[caption caption="Tabuik 2015 di Pantai Gandoriah"][/caption]Ratusan ribu pasang mata yang datang dari berbagai penjuru daerah, juga diantaranya wisatawan luarnegeri (Malaysia, Irlandia, Singapura, Australia dan Jepang) memadati Kota Pariaman untuk menyaksikan prosesi akhir (puncak) pesta budaya Hoyak Tabuik Piaman Tahun 2015, Minggu (25/10) yakni mengarak tabuik untuk dibuang ke laut di ujung muara pantai Gandoriah.
Para wisatawan yang memadati Pariaman hari ini, dikatakan Efendi Jamal, Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Pariaman menggunakan transportasi umum seperti bus, oplet, bus pariwisata, kemudian transportasi massal kereta api, kendaraan pribadi roda empat dan roda dua.
"Kereta api hari ini jalannya empat (4) trip atau delapan (8) kali bolak balik Padang-Pariaman. Semua gerbong yang diusungnya penuh oleh penumpang," kata Efendi Jamal di pentas parkiran ujung muara Gandoriah.
Kata dia, prosesi membuang tabuik ke laut adalah bagian rangkaian acara pesta budaya tabuik yang dimulai sejak tanggal 14 s/d 25 Oktober 2015. Tabuik saat ini menurutnya selain memperingati tahun baru islam 1 Muharam juga sekaligus ajang promosi wisata dengan menggelar berbagai event di rentang waktu tersebut.
"Tabuik pasa dan tabuik subarang tahun ini keduanya berhasil utuh hingga ke sini (muara gandoriah). Itu sangat jarang terjadi dan biasanya sudah patah di tengah jalan. Untuk itu kita apresiasi anak nagari dan tuo tabuik," ungkapnya.
Sedangkan Walikota Pariaman Mukhlis Rahman menyebutkan, pesta budaya tabuik adalah murni pesta rakyat dan tidak ada kaitannya dengan aliran kepercayaan agama tertentu. Jangan ada kalangan pragmatis yang mengait-ngaitkan atau menghembuskan isu tidak bertanggungjawab. Semua orang piaman, kata dia beberapa waktu lalu adalah penganut agama islam yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW. Tidak ada satu orang pun warga piaman penganut Syiah.
"Tabuik adalah pemersatu anak nagari, sekaligus ajang silaturahim. Pesta rakyat ini harus dilaksanakan tiap tahunnya karena paling banyak mendatangkan orang ke Pariaman. Masyarakat piaman mencintai budaya tabuik dan itu tidak bisa dihentikan siapapun. Hal itu sejalan dengan visi misi Pemerintah Kota Pariaman menjadikan Pariaman sebagai kota tujuan wisata," kata Mukhlis memperkenalkan lapangan parkir ujung muara Gandoriah sebagai pentas utama pesta budaya tabuik untuk tahun selanjutnya.
Mukhlis menuturkan, meski Kota Pariaman kena dampak kabut asap tapi tak menyurutkan minat wisatawan untuk menyaksikan acara puncak tabuik tabuang. Dia menjelaskan, sejak rangkaian acara pesta budaya tabuik mulai digelar sejak 14 Oktober lalu, Kota Pariaman selalu ramai.
"Tiap malam 10 ribu hingga 20 ribu orang mengunjungi Kota Pariaman. Sedangkan hari ini lebih dari 100 ribu orang. Tentu hal itu berdampak pada sektor ekonomi masyarakat. Dengan jumlah pengunjung 200 ribu, kita mampu mendatangkan uang ke sini paling sedikit Rp10 milyar, sedangkan modalnya hanya Rp1 milyar. Laba Rp9 milyar untuk masyarakat," dia menambahkan.
Dalam rangkaian 11 hari acara pesta budaya tabuik 2015, Mukhlis mengatakan berbagai event telah digelar dan mendapat atensi luarbiasa masyarakat. Diantaranya tabligh akhbar menyambut tanggal 1 Muharam, terbesar di Sumatera Barat dalam sejarah, ajang pemilihan duta wisata Kota Pariaman Cik Uniang Cik Ajo 2015, Tabuik Expo, atraksi silek Ulu Hambek, dan pementasan kolaborasi seni Irlandia-Jepang-Pariaman, dan lomba gandang tassa tingkat anak-anak.
