempat persinggahan terakhirnya.
Di sana, diombak mengalun, mentari pirang menyugi ditutup kabut asap, tubuhnya yang kokoh terkoyak-koyak, tersapih-sapih, tercabut-cabut. Di sanalah dia bersemayam, sebelum jaga kembali pada 1 Muharam tahun depan.