Mohon tunggu...
Bonardo Paruntungan
Bonardo Paruntungan Mohon Tunggu... -

Hanya saya saja!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Putusan Seumur Hidup bagi Pelaku yang Mengharapkan Masa Depan

29 Juli 2015   14:24 Diperbarui: 11 Agustus 2015   22:04 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam untuk semua...

Majelis Hakim Mahkamah Agung  (MARI) dalam perkara pembunuhan ADE SARA, nampaknya telah memperlihatkan makna keagungannya dengan mengadili Terdakwa dalam perkara pidana pembunuhan (delik) dimaksud dengan putusan seumur hidup. Putusan tersebut sepertinya persis sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena JPU berkeyakinan seluruh unsur delik terpenuhi. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sesungguhnya membenarkan seluruh argumen hukum JPU, bahkan selama persidangan yang termuat dalam Putusan Hakim tidak ada menemukan hal atau alasan yang meringankan bagi Terdakwa.

Pelaku dan Korban memiliki hak atas masa depan

Saat menuliskan ini, saya sedikit merekam argumen soal masa depan di pihak pelaku dan korban mengingat usia masing-masing masih cukup muda, sekitar usia 20 tahunan. Sebelum melanjutkan, teringat film THE JUDGE yang beberapa bulan lalu tayang dengan salah satunya pemeran THE IRON MAN, Robert Downey, Jr. Guna membantu saya berikan tautannya: https://en.m.wikipedia.org/wiki/The_Judge_(2014_film). Singkatnya, Sang ayah yang menjadi Hakim pernah memutus pelaku kekerasan terhadap seorang wanita, namun memberikan pengampunan atau hukuman sangat rendah, saya agak lupa. Intinya, putusan dirasa terlalu meremehkan perilaku kekerasan yang dilakukan oleh Terdakwa dalam film tersebut.

Setelah itu, Hakim yang memutus perkara tersebut tahu bahwa si pelaku ternyata membunuh wanita yang dulu dianiaya, dan menimbulkan penyesalan dalam diri Hakim tersebut hingga si Hakim diadili karena membunuh si pelaku dengan cara menabrak si pelaku dengan mobilnya di jalan raya. Cerita dalam film ini mungkin saja menurut saya bisa direlevansikan ke soal masa depan pelaku dan korban karena dalam film tersebut Hakim mempertimbangkan masa depan si pelaku.

Apabila saya menganalisis Putusan Hakim Agung tersebut di atas atau eksaminasi jika skalanya demi kepentingan keilmuan dan praktek hukum, saya perlu membaca lebih banyak dan bertanya kepada sesepuh ahli hukum pidana apa makna atau arti atau maksud kata "atau" dalam rumusan ancaman hukuman yang didakwakan kepada pelaku sebagaimana termuat dalam Pasal 340 KUHP. Hakim sangatlah ahli dalam menafsirkan pasal-pasal sebelum memberi putusan dengan tujuan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. 

Marilah kita kembali ke soal masa depan dipihak pelaku dan korban. Korban tidak terbantahkan sudah hilang hak masa depannya, yang sekarang ini diterjemahkan dari sisi mimpi orang tua korban atas almarhum. Kemampuan orang tua korban yang luar biasa memaafkan perbuatan namun tidak melupakannya adalah satu hal yang dapat juga dipertimbangkan dalam mengadili si pelaku. Orang tua juga terlihat sangat tertekan karena pembelaan yang dilakukan pelaku seperti dalam artikel berita dalam liputan6.com:

http://m.liputan6.com/news/read/2139569/kepedihan-ayahanda-ade-sara-saat-tiap-hadiri-sidang

Untuk melihat kebenaran suasana kebatinan tersebut dibutuhkan kehadiran setiap saat di persidangan. Tulisan saya tidak akan mampu melakukan itu, dan tidak hendak memperbincangkan hal itu. Fokus tulisan ini hanyalah soal masa depan dikaitkan hanya dengan menilai beberapa Film yang sangat menarik bagi diri saya. 

Keyakinan Hakim dalam perkara aquo

Apabila Majelis Hakim PN/PT yang tidak menemukan alasan meringankan, lalu apa alasan beliau-beliau menghukum 20 tahun bagi pelaku, padahal hukuman penjara tersebut tergolong lebih ringan dari hukuman seumur hidup atau mati ? Bukankah soal usia cukup muda dan masa depan terbersit dalam hati mereka ? Kita tidak pernah tahu karena dalam mengadili melekat juga sebuah keyakinan. 

Jika menilik lagi rumusan ancaman hukuman dalam Pasal 340 KUHP, dan pendapat bahwa apabila tidak ada alasan meringankan maka hukuman maksimal yang seharusnya dijatuhkan kepada Terdakwa. Hukuman maksimal terberat jelas adalah hukuman mati kepada pelaku muda yang masih bisa memiliki masa depan. Lalu, apalagi kira-kira dalih hanya memberi hukuman seumur hidup ? Bagi saya, satu-satunya yang tidak tergoyahkan dengan argumen, teori dan lain-lain adalah faktor keyakinan Hakim sajalah yang bisa mempengaruhi hal tersebut. 

Saya jadi teringat lagi ada Film THE LOFT, ini masih baru dan bisa ditonton asalkan sudah usia dewasa karena lumayan vulgar visualisasi dan inti ceritanya. Saya tertarik soal cerita bahwa si gadis korban sebenarnya belum meninggal sebelum dipotong urat tangannya oleh orang yang tidak tahu bahwa si gadis belum meninggal. Film dimaksud mungkin karangan belaka namun logikanya cukup menarik. Apakah dalam setiap pembunuhan berencana yang tidak dihukum mati membuka adanya ditemukan kemungkinan lain-lain ? Identifikasi TKP dan keahlian forensik sajalah yang menjawab hal tersebut. 

Sulit sekali rasanya menarik simpulan apakah sudah cukup atau sudah adil Putusan seumur hidup tersebut bagi pelaku maupun keluarga korban. Kehilangan orang tua karena faktor usia saja membuat kesedihan, namun saya tidak akan meneruskan lagi tulisan ini karena saya kehilangan orang tua karena sakit di usia masih 60an saja sungguh membuat rindu setiap saat. Kiranya Tuhan menyertai kita selalu.

Tetap semangat!

Ando Sinaga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun