Kedua, kata “Komunikasi” Defenisi komunikasi tersebut adalah suatu satu kesatuan yang saling berhubungan. Atau dengan kata lain, disebut komunikasi apabila kelima unsur yaitu penyampai pesan, pesan, penerima pesan, alat penyampai pesan, dan efek yang timbul dari pesan tersebut ditemukan dalam satu kondisi secara sekaligus. Kalau salah satu saja, bahkan kalau hanya ada empat dari lima unsur yang ada yang saling berhubungan, maka kondisi tersebut belum tepat dikatakan sebagai sebuah komunikasi.
Ketiga, kata “Indonesia” dalam konteks sosial politik, yang dimaksud dengan Indonesia adalah sebuah negara yang berideologi Pancasila, berlambang Burung Garuda, berbendera merah putih yang terdiri dari gugusan ribuan pulau-pulau dari Sabang sampai Merauke. Indonesia terdiri dari ratusan suku/etnis yang disatukan menjadi bangsa Indonesia, dan terdiri dari ratusan bahasa daerah yang berbeda yang disatukan oleh bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari.
Dari ketiga defenisi tersebut, yang masing-masing memberi batasan sesuai dengan makna kata, maka frasa Sistem Komunikasi Indonesia membentuk maknanya sendiri. Tirtawati mendefinisi sistem komunikasi adalah sekelompok orang atau pedoman dan media yang melakukan suatu kegiatan mengolah, menyimpan menuangkan ide, gagasan, simbol, lambang menjadi pesan dalam membuat keputusan untuk mencapai satu kesepakatan dan saling pengertian satu sama lain dengan mengolah pesan itu menjadi sumber informasi. Pendapat seperti ini merujuk pada hal yang terjadi dalam sebuah sistem, sistem komunikasi dan informasi dalam suatu negara yang saling memengaruhi dengan sistem politik dan kenegaraan, sistem ekonomi, sistem sosial dan lainnya.
2. Urgensi Masalah Komunikasi
Masalah komunikasi minimnya masyarakat yang tidak mengikuti batasan usia pada media sosial dan internet memang menjadi isu yang cukup penting dan mendesak untuk diperhatikan.
1. Perlindungan anak dan remaja: Konten yang tidak sesuai dengan usia dapat berdampak negatif pada perkembangan psikologis, moral, dan sosial anak-anak dan remaja. Mereka rentan terhadap paparan konten berbahaya seperti kekerasan, pornografi, atau konten yang tidak pantas.
2. Kesehatan mental: Penggunaan media sosial dan internet tanpa batasan usia dapat memicu masalah kesehatan mental seperti kecanduan, depresi, kecemasan, dan masalah psikologis lainnya, terutama pada anak-anak dan remaja.
3. Etika dan tanggung jawab: Kurangnya pengawasan dan batasan usia dalam penggunaan media sosial dan internet mencerminkan kurangnya tanggung jawab dan etika dari pengguna maupun penyedia layanan. Hal ini dapat berdampak luas pada masyarakat.
4. Regulasi dan kebijakan: Diperlukan regulasi dan kebijakan yang jelas dan tegas terkait batasan usia penggunaan media sosial dan internet untuk melindungi kelompok rentan, khususnya anak-anak dan remaja.
5. Edukasi dan literasi digital: Masyarakat perlu diedukasi dan ditingkatkan literasi digitalnya agar dapat menggunakan media sosial dan internet dengan bijak dan bertanggung jawab sesuai usia.
Oleh karena itu, masalah komunikasi minimnya masyarakat yang tidak mengikuti batasan usia pada media sosial dan internet harus segera ditangani secara komprehensif melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk melindungi generasi muda dan menjaga kesehatan mental masyarakat.