Melalui penelitian lanjutan oleh perusahaan, terungkap si manager senior berusaha mempengaruhi anggota panel pewawancara bahwa calon karyawan itu layak dan harus masuk bekerja dibawah organisasinya, bahkan memalsukan data ke HRD sehingga saudara dekatnya itu diterima dengan level gaji yang lebih tinggi. Padahal anggota tim pewawancara yang lain tidak setuju dan mengatakan ada calon lain yag lebih layak diterima.Â
Perusahaan memutuskan untuk memecat si manager senior karena terbukti telah menyalah-gunakan wewenang, dan juga memecat si karyawan baru karena proses perekrutan-nya tidak melalui proses yg fair dan jujur.
Kapan kita, terutama aparat negara, bisa memulai untuk tidak mendekati dan menghindar praktek –praktek kecil yang bisa mengarah ke perbuatan korupsi seperti contoh diatas itu?Â
Yang bisa diambil dari contoh-contoh yang aku tulis diatas adalah: Keterbukaaan, kejujuran, dan tidak ada rasa takut/segan untuk menegur atau melaporkan praktek-praktek yang melanggar etika perusahaan, walaupun dilakukan oleh atasan sendiri. Fair, dan tidak takut balas dendam dari yangt dilaporkan, karena tindakan balas dendam adalah pelanggaran etika dan bisa berakibat pada pemecatan. Transparan, dan akuntable, semua transaksi atau keputusan ada catatan, yang bisa dilacak dengan mudah. Dan yang penting pelaksaannnya konsisten, dan tidak tebang pilih.
Salam
Seattle 9/7/2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H