Tiap-tiap rumusan butir hendaknya dapat dibaca dengan membubuhkan kata "saya" di depannya, agar menjadi sugesti bagi yang membaca untuk melakukan apa yang dibacanya itu.
Tiap-tiap butir yang lama diidentifikasi konsep-konsep kuncinya. Rumusan butir-butir lama yang masih terlalu universal nilai-nilainya dirumuskan ulang, dipecah dan dirinci ke dalam beberapa butir yang baru.
Jika ditemui redundansi atau pengulangan konsep kunci, maka butir-butir lama bersangkutan dilebur menjadi satu atau beberapa butir baru, setelah sebelumnya dilakukan perumusan ulang dan perincian.
Butir-butir baru diurutkan, dimulai dari rumusan-rumusan yang berkenaan dengan cara berpikir, diikuti cara bersikap, kemudian cara bertindak yang dapat langsung diwujudkan sebagai perilaku sehari-hari.
Empat Puluh Lima Butir
Angka 45 adalah angka yang simbolik dan afektif bagi Bangsa Indonesia, maka penambahan dari 36 menjadi 45 merupakan suatu perbaikan yang perlu disambut baik dan dipertahankan.
Sayangnya, persebaran dari yang 45 butir itu ke dalam sila-sila yang lima tidak merata, sehingga, tidak hanya secara simbolik dan estetik, tetapi secara sistematik juga merupakan kekurangan.
Dalam rumusannya kini, Sila Pertama memiliki 7 butir, Sila Kedua 10 butir, Sila Ketiga 7 butir, Sila Keempat 10 butir, dan Sila Kelima 11 butir.
Oleh karena itu, dalam rumusan baru, tiap-tiap sila dirinci ke dalam 9 butir. Angka 9 dalam numerologi Jawa melambangkan semangat, keindahan, kemuliaan dan kesempurnaan.
Rumusan baru yang lebih baik sistematikanya, sekaligus simbolik dan estetik ini, diharapkan akan menambah semangat para pembelajar, sehingga Pancasila benar-benar menjadi kenyataan yang hidup dalam pikiran, sikap dan perilaku Bangsa Indonesia sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H