Di acara puncak yang turut dihadiri oleh Ketua PKDP Sumbar Muslim Kasim, Vita Gamawan Fawzi (istri mantan Mendagri Gamawan Fawzi), Wasekjend DPD RI, utusan Kementrian Pariwisata, Sekretaris Daerah Provinsi Sumbar, Anggota DPRD Sumbar Endarmy, Dandim 0308/Pariaman Letkol.Inf. Persada Alam, Kapolres Pariaman AKBP Ricko Junaldi, Ketua DPRD Kota Pariaman Mardison Mahyuddin, Wakil Ketua DPRD Syafinal Akbar, Sekdako Armen dan jajaran SKPD tersebut dihibur aksi memukau seni anak nagari yang digawangi oleh sanggar seni Darak Badarak Pariaman yang sudah go internasional.
Sebelum dibuang, sepasang tabuik yang sudah siap dan dihiasi sedemikian rupa, baik tabuik pasa dan tabuik subarang keluar dari rumah pembuatannya yang disebut rumah tabuik untuk dirangkai secara utuh oleh anak nagari dan tuo tabuik (tokoh adat yang dituakan dalam prosesi ritus-ritus tabuik).
Para tuo tabuik menyebutnya dengan istilah tabuik naiak pangkek (merangkai bidang-bidang tabuik yang dibuat terpisah menjadi tabuik utuh yang siap untuk dihoyak) yang prosesinya dilakukan pada subuh dini hari hingga selesai pagi. Tabuik pasa naiak pangkek berlokasi di pasar Pariaman, sedangkan tabuik subarang di simpang Kampung Cino Pariaman.
Menurut tokoh masyarakat Pariaman Nasrun Jon, di kantor PWI Pariaman, prosesi tabuik naiak pangkek dilakukan oleh anak nagari dan tuo tabuik masing-masing yang terlibat sejak awal pembuatan tabuik. Untuk diketahui, kata dia tabuik adalah perayaan lokal yang masih dilestarikan masyarakat Pariaman untuk memperingati Asyura, gugurnya Imam Husain, cucu Nabi Muhammad SAW di Perang Karbala.
"Kemudian menjadi tradisi dan pesta anak nagari yang tidak ada kaitannya dengan aliran Syiah. Tabuik sekarang adalah tabuik wisata untuk meramaikan piaman yang memiliki multiplayer effect bagi sektor ekonomi masyarakat," kata mantan Sespri almarhum Bupati Padangpariaman Kolonel Anas Malik.
Festival itu kata dia secara teatrikal menampilkan kembali histori pertempuran Karbala secara simbolik dengan memainkan gendang tassa. Hal itu harus dilihat dari kacamata sejarah bukan pandangan pragmatis.
"Tabuik, merupakan istilah untuk usungan jenazah yang dibawa selama prosesi upacara tersebut. Walaupun sering dikaitkan dengan upacara Syi'ah, akan tetapi penduduk terbanyak di Pariaman dan daerah lain yang melakukan upacara serupa, menjadikan ritus-ritus ini sebagai pesta seni budaya sekaligus untuk menarik minat wisatawan. Dan, tak satupun masyarakat Pariaman yang menganut paham Syiah," dia menegaskan.
Tabuik, dari masa ke masa, selalu mengundang lautan manusia untuk mengunjunginya. Pesta budaya yang sudah menjadi ikon Kota Pariaman itu memiliki daya ungkit sangat tinggi untuk menjagakan sektor-sektor lainnya.
Salah seorang wisatawan Jepang, yang dikatakan pemandu wisatanya bernama Haruta (46) mengaku terkesima dengan pesta budaya tabuik. Haruta yang juga seorang pencinta sejarah itu mengaku masyarakat Jepang selalu menjaga tradisi leluhurnya sebagaimana orang piaman.
"Budaya kami adalah kekayaan tidak ternilai. Saya tidak pernah berada ditengah orang seramai ini berkumpul di suatu tempat selama hidup saya," katanya dalam bahasa Jepang.
Gandang tassa berdentum-dentum, berderak-derak membuat gairah pengunjung memuncak seiring lenggak-lenggok tabuik langsam menyibak kerumunan warga menuju tempat persinggahan terakhirnya.
Di sana, diombak mengalun, mentari pirang menyugi ditutup kabut asap, tubuhnya yang kokoh terkoyak-koyak, tersapih-sapih, tercabut-cabut. Di sanalah dia bersemayam, sebelum jaga kembali pada 1 Muharam tahun depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H