Mohon tunggu...
Bonita Simanjuntak
Bonita Simanjuntak Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komuniaksi 2020

Saya merupakan mahasiswa salah satu universitas swasta di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Indonesia: 80-an vs 2000-an!

9 September 2022   19:23 Diperbarui: 13 September 2022   20:32 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Kumparan

Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang dipandang dalam berbagai macam perspektif, yaitu sebagai seni, media edukasi, hingga  industri media massa (Komalawati, 2017, h. 2)

Seiring perkembangan zaman, aliran film semakin beragam. Aliran film tersebut juga dikenal sebagai genre film. Mulanya, istilah genre mulai dikenal dari produksi teater atau sastra sebab berupa narasi cerita (Astuti, 2022, h. 23)

Genre berasal dari bahasa Perancis dan Latin yang berarti jenis khusus karya seni seperti novel maupun puisi 

Pada artikel kali ini, saya akan mengajak anda membandingkan kedua film, dimana film yang satu tayang pada tahun 90-an dan satunya lagi adalah film yang tayang pada tahun 2000-an

Melalui perbandingan ini, kita akan mempelajari bagaimana perbedaan film indonesia mulai dari tahun 90-an hingga saat ini. Secara Khusus kita akan melihat perbedaannya dengan perbandingan penggunaan paradigma, genre dan subgenre pada kedua film ini

Cinta Segitiga (1983)

Sumber gambar: wikipedia
Sumber gambar: wikipedia

Siapa yang tidak mengenal Raja Dangdut Rhoma Irama? Setelah sukses memulai karirnya dalam dunia musik di tahun 1960-an, ia mulai merambah pada dunia perfilman di tahun 1975.

Salah satu film yang ia bintang berjudul Cinta Segitiga. Film tersebut merupakan film dengan genre utama drama klasik yang tayang perdana pada tahun 1983. 

Film ini mengisahkan tentang pemuda bernama Rhoma yang terlibat cinta segitiga antara ia, Rika yang merupakan kekasihnya, dan Dendy yang merupakan kakak Rhoma. 

Cinta segitiga diantara mereka terjadi karena Ayah dari Rhoma datang menemui orang tua Rika yang merupakan kekasih Rhoma untuk melamarnya. Namun lamaran tersebut bukan atas nama Rhoma, melainkan atas nama Dendy kakak Rhoma.

Rhoma yang pada mengetahui masalah itu, tidak dapat berbuat apa apa karena tidak ingin melihat kakak dan ayahnya sedih.

Masalah yang dihadapi Rhoma tidak berhenti sampai disitu. Dalam film ini tokoh Rhoma juga kembali menghadapi masalah dimana ia kehilangan penglihatan akibat sebuah insiden.

Imperfect: Karir, Cinta dan Timbangan (2019)

Sumber Gambar: Kumparan
Sumber Gambar: Kumparan

Film yang tayang pada 2019 ini merupakan film yang mengangkat tema insecurity. Diperankan oleh berbagai aktor kenamaan Indonesia seperti Reza Rahadian, Jessica Mila, Yasmin Napper dan beberapa aktor kenamaan lainnya, film Imperfect dapat dikatakan sukses dengan penontonnya yang mencapai 2,6 Juta lebih.

Film ini bercerita tentang tokoh Rara yang terlahir gemuk dan berkulit sawo matang mengikuti gen sang Ayah. Sementara itu adiknya yang bernama Lulu terlahir dengan kulit putih yang mengikuti gen Ibunya. 

Tokoh Rara kerap mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari lingkungan sekitarnya, namun Dika yang merupakan kekasih Rara selalu menerima Rara apa adanya.

Pada suatu hari Rara mendapatkan penawaran dari bosnya yang bernama Kelvin untuk naik jabatan, namun ia harus terlebih dahulu mengubah total penampilannya.

Tawaran yang diterima Rara dari bosnya membuat dia mulai insecure dan mulai mencoba berbagai cara untuk mengubah tubuhnya menjadi bentuk yang ideal.

Setelah melewati berbagai proses, Rara berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan dan akhirnya naik jabatan. 

Namun masalah tidak selesai begitu saja. Setelah memiliki penampilan yang ideal dan cantik, sikap dan perilaku Rara tiba-tiba berubah. Hal itu membuat ia terlibat konflik dengan sahabat dekatnya, kekasihnya hingga bahkan adiknya sendiri.  

Pada suatu waktu, berbagai permasalahan baru yang dihadapi membuatnya tersadar dan mencoba untuk berdamai dengan orang-orang yang terlibat konflik dengannya. Rara juga menyadari bahwa penampilan bukan menjadi hal utama kembali percaya diri untuk tampil sebagai diri sendiri.

Paradigma Film

Paradigma yang ada pada film berfungsi untuk melihat pesan yang terkandung dalam film, selain itu juga untuk menjelaskan fokus analisis suatu film dan yang terakhir untuk mengenal aturan yang harus diikuti dalam menginterpretasikan film.

Film Cinta Segitiga tahun 1983 menunjukan penggunaan paradigma fungsionalisme. Paradigma ini memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan (agama, pendidikan, struktur politik hingga keluarga) (Astuti, 2022, h. 21).

Pandangan paradigma fungsionalisme tersebut terdapat dalam film ini dimana terdapat unsur  agama dalam berbagai dialog yang diungkapkan pemeran Rhoma maupun tokoh lainnya. 

Terdapat pula unsur keluarga dalam drama ini yang tampak dalam berbagai adegan Rhoma bersama anggota keluarganya yang saling menunjukan rasa kekeluargaan, misalnya ketika adegan dimana Rhoma berharap kakaknya tidak jadi bekerja di luar kota karena ia akan merasa sedih. 

Kedua unsur ini bersatu sebagai sistem yang berkaitan, dimana keluarga dapat dikatakan  dasar utama dalam pembentukan pola pikir keagamaan yang dianut dan dipahami Rhoma. 

Sementara itu, film Imperfect yang tayang pada tahun 2019 mengandung paradigma fenomenologi. 

Dalam paradigma fenomenologi, dimana film berupaya untuk menjelaskan makna dan pengalaman hidup sejumlah orang tentang suatu konsep atau gejala (Astuti, 2022, h. 22).

Hal tersebut ditunjukan dengan kebanyakan penonton yang merasa relate dengan tema yang diangkat film ini, yaitu insecurity. Masalah insecure terkait berat badan hingga warna kulit merupakan sebuah fenomenologi yang kerap terjadi di kalangan anak muda. 

Genre

Genre juga dapat dikatakan sebagai gaya, jenis, serta kelas atau klasifikasi yang berdiri sendiri. Genre terbentuk dengan didasari penggambaran maupun potongan cerita kehidupan (Astuti, 2022, h. 23).

Dalam pembahasan saya kali ini, kedua film ini termasuk ke dalam genre drama. Genre drama mempunyai ciri plot dan alur yang kuat, mengusik emosi penonton, emosi serta hubungan antar tokoh intens serta realistis (Astuti, 2022, h. 29).

Menurut Ronny (dalam Astuti, 2022, h. 28) genre drama banyak menyedot penonton, sehingga memicu produser memilih genre ini.

SubGenre Dalam Film

SubGenre merupakan perkembangan dari 3 genre utama film akibat keberagaman film setelah perkembangan teknologi, sosial serta budaya.

Film Cinta Segitiga (1983) merupakan film dengan subgenre musikal. Pada film dengan subgenre musikal, musik merupakan tema utama film. 

Dalam film ini terdapat beberapa scene dimana tokoh Rhoma dan Rika bernyanyi dengan memakan waktu selalu lebih dari 4 menit. 

Selain itu, menurut Astuti (2022, h. 30) film dengan subgenre musikal juga kerap menunjukan pertunjukan diatas panggung. Hal itu terlihat dalam film ini dimana Rhoma yang dalam film ini merupakan penyanyi dangdut terkenal, kerap melakukan acara musik. 

Sementara itu, pada film Imperfect (2019) subtema yang dimunculkan cenderung komedi. 

Hal itu tampak pada plot film yang jelas dan adanya pesan moral yang positif, yang dimana pesan moral yang dapat saya tangkap adalah berani menjadi diri sendiri, percaya diri dan tidak insecure.

Film ini juga dibintangi oleh beberapa komedian tanah air seperti Ernest Prakasa dan Kiki Saputri yang membuat film ini dapat menciptakan tawa riang bagi penonton. 

Nah... berdasarkan pembahasan kita, dapat kita lihat terdapat perbedaan dalam segi paradigma, genre hingga subgenre dalam kedua film dengan tahun rilis yang berbeda ini. Saya harap, kita akan dapat lebih memahami lagi mengenai paradigma, genre hingga subgenre pada film setelah membaca artikel ini.

Dari pembahasan kita ini, dapat kita lihat bagaimana kedua film ini menggunakan paradigma, genre hingga subgenre masing-masing. Dalam hal perbedaan paradigma, menurut saya film di tahun 90-an cenderung memiliki pola ke arah kisah cinta, agama dan keluarga. 

Sementara paradigma film di tahun 2000-an mulai memiliki perkembangan dimana terdapat paradigma fenomenologi yang menunjukan bahwa film pada masa sekarang memiliki sudut pandang dari fenomena yang terjadi dalam masyarakat, sehingga tidak kaku dan monoton seperti tahun 90-an.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti. (2022). Buku Ajaran: Filmologi Kajian Film. Yogyakarta: UNY PRESS.

Komalawati, E. (2017). Industri Film Indonesia: Membangun Keselarasan Ekonomi Media Film dan Kualitas Konten. Jurnal Komunikasi, vol 1(1), 1-2.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun