Mohon tunggu...
Bonardo Paruntungan
Bonardo Paruntungan Mohon Tunggu... -

Hanya saya saja!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Polemik Dwikewarganegaraan, Jangan-jangan Ada Kekosongan Pengaturan Hukum?

21 Agustus 2016   18:59 Diperbarui: 21 Agustus 2016   19:25 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salam untuk semua...

 

Hangatnya isu kewarganegaraan dan dwikewarganegaraan dari Pak Arcandra dan Nona Gloria ternyata mampu memicu momentum untuk melakukan revisi atas UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaran RI. Sebelum lebih jauh tentu harus diingat bahwa alasan utama revisi atas suatu peraturan hukum tetap saja soal Kesejahteraan atau kemaslahatan NKRI bukan perorangan, golongan atau kelompok.

Kasus kewargangeraan atas kedua orang tersebut bisa saja dialami oleh orang lain yang sedang mengusahakan penyelesaian atas isu dwikewarganegaraan setelah berlakunya UURI No. 12/2006, namun lahir pada masa sebelum UURI No. 12/2006 diberlakukan pada tanggal 01 Agustus 2006. Artinya, perlu ada ketentuan peralihan yang jelas dan tegas menjembatani keadaan hukum akibat pencabutan UU No. 62 Tahun 1958 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 UU No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

UU No. 12/2006 menganut beberapa 4 (empat) asas umum yakni: ius soli, ius sanguinis, asas kewarganegraan tunggal dan asas kewarganegaraan ganda terbatas. Juga, 8 (delapan) asas khusus yaitu: asas kepentingan nasional, asas perlindungan maksimum, asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan asas substantif, asas nondiskriminatif, asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, asas keterbukaan, dan asas publisitas (lihat penjelasan UU No. 12/2006).

Lebih lanjut dalam Penjelasan UU No. 12/2006 ada diuraikan alasan sosiologis berupa pertimbangan bahwa UU yang lama sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan Republik Indonesia ; Alasan filosofis berupa pengaplikasian Pancasila, untuk menjamin pemenuhan hak asasi dan persamaan antar warga negara, serta memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak; dan, alasan yuridis berupa landasan konstitusional UU yang lama yakni UUDS Tahun 1950 sudah tidak berlaku lagi.

ISU KEWARGANEGARAAN NONA GLORIA

Profil beliau singkatnya adalah belum berusia 18 tahun, belum kawin, dan lahir dari perkawinan Ibu seorang WNI dan ayah seorang WNA di Indonesia. KARENA, Nona Gloria lahir pada masa UU No. 62/1958 maka beliau harus merujuk pada ketentuan peralihan UU No. 12/2006 sebagaimana termuat dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 43.

Berikut adalah rumusan Pasal 41 UU No. 12 Tahun 2006 :

Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.

Mari kita lihat Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h dan i di bawah ini :

".............huruf c : anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing ; d. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia ; h. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin ; i. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;

Bahwa Nona Gloria didalilkan sebagai anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNA dan seorang Ibu WNI (huruf d), dan belum berusia 18 tahun atau menikah, menurut aturan peralihan UU No. 12/2006 memperoleh kewarganegaraan RI berdasarkan UU ini dengan mendaftarkan diri paling lambat 4 tahun atau setidaknya mengajukan permohonan paling lambat pada akhir bulan Juli tahun 2010 yang lalu atau sudah terlampaui 6 tahun yang lalu. 

Berdasarkan rumusan Pasal 41, tidak dijelaskan secara tegas konsekuensi dari terlambatnya mengajukan permohonan kewarganegeraan itu terhadap semua orang yang lahir sebelum UU No. 12/2006 ? Selain itu Pasal 41 jika dihubungan dengan Pasal 6 ayat 1 UU No. 12/2006 maka semakin membingungkan karena pada tahun 2010, Nona Gloria belum 18 tahun sehingga belum bisa mengeksekusi ketentuan Pasal 6 ayat 1.

SEJARAH NONA GLORIA SEJAK TAHUN 2000

Sekarang, mari kita ulangi sejarah dari Nona Gloria ini yang baru lahir tahun 2000 sehingga tunduk aturan Pasal 1 UU No. 62/1958 yang karena keterbatasan informasi, tidak dapat dikualifikasikan Nona Gloria adalah WNI dalam definisi Pasal 1 huruf yang a sampai dengan j ? Namun, jika merujuk pada ketentuan UU No. 62/1958, Nona Gloria yang katanya dwikewarganegaraan yakni WNI dan WNA mungkin masuk dalam ketentuan Pasal 1 huruf ( i ) yakni: orang yang lahir di dalam wilayah Republik Indonesia yang pada waktu lahirnya tidak mendapat kewarga-negaraan ayah atau ibunya dan selama ia tidak mendapat kewarganegaraan ayah atau ibunya itu.

Harus diingat, bahwa Pasal 1 UU No. 62/1958 telah menyatakan bahwa Nona Gloria adalah Warga Negara Indonesia sesuai rumusan Pasal 1 UU No. 62/1958 itu. Artinya, Nona Gloria yang sudah lahir sebelum UU No. 12/2006 sebenarnya adalah WNI menurut UU (atas dasar Pasal 4 huruf a UU No. 12/2006), hanya saja karena pembatasan usia dalam UU yang lama dan UU yang baru belum ada dokumentasi atau pernyataan legal yang diterbitkan atas status kewarganegaraanya itu.

Benar, MenKumHAM, dalam hal ini melalui Direktur Tata Negara memberi pendapat kepada Menpora melalui surat balasan bahwa Nona Gloria adalah WNA Perancis dengan merujuk ketentuan Pasal 41, dan adanya paspor WNA Perancis, sumber: https://news.detik.com/berita/3276192/ini-surat-kemenkum-ham-yang-nyatakan-gloria-warga-prancis. Akan tetapi, surat balasan tersebut bukanlah mekanisme yang diminta oleh UU karena tidak ada pemenuhan ketentuan Pasal 29 jo. Pasal 6 ayat 1 jo Pasal 4 huruf ( a ) UU No. 12/2006.

Bahkan jika, mencermati ketentuan Pasal 6 ayat 1 UU No. 12/2006, Nona Gloria tidak mungkin disimpulkan sebagai WNA, silakan membaca di bawah ini :

"Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c,huruf d, huruf h, huruf i, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya".

Lalu, ada apa dengan Pasal 41 dan Pasal "otomatis" 23 UU No. 12/2006 serta penerbitan paspor Perancis milik Nona Gloria dan KITAP yang masih berlaku sebagai dasar pendapat Direktur Tata Negara KemenkumHam - RI kepada Menpora bahwa Nona Gloria adalah WNA Perancis ?

Kapan sebenarnya Nona Gloria bisa dikualifikasikan dalam Pasal "otomatis" 23 UU No. 12/2006 huruf ( h ) karena berpaspor negara lain, maka dia kehilangan kewarganegaraan RI nya ? apakah benar Nona Gloria sudah kehilangan kewarganegaraan RI nya ? tidak ada satu aturanpun yang secara jelas dan tegas dapat menerangkan itu karena Nona Gloria adalah ANAK BELUM BERUSIA 18 TAHUN yang tunduk UU yang lama dan UU yang baru.

Yang harus dipertanyakan adalah, mengapa belum ada Pernyataan Legal jelas dan tegas terhadap Nona Gloria berdasarkan Pernyataan Legal yang diterbitkan MenkumHam bukan surat balasan yang tidak merujuk Pasal 29 UU No. 12/2006 ? Karena UU yang lama dan UU yang baru memberi waktu kepada seorang anak untuk mencapai usia tertentu yakni 18 Tahun untuk membuat keputusannya sendiri, bukan karena pihak lain atau orang tuanya. Dan, mekanisme itu jelas menurut UU yang menganut asas keterbukaan, asas publisitas dan perlindungan HAM.

ISU KEWARGANGERAAN PAK ARCANDRA

Beliau singkatnya diketahui lahir di Indonesia, anak dari perkawinan ayah dan ibu adalah WNI, sudah kawin serta sudah tinggal di Luar Negeri sekitar 20 Tahun lamanya. Lalu, kembali ke Indonesia dengan paspor Indonesia yang masih berlaku dan selanjutnya diangkat menjadi menteri, namun kemudian harus diberhentikan secara hormat.

untuk Pak Arcandra cukup berbeda dengan Nona Gloria, karena Pak Arcandra sudah dewasa sehingga tunduk pada pengaturan orang dewasa dalam UU. Ketentuan yang menjadi polemik adalah otomatisnya kehilangan kewarganegaran RI menurut ketentuan Pasal 23 UU No. 12/2006, Secara kasuistis, Pak Arcandra diketahui memiliki Paspor Amerika Serikat akan tetapi disaat Pak Arcandra memiliki Paspor Amerika tersebut dan sampai saat ini, Menteri Hukum dan HAM belum mengumumkan dalam Berita Negara sebagaimana diamatkan Pasal 29 UU No. 12/2006. Kenapa ?

Jika mencermati Pasal "otomatis" 23 tentang kehilangan kewarganegaraan RI dan Peraturan Pemerintah 2 Tahun 2007, tidak ada ketentuan yang jelas apabila kehilangan kewarganegaraan itu bisa berlaku otomatis tanpa ada Keputusan Menteri (lihat, Pasal 32-34 PP 2/2007), bahkan diperlukan adanya Laporan yang memenuhi ketentuan Pasal 33 PP No. 2/2007 bahkan ada pendapat yang menterjemahkan ketentuan Pasal 23 itu sebenarnya memberi kesempatan bagi Pak Arcandra untuk memilih kewarganegaraannya sumber: http://nasional.kompas.com/read/2016/08/16/14242441/gaduh.kewarganegaraan.ri

Sebenarnya, pendapat tersebut semakin membuktikan ketentuan Pasal 23 tersebut membutuhkan penterjemahan lebih baik dari apa yang dinyatakan dalam PP No. 2/2007, karena baik di UU No. 12/2006 maupun PP No. 2/2007 tidak jelas apakah alasan atau keadaan yang dirumuskan tersebut bersifat kumulasi atau opsional atau boleh memilih sesuka hatinya ? 

Pada akhirnya, kehilangan kewarganegaraan adalah sesuatu yang tidak disukai, dan tidak dimaksudkan terjadi begitu saja secara diam-diam melainkan harus tegas jelas dan terdeklarasi dalam pernyataan legal.

STATUS HUKUM WN ASING ATAU WNI ATAU DWIKEWARGANEGARAAN ATAU STATELESS ?

Apabila kita mengamati melalui pendapat di media dari beberapa pengamat terkenal, ahli hukum tata negara dan ahli hukum Internasional terhadap kedua orang tersebut didapatkan bahwa terhadap Pak Arcandra disimpulkan beliau adalah stateless alias tidak memiliki kewarganegaraan apapun, dan terhadap Nona Gloria disimpulkan tidak diakui sebagai WNI dikarenakan tidak dilakukan pelaporan yang diwajibkan oleh Undang-Undang. Meskipun demikian, keduanya disimpulkan secara singkat telah diperlakukan apa adanya sesuai UU.

Sekilas, sepertinya simpulan terhadap kedua orang tersebut sudah sesuai dengan rumusan UU, akan tetapi mencermati asas-asas yang dianut dan alasan filosofis maupun sosiologis yang melandasi pembentukan UU tersebut penerapan pasal-pasal tentang status kewarganegaraan seseorang menjadi sia-sia belaka terutama mengenai perlindungan atas hak-hak asasi manusia.

Kenapa ? bagaimana mungkin Negara membiarkan seseorang yang lahir, besar dan memiliki riwayat atau sejarah lebih banyak di Indonesia, pada saat dirinya memutuskan untuk berada di Indonesia justru dinyatakan kehilangan WNInya dan menjadi stateless ? Apa yang keliru terhadap perumusan dan pengaplikasian pasal-pasal tersebut ? 

Seorang anak yang belum boleh memutuskan memilih menjadi warga negara, harus memperoleh kenyataan bahwa dirinya adalah WNA, padahal riwayat atau sejarahnya lebih dominan di Indonesia ketimbang di Negara Lain ? 

UU No. 12/2006 yang dinyatakan jelas menjunjung tinggi penerapan asas publisitas, asas keterbukaan, asas pelindungan HAM ? Lalu, kenapa saat diapllikasikan justru terkesan "abu-abu" dan menutup ruang seseorang memutuskan kewarganegaraannya pada saat tertentu ? 

Apakah NKRI lebih menyukai kehilangan Warga Negaranya, karena rumusan UU yang menyatakan secara otomatis kehilangan kewarganegaraan RI, padahal belum ada deklarasi pernyataan legal secara tegas seseorang telah kehilangan WNI ?

Tetap semangat!

Bonardo Paruntungan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun