Mohon tunggu...
Bortiandy Tobing
Bortiandy Tobing Mohon Tunggu... Operational & Service Excellence Consultant -

Trainer, Service and Operational Excellence Consultant, Corporate Motivator

Selanjutnya

Tutup

Money

Rupiah dan Krisis Ekonomi Global: Equilibrium Law, Fake Growth and Crude Oil Shocking

31 Agustus 2015   08:21 Diperbarui: 31 Agustus 2015   08:21 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Fenomena gejolak minyak mentah ini juga mempengaruhi gejolak harga dari berbagai komoditas saat ini seperti bahan tambang lainnya, sawit, dll. Sifat “tamak” pelaku usaha/broker yang ingin menguasai berbagai produk komoditas dunia telah memicu perilaku panic buying untuk melakukan kontrak pembelian dalam jangka waktu panjang agar dapat memperoleh yield keuntungan yang sangat besar.

Ketiga (3) hal fenomena yang luput dari perhatian di atas, merupakan faktor utama terjadinya gejolak ekonomi global saat ini. Sikap “tamak” yang merupakan sikap alami manusia telah memicu munculnya perilaku panic buying yang pada satu saat dapat memberikan dampak keuntungan dari kenaikan harga, tetapi pada saat selanjutnya, alam dan sistem akan memaksa seluruh pihak untuk patuh dan taat pada hukum kesetimbangan (equilibrium law). Sikap untuk membenci dan menghujat kebijakan pemerintah saat ini, sama sekali tidak membantu. Sebab siapapun presiden terpilih pasca Pilpres 2014 yang lalu, akan menghadapi gejolak ekonomi saat ini sebagai rangkaian dari hukum kesetimbangan yang harus berjalan.

Salah satu jalan yang dapat dilakukan pemerintah, adalah mengambil kebijakan makro dengan menghidupkan kembali rantai ekonomi internal (dalam negeri), agar dana APBN dapat terserap secara maksimal di dalam negeri, yang akan memicu efek domino, secara perlahan seperti dalam pembangunan infastruktur dan pembangunan sektor pertanian. Kondisi terburuk seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perusahaan yang collaps atau bangkrut, adalah realita yang harus dihadapi oleh pelaku usaha saat ini, sebagai konsekuensi dari fake growth (kenaikan UMR yang dibarengi dengan Kenaikan jumlah produksi) yang diciptakan secara bersama-sama, baik oleh pihak pelaku bisnis maupun tenaga kerja. Bahkan resiko untuk memusnahkan atau mendaur ulang produk adalah salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha agar rantai ekonomi dapat kembali normal dari kondisi over stock saat ini. Sementara tugas pemerintah adalah untuk mengendalikan agar kondisi gejolak ekonomi saat ini tidak semakin buruk bagi ekonomi nasional, serta memastikan agar kondisi perekonomian Indonesia tetap dalam keadaan terbaik, pasca krisis ekonomi global saat ini. Sebab keberhasilan suatu perusahaan dan suatu negara pada tahun mendatang, sangat ditentukan dari seberapa mampu perusahaan dan negara tersebut pulih (recover) dan berlari kencang.

Blessing in disguise, gejolak ekonomi dunia saat ini, telah memberikan perubahan yang singifikan dalam industry dan ekonomi negara-negara ASEAN, sehingga Indonesia masih memiliki peluang kompetisi yang cukup signifikan pada saat pemberlakukan Kawasan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun 2015 ini.

Mari selalu menyebarkan semangat positif, menuju esok yang lebih baik dan menyambut tahun 2016 sebagai tahun pemulihan dan tahun pembaharuan ekonomi nasional (2016: Year of Recovery and Rejuvenation Business).

 

Salam Perubahan dan #Salam_Pemenang

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun