Mungkin bagi kebanyakan orang Indonesia, masalah dwi-kewarganegaraan adalah hal yang aneh, tidak nasionalis, agen ganda, bermuka dua, dan lain-lain. Tidak ada yang salah dengan opini seperti itu, karena memang UU RI tidak membolehkan seseorang untuk mempunyai lebih dari satu kewarganegaraan. Sebagian masyarakat RI mungkin tidak punya informasi bahwa ada banyak negara yang membolehkan seseorang untuk punya 2 atau lebih kewarganegaraan.
Sekadar mengawali tulisan. Kisahku bisa menjadi TKI biasa-biasa saja, tidak istimewa dan tidak akan menginspirasi orang lain. Hehehe. Sejujurnya menjadi TKI yang harus bekerja dan tinggal jauh dari sanak famili bukanlah pilihan idealku. Tinggal dan bekerja secara pemanen di sebuah tempat yang sangat jauh di belahan lain bumi, dengan budaya, bahasa, agama, dan orang orang dengan ras yang sangat berbeda, pada awalnya tidak pernah terlintas dalam pikiranku.
Tapi apa daya, aku tidak cukup laris di dalam negeri dan punya pengalaman buruk. Saat awal-awal lulus sekolah, aku datang menyerahkan berkas lamaran dan ikut tes ke sebuah kantor BUMN besar di Jakarta Pusat. Saat itu aku mendapat pertanyaan dari petugas yang menerima berkas, “Kamu dibawa siapa?” Karena aku terlihat bengong, sang petugas melanjutkan kalimatnya, ”Di sini kalau tidak punya saudara atau orang dalam, susah sekali bisa masuk”. Aku mencoba mencerna apa maksud dari perkataan petugas itu.
Apa ini peringatan agar jangan berharap bisa masuk, atau ini penawaran agar aku mau memakai jalan belakang? Ah … entahlah. Karena aku memang tidak punya saudara di BUMN itu dan juga tidak punya cukup duit buat menyogok (amit-amit), maka aku cuma bisa diam. Dan hasilnya aku tidak lulus tes. Aku tidak lulus tes karena mungkin memang tidak cukup pintar untuk BUMN besar tersebut :(
Pada suatu saat aku dapat jalan untuk bekerja (dan jalan-jalan) ke luar negeri dengan iming-iming duit yang sangat menggiurkan tentunya. Pada awalnya yang ada di dalam pikiranku adalah, aku hanya sementara jadi TKI dan akan mengais dolar sebanyak banyak dalam tempo se-singkat-singkatnya. Tapi ternyata sudah jalan hidupku untuk harus hidup menetap dan tidur nyaman di negeri orang sampai sekarang ini, yang semuanya aku dapatkan dengan usaha sendiri.
Sampai saat ini, pikiran untuk ganti paspor biru (Amerika) belum ada, dan aku masih sangat berharap dengan usulan diaspora Indonesia di Amerika agar RI merevisi UU, sehingga kita di Amerika bisa punya 2 paspor secara legal. Jujur saja, ada lubang-lubang yang memungkinkan kita punya 2 paspor di Amerika, paling tidak untuk jangka waktu 10 tahun. Cara ini legal untuk US tapi ilegal bagi RI. Ah aku jadi punya pikiran.... Jangan-jangan dengan adanya skandal menteri WNA yang ‘jenius’ baru-baru ini, pemerintah RI akan mengubah total proses pengurusan paspor RI di luar negeri? Kalau itu benar, sebagai TKI kelas bawah aku hanya bisa misuh, “Jiangkrik!”
Ah sudahlah....
Apa sih yang dicari seorang TKI kelas rendah seperti aku ini? Jawaban jujurku cuma satu dan konsisten dengan yang sudah aku sebut di atas: dolar. Kalaupun ada jawaban lainnya seperti: ingin hidup lebih sehat, aman, nyaman, sekolah anak lebih bagus, dan lain-lainnya, itu cuma akibat. Ide awalku adalah mengumpulkan yang banyak dolar untuk keluarga dan sebagian dikirim ke kampung sebagai investasi yang sederhana, mungkin untuk beli rumah, atau tanah/sawah, atau toko, atau apa saja yang bisa membantu taraf hidup keluarga (besar) di Indonesia. Punya investasi di tanah air tentu saja jauh lebih mudah jika aku masih punya paspor hijau RI, segala urusan bisa diselesaikan dari jarak jauh dengan dengan surat kuasa yang dilegalisasi oleh KBRI/KJRI di US.
Tapi....
Semakin lama hidup di US, aku merasakan akan lebih nyaman lagi jika aku bisa juga menjadi WNA. Sebagai minoritas muslim aku akan merasa lebih terlindungi, lebih mudah untuk memulai usaha, lebih mudah mencari kerja, bisa menjadi pegawai pemerintah federal, bisa bekerja ke proyek militer, bisa menjadi tentara, bisa mensponsori saudara yang ingin hijrah ke US, dan bisa menyalurkan hak politik sebagai muslim di Amerika.
Dan kalau misalnya aku ingin jalan-jalan keluar negeri, akan jauh lebih mudah dengan memakai paspor US, komplit dengan jaminan perlindungan kelas satu oleh semua perwakilan pemerintah US di seluruh dunia.... Lho wong Amerika rek! Tambahan lagi, pemegang status permanent residence (green cards) seperti statusku saat ini, masih bisa ditendang keluar US, jika terlibat secara tidak langsung/langsung perkara kriminal kecil dan besar.
Egois ya? Memang. Dan lagi masa sih gara-gara kepentingan remeh temeh TKI kelas bawah seperti aku, keamanan Negara RI dikorbankan? Kepentingan RI jadi terancam dan dirugikan? Akan banyak agen-agen ganda berkeliaran, pengemplang pajak bebas mondar-mandir. Ok, aku mengerti.
Silakan saja semua detail detail UU-nya dibikin ketat, hal-hal yang merugikan diminimalisasi, dan harus diterapkan secara konsisten. Tentu saja tidak ada yang sempurna, selalu ada pro dan kontra. Selama dunia belum menjadi surga, tidak akan bisa memuaskan semua orang.... Dan akan ada pertanyaan lanjutannya: bagaimana pelaksanaannya? Bagaimana dengan mental/moral aparat yang berwenang menerapkan UU itu? Itu adalah soal lain, yang jawabannya kita semua mungkin sudah sangat paham :(
Kalau ada yang mengajak diskusi pro-kontra dwi-warganegara ini secara hukum, ekonomi, dan apalagi politik, aku menyerah saja, Cak. Nggak mau ikut-ikutan pusing… :D
Kalau ada yang mempertanyakan ke WNI-an ku, kecintaanku ke RI, jawaban jujurnya adalah: tentu saja aku masih cinta RI, masih WNI asli yang alhamdulillah tidak pernah korupsi, tidak pernah melanggar hukum, masih punya NPWP, masih bayar pajak, masih bayar PBB. Eh hampir lupa kalau aku pernah melanggar lampu merah dan tanda dilarang memutar :D
Anda mau percaya atau tidak, ya rapopo :D
Salam
Seattle 8/24/2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H