Mayor Teddy, adalah seorang perwira menengah TNI Angkatan Darat (AD) yang namanya sempat disebut Presiden Prabowo masuk dalam jajaran bursa anggota Kabinet Merah Putih pada Minggu (20/10) malam. Namun, Mayor Teddy Indra Wijaya tidak ikut dilantik bersama menteri dan kepala lembaga Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jakarta, hari ini.
Nama Mayor Teddy sudah diumumkan Prabowo sebagai Sekretaris Kabinet pada Minggu (20/10) malam. Lalu, bolehkah perwira aktif TNI memegang jabatan sipil?
Prajurit TNI aktif menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI terdiri atas prajurit sukarela dan prajurit wajib, yang merupakan warga negara yang sedang mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan berdasarkan ikatan dinas dan tunduk kepada peraturan perundang-undangan.
Jabatan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah: pekerjaan (tugas) dalam organisasi atau pemeritahan yang berkenaan dengan pangkat dan kedudukan. Pengertian jabatan dapat ditarik dari penjabaran Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yaitu: "Jabatan negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, termasuk didalamnya jabatan kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi negara, dan kepaniteraan pengadilan".
Pengertian jabatan menurut Logemann dalam bukanya yang diterjemahkan oleh Makkatutu dan Pangkarayo yaitu: "...Lingkungan kerja awet, dan digaris batasi, dan yang disediakan untuk ditempati oleh pemangku jabatan yang ditunjuk dan disediakan untuk diwakili oleh mereka sebagai pribadi. Dalam sifat pembentukan hal ini harus dinyatakan secara jelas." Sesuai dengan pemahaman diatas, Logemann menghendaki suatu kontinuitas dan kepastian pada suatu jabatan supaya organisasi berfungsi dengan baik.
Militer sebagai suatu institusi harus memiliki hubungan yang harmonis dengan masyarakat dan pemerintah. Konsepsi yang paling sederhana adalah dengan menempatkan dirinya sebagai institusi yang netral dan memperlakukan semua pihak pada posisi yang sama. Namun pengalaman pada masa orde baru menunjukkan adanya pendekatan yang tidak seimbang dan dengan nyata memihak pada satu kekuatan sehingga menimbulkan kesan bahwa hanya ada dua kekuatan yang berkompetisi untuk mempertahankan posisi masing -- masing yaitu militer dan pemerintah, sementara masyarakat dianggap sebagai pelengkap saja. Sangat perlu rasanya apabila militer benar -- benar dapat melepaskan diri dari kepentingan politik dan selalu berpegang pada fungsi utamanya sebagai alat pertahanan negara. Kalaupun dirasa perlu untuk berpolitik, maka seharusnya menanggalkan identitas militernya dan kembali sebagai masyarakat sipil sehingga tidak terjadi loyalitas ganda. Sangat tidak baik apabila orang yang menempati fungsi pemerintahan harus tunduk pada dua atasan. Sudah menjadi kesan tersendiri bahwa peran politik menyebabkan penyimpangan fungsi pada instansi lainnya.
Hubungan sipil-militer di Indonesia sangat ditentukan saat fase revolusioner. Ada dua faktor yang menghubungkan kondisi perkembangan ini, yaitu kelemahan umum institusi sipil dan pihak militer yang sejak awal sudah terlibat. Wakil Presiden Mohammad Hatta pada tanggal 3 November 1945 memperkenalkan sistem pemerintahan parlementer melalui Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang mendorong terbentuknya partaipartai politik. Presiden Soekarno yang cenderung lebih menyukai sistem parlementer dan menentang sistem multi partai membuatnya memilih ABRI sebagai sebuah kekuatan yang dapat menyaingi partai politik dalam format baru perpolitikan Indonesia. Disaat yang sama, karakteristik militer di Indonesia cenderung membentuk kelompok ini untuk ikut terlibat dalam perpolitikan. Tokoh penting lahirnya dwifungsi ABRI lainnya adalah Jenderal A.H. Nasution. Dalam pidatonya pada Dies Natalies AMN (Akademi Militer Nasional) November 1958, Nasution meyebutkan bahwa dwifungsi ABRI merupakan jalan tengah, yang tidak menginginkan ABRI hanya dianggap sebagai alat semata dari pemerintahan yang dikuasai politisi sipil.
Identitas TNI sebagai militer Indonesia dinyatakan dalam Pasal 2 UndangUndang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara profesional dan tentara nasional, yang jika ditelaah maknanya adalah : Tentara Rakyat yakni tentara yang anggotanya berasal dari warga negara Indonesia. Tentara Pejuang adalah tentara yang berjuang dan tidak kenal menyerah untuk melaksanakan tugasnya dalam menegakan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tentara Profesional yaitu tentara yang terdidik, terlatih, dan dilengkapi dengan baik, dan dijamin kesejahteraannya sehingga menutup ruang untuk politik praktis dan bisnis jabatan, serta mengikuti kebijakan politik negara yang berprinsip demokrasi, supremasi sipil, ketentuan hukum nasional dan internasional yang telah diratifikasi, dan hak asasi manusia. Tentara Nasional yaitu tentara yang berkebangsaan Indonesia yang menjadikan tugas negara diatas kepentingan daerah, suku, agama, dan ras.
Pasca era reformasi, terjadi pergeseran atas peranan dan fungsi TNI. Penyebabnya adalah timbul desakan-desakan di tengah masyarakat sipil yang menginginkan agar TNI kembali ke fokusnya sebagai alat pertahanan negara. Menurut Saurip Kadi, desakan keinginan tersebut muncul setelah pengalaman sejarah mengenai peristiwa-peristiwa buruk yang dialami oleh sebagian masyarakat akibat konsekuensi doktrin dan peran dwifungsi TNI sebelum reformasi.