Salam untuk semua..
Pada tulisan saya sebelumnya tentang OTT KPK RI, saya menyebutkan bahwa hasil dari penyadapan itulah bukti permulaan sesuai yang termuat dalam rumusan UU Pengadilan Tipikor. Pendapat ahli hukum UGM yang juga saya kutip Prof E.O.S HIARIEJ disimpulkan tentang begitu pentingnya fungsi penyadapan dalam proses penegakan hukum di kasus korupsi dan menilai hasil sadapan adalah bukti permulaan yang masih perlu dilengkapi agar bisa menjadi dasar penetapan Tersangka atas diri seseorang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor).
Saat ini, mencermati news dari media online terdapat pernyataan dari PLT KETUA KPK RI bahwa proses penyadapan itu kurang lebih 2 bulan. Bertitik tolak dari pernyataan beliau tersebut, maka pertanyaannya adalah siapakah yang disadap ? Bukankah salah satu eks Penasehat KPK RI pernah ada menyatakan bahwa penyadapan dilakukan secara SOP ketat dan saya asumsikan selektif hanya terhadap TERSANGKA. Seperti bisa kita analisis dari uraian artikel berita di bawah ini :
Mencermati artikel di atas bahwa hanya orang diduga korupsi sajalah yang diduga memiliki niat kurang baik yang mempermasalahkan soal penyadapan KPK RI. Lebih menonjol lagi bahwa KPK RI tanpa wewenang penyadapan yang sedemikian rupa diperkirakan hanyalah lembaga ad hoc "biasa-biasa saja". Kita tentunya bisa mencari tahu secara mudah lembaga-lembaga bentukan baru sebagai upaya mereformasi NKRI yang katanya "merana" dengan banyak alasan.Â
Pernyataan, tindakan dan upaya hukum seorang Tersangka OTT KPK RI
Dari pengamatan news dari media online, Â ada satu Tersangka yang sedang menimbang-nimbang upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan sesegeranya, dan salah satunya seperti di bawah ini :
Dan, yang teranyar adalah adanya respon dari KOMNAS HAM atas salah satu tindakan pro justitia terhadap salah satu Tersangka. Lalu, bagaimana dengan Tersangka-Tersangka lainnya ? Apa yang mereka lakukan saat ini dalam rangka pembelaan hukum demi kepentingan mereka masing-masing ? Baru belakangan inilah, tersebar berbagai statement di media online tentang adanya berbagi peran. Kita nantikan sajalah proses pembuktian di Pengadilan Tipikor, supaya tidak mudah lelah karena berandai-andai.
Segala upaya hukum dari seorang Tersangka adalah pembelaan dan bagian dari due process of law. Hal itu haruslah dinilai sebagai proses tertib dan penegakan hukum, namun bagi aparat penegak hukum hanya perlu mempersiapkan argumen hukum secara kuat dan sempurna bukan statement kepada publik soal hak Tersangka.Â
Pengadilan adalah forum yang tepat untuk menguji Bukti Hasil Penyadapan
Saya sepertinya perlu mengingat lagi bahwa Pengadilan yang berwenang menilai sah atau tidaknya hasil atau bukti dari penyadapan. Dari sekian banyak bukti hasil penyadapan yang pernah digelar dalam perkara korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, rasa-rasanya Majelis Hakim kurang "gegap gempita" memberi pertimbangan hukum tentang kualifikasi bukti hasil penyadapan. Perkembangan hukum terbaru di Indonesia, Praperadilan menjadi garis start terbaik untuk mengemukakan argumen hukum terbaik seorang Tersangka. Nah, mungkin bisa diperdebatkan dalam forum Praperadilan ?
Kenapa mengandalkan Praperadilan ?
Pada saat di persidangan pokok perkara, bukti-bukti diyakini sangat kuat karena 5 alat bukti menurut KUHAP dipastikan hampir semuanya ada ditangan Jaksa Penuntut Umum. Rumusan UU tentang Pengadilan Tipikor soal keabsaham bukti hasil penyadapan mungkin saja "kurang menarik" apabila alat bukti lainnya sudah cukup menyakinkan.Â
Lalu, siapa yang disadap ?
Dalam kasus "MEDAN" sepertinya ada peluang penggunaan mekanisme "Justice Collaborator" dalam proses pembuktian. Sayangnya, tulisan ini akan berhenti tepat saat saya menemukan simpulan yang mungkin soal siapa yang disadap.
Sebelumnya, perhatikan dan analisis dahulu artikel ini :
http://www.academia.edu/11041071/Pro_Kontra_Wewenang_Penyadapan_Oleh_KPK
Sekali lagi, Penyadapan adalah "tenaga besar" bagi KPK RI sehingga dirasa perlu SOP, evaluasi dan pengawasan. Dalam berbagai undang-undang bahwa hanya Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang untuk melakukan semacam "pengawasan" dalam proses pidana.
Sedikit artikel dari website terkenal yang spesialisasi masalah hukum:Â http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt4b34d3deb69c6/penyadapan
Artikel tersebut akan memberi pengetahuan tentang adanya "sesuatu" yang harus diperjelas, meskipun kita juga akan menemukan kebingungan karena bolak baliknya syarat-syarat untuk Penyadapan alias tidak jelas. Sebaiknya, perhatikan sajalah UU Pengadilan Tipikor bukti hasil penyadapan hanyalah satu dari salah satu alat bukti dalam KUHAP. Itupun Majelis Hakim harus mengkualifikasikan terlebih dahulu.
Sudahkan ada memeriksa UU KPK RI, dikaitkan UU TELEKOMUNIKASI juga UU ITE yang berlaku di NKRI ? Apakah anda menemukan subyek jelas yang bisa disadap ? Apakah syarat-syarat atau rumusan pasal tentang Penyadapan bisa menemukan jati diri orang yang bisa disadap ?Â
Jika seorang Tersangka tidak bisa membuktikan telah disadap, apakah anda bisa membuktikan kausalitas penyadapan kasus "MEDAN" merugikan status Tersangka ? Bagaimana Pengadilan bisa menilai Penyadapan sah atau tidak jika menggantungkan hanya atas uraian kewenangan Penyadapan secara umum ?Â
Jadi, dugaan sementara saya syarat subyektif atau subyek atau orang yang disadap rasanya tidak terlalu penting. Waktu jugalah yang akan membuktikan dan mendorong kita menganalisis soal wewenang Penyadapan KPK RI. Saat ini, Lembaga Super KPK RI harus mampu memberi kepercayaan dan handal dalam segala "medan" dan "cuaca"
Tetap Semangat
Ando Sinaga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H