Mohon tunggu...
bonekpalsu
bonekpalsu Mohon Tunggu... profesional -

Bonek palsu yg bejo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sekolah Negeri, Kenapa Tidak Pakai Sistem Distrik?

4 Agustus 2015   00:12 Diperbarui: 4 Agustus 2015   00:20 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore hari saat jajan bakso dikomplek perumahan (aku mudik minggu lalu), aku sempat mencuri dengar obrolan seorang anak SMP (Negri) favorit yg kebetulan berteduh karena hujan lebat, dengan sipenjual bakso. Inti dari obrolan mereka adalah perjuangan anak SMP itu ke sekolah: 2 kali naik angkot + kereta api ( juga untuk saat pulang) yang memakan waktu ‘normal’ 3 jam (p-p). Normal disini artinya tidak ada kejadian special sehingga lalulintas yg memang sehari hari sudah macet, tidak menjadi luar biasa macetnya. Jika 3 jam dikali 5 hari (asumsi ku Sabtu libur) - 15 jam dalam seminggu, dan total 60 jam dalam sebulan. Wow! Makanya aku bisa mengerti (walaupun tidak setuju) kalau banyak anak anak SMP yg sudah pakai motor kesekolah untuk menghemat ongkos dan waktu.

Obrolan anak SMP dan tukang basko itu membuat selera makan bakso ku menjadi sedikit terganggu dan aku jadi bertanya-tanya, mengapa sekolah-sekolah Negri di Indonesia tidak menerapkan sistem distrik?

Di US, public school (sekolah negri), selain gratis-tis ... malahan anak dengan orang tua yang berpenghasilan kurang akan diberi bantuan perlengkapan sekolah dan 2 kali makan (sarapan dan makan siang), memakai sistem distrik. Ada zone-zone (distrik) sekolah yg meliputi wilayah tertentu yang berkewajiban untuk mengadakan kegiatan belajar-mengajar dari tingkat pre Elementary (TK) sampai High School (SMA). Setiap anak (penduduk dg alamat tetap) didalam sebuah distrik sekolah, otomatis punya hak untuk masuk disekolah2 didalam distrik itu. Ini juga berlaku bahkan untuk anak yg orang tuanya illegal untuk tinggal di US.

Tergantung dari jumlah penduduk, setiap distrik bisa ada lebih dari satu TK, bisa ada lebih dari satu SD, bisa ada lebih dari satu SMP, dan bisa ada lebih dari satu SMA. Wilayah distrik sekolah tidak sama dengan wilayah kota. Kota yg bertetangga, walaupun secara adminsitratif dipimpin oleh walikota yg berbeda, bisa menjadi satu distrik sekolah. Distrik sekolah bisa juga lebih luas dari dari wilayah kota, contohnya distrik sekolah A bisa mencakup sebagian wilayah kota B.

Sekolah-sekolah dalam sebuah distrik wajib menampung semua anak anak dalam wilayahnya. Tidak ada persyaratan ruwet. Contoh, saat anak anak ku pertama kali masuk sekolah, aku cuma membawa akte kelahiran (dan terjemahannya, data orangtua/wali, alamat rumah/apartment. Sekolah juga mendata kebutuhan transportasi (bis sekolah) dan bantuan lain. Itu saja.

Tidak ada uang gedung, uang kursi, uang seragam, uang buku, uang pangkal, surat pindahan, dan segala tetek bengek lainnya. Dengan sistem distrik ini membuat setiap anak bersekolah tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya, di radius service bis sekolah. Sehingga anak tidak banyak terbuang waktunya untuk pergi dan pulang dari sekolah. Dan yang paling penting adalah setiap anak PASTI DITERIMA untuk bersekolah didalam distrik dimana dia tinggal. Tidak ada rebutan bangku, tidak ada sogok menyogok, tidak perlu katabelece atau surat sakti ….

Ah …. Jadi ingat dulu saat aku membantu pindahan anak2 kakak ku dari Surabaya ke Bandung. Kakak ku (TNI) ditugaskan untuk sekolah di Seskoad di Bandung selama satu tahun dan semua keluarganya ikut ke Bandung karena biasa nya setelah Sesko, seorang anggota TNI pasti dipindah ke kota lain. Aku lumayan kalang kabut membantu agar anak2 kakak ku bisa sekolah di Bandung. Mulai dari HARUS PUNYA KTP Bandung, HARUS ADA SURAT PINDAH dari KanWil DikBud JaTim, dan HARUS ADA SURAT ACC dari KanWil Dikbud Jabar.

Untuk urusan KTP, terpaksa aku minta bantuan seseorang yg punya akses di Kantor Kelurahan dimana kakak ku mengontrak rumah untuk keluarganya di daerah GatSu Bandung, agar bisa segera punya KK dan KTP Bandung. Surat pindahan sekolah dari Kanwil DikBud Jatim juga bisa didapat berkat katabelece kakaku di Surabaya.

Nah saat aku datang untuk minta surat acc dari KanWil DikBud Jabar aku jadi bingung ….. di kantor KanWil sudah ada puluhan orang tua murid menggerombol dengan niat yg sama dengan aku. Tapi tidak jelas apa yang harus dilakukan, dan parahnya pejabat yg berwenang katanya sedang tidak ada ditempat. Mungkin ngumpet dari orang tua murid yg resah dengan urusan pindahan sekolah ini karena waktu untuk sekolah sudah semakin dekat. Hampir seharian aku menunggu dikantor DikBud Jabar tanpa hasil, tapi aku tetap kembali kesana keesokan harinya juga dengan hasil yg sama, nihil. Aku menyerah, karena tidak bisa mbolos kerja terus menerus untuk mengurus sesuatu yang tidak jelas prosedurnya. Kakakku yang akhirnya tiba juga di Bandung untuk persiapan masuk Seskoad, datang ke Kanwil DikBud dengan memakai seragam TNI dan berhasil menemui pejabat yg berwenang (maklum sendirilah … TNI koq dilawan) dan misi untuk mendapat surat persetujuan dari KanWil Jabar sukses. Anak anak kakakku akhir bisa masuk sekolah Negri di bandung, tapi dapatnya cukup jauh dari rumah kontrakan dan bukan sekolah yg cukup bagus reputasinya alias sekolah sisa … he he he. Oh ya keruwetan pindah sekolah ini hanya untuk yg SMP, untuk SD relatif lancar jaya.

Kembali ke topik awal, salah satu dampak dari sistem distrik ini adalah, untuk sekolah sekolah dengan reputasi, ranking, dan fasilitas yang bagus akan membuat harga rumah/apartment didalam distrik itu akan menjadi relatif lebih mahal dari rumah/apartment di distrik sekolahnya tidak favorit. Secara logis anak anak dari orang tua dengan penghasilan menengah keatas menjadi mayoritas di distrik sekolah negri favorit. Walaupun begitu pihak city juga punya program bantuan perumahan/apartment untuk orang dengan penghasilan kurang didalam distrik sekolah yg bagus, sehingga anak anak mereka bisa juga masuk sekolah bagus + bantuan perlengkapan sekolah.

Di US tidak ada anak yang harus berjuang sedemikian beratnya untuk pergi dan pulang sekolah (negri), tidak perlu menghabiskan waktu ber jam2 dijalan, dan resiko kecelakaan karena membawa kendaraan sendiri kesekolah sangat kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun