Bukankah, ada beberapa politisi yang begitu yakin bahwa tidak semua perilaku internal parpol buruk rupa ? Dan mengharapkan jangan ada generalisasi ? Lalu, apakah kegagalan yang sebenarnya menyebabkan deparpolisasi dalam arti sikap alergi itu ? Lebih baik internal parpol saja yang menjawab itu, kalau dari luar khawatir tidak pernah tahu berkeringat dalam membangun NKRI dan lain sebagainya.
Jadi, isu deparpolisasi sama sekali tidak jelas dilempar untuk menegakkan apa ? Lantangya politisi menyatakan bahwa parpol tidak boleh dianggap remeh dalam pertarungan perebutan kepercayaan rakyat atau kekuasaan itu, mungkin sebaiknya dinilai sebagai upaya refleksi mawas diri termasuk memasukkan kenyataaan bahwa tren GOLPUT selalu tinggi dan bahkan secara kalkulasi lebih unggul jumlahnya dibandingkan perolehan suara sah parpol dibanyak event pemilu.
Nanti akan lebih mengherankan lagi jika mencermati soal suksesi kepemimpinan parpol di Indonesia. Tapi cukup disini saja, semoga isu deparpolisasi sungguh-sungguh diperhatikan oleh internal atau elite politik karena parpol adalah ciri demokrasi atau alat berdemokrasi guna menghindari terjadinya kekacauan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang sejuta kepentingan.
TEMAN AHOK, RELAWAN ATAU CALON INDEPENDEN adalah keniscayaan dan bukanlah musuh demokrasi atau parpol. Musuh demokrasi parpol dan rakyat adalah kediktatoran yang berkepanjangan.
Lagipula, calon independen tidak sebanyak yang diperkirakan sehingga bisa menimbulkan deparpolisasi. Masih banyak pilkada lain untuk membuktikan parpol itu bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di NKRI.
Â
Â
Â
Tetap semangat!
Bonardo Paruntungan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H