Seorang anak yang belum boleh memutuskan memilih menjadi warga negara, harus memperoleh kenyataan bahwa dirinya adalah WNA, padahal riwayat atau sejarahnya lebih dominan di Indonesia ketimbang di Negara Lain ?Â
UU No. 12/2006 yang dinyatakan jelas menjunjung tinggi penerapan asas publisitas, asas keterbukaan, asas pelindungan HAM ? Lalu, kenapa saat diapllikasikan justru terkesan "abu-abu" dan menutup ruang seseorang memutuskan kewarganegaraannya pada saat tertentu ?Â
Apakah NKRI lebih menyukai kehilangan Warga Negaranya, karena rumusan UU yang menyatakan secara otomatis kehilangan kewarganegaraan RI, padahal belum ada deklarasi pernyataan legal secara tegas seseorang telah kehilangan WNI ?
Tetap semangat!
Bonardo ParuntunganÂ