Mohon tunggu...
Bossman Mardigu
Bossman Mardigu Mohon Tunggu... Penulis - Mencari Jatidiri seorang Saya

Teman temannya sejak dulu memangilnya dengan nama nakal “BOSSMAN SONTOLOYO” karena nyelenehnya cara berfikir dan strateginya.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kecepatan dalam Kecepitan - Bossman Saga 2 - Mardigu Wowiek

13 Desember 2021   10:50 Diperbarui: 13 Desember 2021   10:59 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(BOSSMAN SAGA II) “Maaas, di mana?”; terdengar suara Ibu di bawah memanggil saya.

“ Dalem, Bu!”; saya jawab cepat setelah menutup telepon dengan adik saya, dan saya berkata, “;Sebentar Bu, salat dulu”; Saya segera ke kamar mandi di atas dan menyiram muka saya dengan air, dan wudu. Saya sudah salat zuhur namun saya harus bersandiwara pada ibu saya kala itu. Saya ini nggak tahu harus lakukan apa karena bingung.

Saya nggak tahu Ibu mengartikan saya salat zuhur atau apa, pokoknya saya hanya mau ambil jeda sesaat. Tak mungkin saya memperlihatkan wajah saya yang merah. Mata saya yang nanar, tangan saya yang menggenggam erat karena emosi.

Saya pun salat hajat. Intinya saya menjaga jarak sesaat dan munajat. Saya pun turun setelahnya, wajah murka saya mudah-mudahantidak terbaca oleh Ibu. Napas saya pun sudah reda. Tak lama kami duduk di bawah, depan taman dekat kolam koi. Ibu pun bercerita niatnya membeli lahan apel dan lahan jeruk dan niatnya berladang seperti dulu. Sewaktu masa kecilnya dulu.

Ceritanya seru, semangat berapi-api dan ini menyenangkan sekali melihat ekspresi ibu seperti ini. Mungkin karena sejak ayah wafat 1.000 hari sebelumnya, Ibu ibarat layangan putus.

Sesekali beliau masih menangis karena kehilangan soulmate-nya yang telah menempuh hidup bersama selama 42 tahun.

Setelah banyak cerita, saya pamit dan bertanya jam berapa pesawat besok berangkat ke Malang, akan saya antar ke bandara. Singkat cerita, saya pamit dan pembantu di rumah ibu 2 orang menyiapkan segala kegiatan ibu merapikan barang-barang.

Kurang dari 7 hari lagi, kami perlu transaksi dan kurang dari 30 hari lagi, segala perabotan dibawa pindah ke Malang.

Dalam perjalan menuju rumah saya, kepala saya berisi ribuan lintasan pikiran. Dari pikiran jahat hingga pikiran mulia. Tetapi 90% rasanya bakal kriminal, pikiran jahat mendominasi saya.

Saya akan cari Julian Kho, walau harus ke Singapura. Tapi saya juga harus ke bank yang akan melakukan lelang atas rumah tersebut, dan pastinya Ibu tidak boleh tahu. Malam berlalu tanpa saya nikmati. Paginya saya ke bank di wilayah Warung Buncit. Pejabat bank menjelaskan bahwa nilainya dengan bunga berbunga menjadi 2 kali lipat dari nilai pinjaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun