Mohon tunggu...
Boy Anugerah
Boy Anugerah Mohon Tunggu... Administrasi - Direktur Eksekutif Literasi Unggul School of Research (LUSOR)

Pendiri dan Direktur Eksekutif Literasi Unggul School of Research (LUSOR)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mendefinisikan Kembali Makna Pahlawan

27 Desember 2017   20:13 Diperbarui: 27 Desember 2017   20:31 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita mengaca pada konteks revolusi fisik, penempatan tentara atau mereka yang mengangkat senjata pastinya benar. Namun kondisi ini tidak an sich dan dapat berubah ketika konteks perjuangan sudah bergesar ke ranah yang lebih kompleks, seperti tantangan hari ini.

Ada juga dagelan lainnya di republik ini yang harus didekonstruksi total agar mendapat proporsi yang benar. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Karena labelisasi "tanpa tanda jasa" tadi, kesejahteraan guru tidak diperhatikan. Celakanya, profesi guru ditempatkan sebagai profesi kelas dua, jauh di bawah dokter, insinyur, bahkan polisi yang tak sungkan berlaku korup.

Perlu pemaknaan ulang atas definisi pahlawan sesuai dengan konteks kekinian, tentunya dengan tidak menegasikan aspek-aspek historis kepahlawanan sebelumnya. Jangan sampai cara pandang yang keliru membuat anak negeri ini sungkan berlaku heroik dalam mempertahankan bangsa dan negaranya. Jangan sampai karena tak berprofesi sebagai tentara maka tak layak disebut pahlawan. Juga jangan sampai hanya karena tak mampu mengokang senjata maka dikerdilkan jasa-jasanya bagi negara.

Mereka yang layak disebut pahlawan adalah mereka yang tulus dan ikhlas mengorbankan segenap pikiran, tenaga, dan dedikasinya untuk kemajuan republik, tanpa pamrih. Konsepsi ini sangat sederhana apabila hendak dibuat perumpamaan. Tak layak seorang tentara disebut pahlawan apabila "ogah-ogahan" dikirim ke medan perang.

Tak patut juga seorang guru disebut sebagai pahlawan apabila malas-malasan mengajar hanya karena gaji kecil atau ditempatkan di daerah terpencil. Siapapun bisa menjadi pahlawan, apapun profesinya, dimanapun mereka berada. Mereka yang mau dan mampu untuk menyingsingkan lengan baju mengisi pembangunan, memajukan bangsa dan negara, dengan ikhlas dan tanpa pamrih layak disebut pahlawan.

Tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini tidaklah mudah. Dibutuhkan mereka yang memiliki patriotisme tinggi dan semangat rela berkorban untuk mengambil posisi dan menutup segalan macam ancaman yang dapat meremukkan kedaulatan negeri.

Mereka yang melestarikan budaya bangsa yang kian tergerus, mereka yang berjuang memajukan pendidikan di daerah-daerah terpencil, ilmuwan-ilmuwan yang terus bekerja di ruang-ruang sunyi untuk menghasilkan temuan yang bermanfaat bagi negaranya, para aktivis dan siapapun yang menolak untuk korupsi, layak disebut sebagai pahlawan sesungguhnya. Apakah kalian berfikir kalian layak disebut pahlawan? saya berusaha mengaktualisasikannya, setidaknya mulai saat ini.

*) Alumnus Magister Ketahanan Nasional Universitas Indonesia

http://www.jurnalasia.com/?s=boy+anugerah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun