Mohon tunggu...
Bonardo Paruntungan
Bonardo Paruntungan Mohon Tunggu... -

Hanya saya saja!

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Seri Pelayanan Kesehatan : Pengalaman Laparoskopi hampir gagal realisasi di RSUD DKI JALARTA

25 Juli 2015   11:32 Diperbarui: 25 Juli 2015   11:52 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Salam untuk semua...

Tulisan ini berkaitan dengan beberapa tulisan saya tentang pelayanan kesehatan di Provinsi DKI JAKARTA yang saat ini dipimpin oleh satu dari beberapa Pemimpin yang diidolakan dan diharapkan mampu merubah NKRI. Pengalaman ini saya alami pada saat mendampingi mertua saya yang sudah berumur 74 tahun. Semoga melalui tulisan ini diperoleh pembelajaran bagi kami maupun orang lain yang akan menemui kejadian yang sedikit mirip atau kesamaan.

Janji Tindakan Bedah Invasif Minimal (Teknik Laparoskopi)

Mertua saya didiagnosis menderita penyakit batu empedu, untuk mencari tahu apa dan bagaimana tindakan terkait penyakit tersebut dapat dibaca tulisan satu dari sekian kompasianer berikut:

http://www.kompasiana.com/akbar.fahmi/mengapa-kantung-empedu-harus-dibuang_5518166e81331172689de862

Saat itu, beliau sudah direncanakan oleh dokter yang merawatnya untuk dioperasi pengangkatan batu empedu sehingga dilakukanlah segala macam prosedur persiapan operasi dari periksa darah lengkap, cek jantung dan lain sebagainya. Usia yang sudah LANSIA tersebut membutuhkan persiapan dari teknis kedokteran sampai dengan mental/ psikologis beliau. Kami cukup heran atas kesiapan mental beliau yang biasanya mudah khawatir atas apapun, terkait operasi ini nampak sekali keyakinannya. 

Keyakinan dan ketenangan beliau tersebut sepengamatan saya didasarkan atas informasi yang cukup baik tentang prosedur Laparoskopi yang akan dijalaninya memiliki risiko lebih rendah dan cepat pulih serta dokter spesialis yang menanganinya diklaim memang sub spesialis batu empedu dan pengalaman dalam Laparoskopi. RSUD dengan dokter sub spesialis yang demikian itu adalah berkah luar biasa dan sangat diharapkan. Istilah canggihnya beyond expectation.

Saatnya melaksanakan rencana Laparoskopi

Satu hari sebelum hari-H untuk operasi tersebut, Beliau ditemani opung boru sang pendamping hidup puluhan tahun segera bergegas pagi-pagi sekali ke RSUD untuk mencari kamar sebagaimana diminta pihak RSUD dan menemui dokter yang akan melakukan Laparoskopi. Setelah itu, mereka justru pulang ke rumah sekitar jam 12 siang dan bercerita kepada saya bahwa kamar tidak ada, dan yang lebih mengagetkan lagi dokter yang menjanjikan akan melakukan Laparoskopi sedang atau tidak dinas. Kok bisa ?

Keadaan seperti itu tidak beralasan dan memalukan bagi Manajemen RSUD karena Rencana yang sudah lama itu bisa gagal terealisasi. Saya segera mengajak kembali opung boru ke RSUD, sedangkan mertua saya yang akan dioperasi tinggal dulu di rumah karena terlihat kekecewaan dan kelelahannya. 

Laparoskopi yang hampir gagal

Setiba di rumah sakit, kami mendapatkan informasi dan tawaran penggantian dokter dan teknik bedah umum dengan risiko lebih besar dan waktu pemulihan lebih lama. Saya khawatir dan berusaha menemui Manajemen RSUD/ DIREKTUR namun gagal dan hanya berdiskusi dengan salah satu Pejabat bagian keperawatan yang bertanggung-jawab atas ketersediaan kamar perawatan. Sampailah diskusi kami pada titik bahwa saya akan melaporkan atau melakukan upaya hukum terkait keadaan akan gagal operasi karena dokter yang seharusnya melakukan Laparoskopi tidak berdinas lagi atau habis masa kontrak dengan segala macam cerita lainnya.

Kami diminta menunggu oleh Pejabat dimaksud di ruang tunggu kantor Manajemen RSUD, dan opung boru berupaya mencari kamar perawatan di lantai bawah/bagian admisi yang sangat sibuk itu. Setelah 3 jam menunggu kabar, Pejabat dimaksud menemui kami dan memutuskan operasi akan dilaksanakan oleh dokter bersangkutan dan kamar akan disiapkan. Kami lega dan harap-harap cemas karena khawatir ada perubahan lagi.

Setelah itu, kami mengurus dan mengantri kamar perawatan di bagian administrasi. Saya sendiri cukup kaget dan merasa iba atau sedihlah melihat begitu banyak pasien dari kalangan kecil yang susah payah mendapatkan perawatan. Saya melihat ada anak kecil digendong ibunya padahal anak tersebut dalam keadaan diinfus, pertanyaan saya: dimana perawatnya ? 

Singkatnya, saya melihat RSUD tersebut menerapkan self service karena alasan apa ? Biasanya alasan klasik cenderung membosankan kekurangan SDM, ALKES dan lain-lain. Bagaimana Pak Ahok, saya yakin Bapak tahu betul soal ini ? Oh yah belum lagi soal Gedung dan fasilitasnya yang apa adanya.

Akhirnya, hari berikutnya pasien akan dioperasi dan sudah masuk ruang tunggu operasi sejak jam 09.00 dan barulah sekitar jam 1-2 siang pasien dilakukan operasi. Waktu tunggu tersebut terjadi karena Manajemen harus melakukan konsolidasi dengan dokter bersangkutan karena status dokter tersebut, dan entah bagaimana akhirnya Laparoskopi selesai dengan baik, pasien dibawa dulu ke ICU karena risiko LANSIA untuk satu malam. Siang harinya, pasien sudah di kamar perawatan dan 2 hari kemudian sudah pulang karena merasa sehat dan tentunya rindu cucu tersayangnya.

Pengalaman tersebut cukup "ajaib", dan kami adalah satu-satunya pasien yang dioperasi Laparoskopi oleh dokter tersebut, dan selanjutnya dokter bersangkutan sudah tidak dinas di RSUD. Saya pikir RSUD tersebut kehilangan aset penting. Saya melihat ada keteledoran, kelalaian dan minim SOP dalam Manajemen RSUD tersebut, namun dalam kasus kami terjadilah terobosan entah karena ancaman kami atau sisi kemanusiaan mereka.

Semoga dokter bersangkutan dan Manajemen RSUD senantiasa diberkati dan mampu lebih handal di masa yang akan datang. RSUD yang handal pasti menguntungkan dan terhindar dari beban berlebih pasien.

Tetap semangat!

Ando Sinaga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun