Mohon tunggu...
Bonefasius Sambo
Bonefasius Sambo Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang gemar menulis

Penulis Jalanan ~Wartakan Kebaikan~

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Kasih Natal di Gubuk Tua

23 Desember 2017   16:06 Diperbarui: 23 Desember 2017   16:16 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Natal Sumber : priska's blog

Hujan sore ini seperti tak mau redah. Gelegar guntur pertanda hujan akan terus berlanjut hingga malam. Tampak dari kejauhan seseorang berlindung di depan teras di salah satu rumah penduduk. 

Rumah itu kosong. Orang itu masih mengenakan mantel hujan setelan. Sepertinya ia masih mau melanjutkan perjalanan. Di depannya berdiri dengan gagah sebuah motor untuk tunggangan laki-laki. Kalau dilihat sih jenis motor itu keluaran terbaru. Warnanya hitam legam dan modelnya kekinian. Bisa jadi orang itu bukan orang biasa.

Dari balik mantel ia mengeluarkan sebungkus rokok. Di ambillah sebatang rokok itu iapun menyulutnya. Terlihat ia begitu menikmati. Bayangkan saja jika ada segelas kopi disitu ia pasti menghabiskan waktu yang membosankan di teras dimana ia berlindung.

Perlahan-lahan hujan hanya menyisakan gerimis. Orang itu membenahi mantelnya. Tasnya dipunggungkan. Gerakan yang lincah menandakan ia masih muda. Tapi dalam keadaan bermantel agak sulit menebak berapa usia orang itu.

Ia menyusuri jalan pedesaan yang berlumpur, memacu motornya menerobos malam yang begitu pekat. Mungkin karena hari hujan sehingga jarak pandang hanya sekitar lima meteran.  Dia begitu hati hati, sesekali ia menurunkan salah satu kaki untuk menjaga keseimbangan motornya.

Hujan yang sebelumnya rintik, tiba-tiba berubah lebat sehingga sangat mengganggu penglihatan orang itu. Dan iapun memutuskan mencari rumah penduduk untuk berlindung kalau bisa menginap untuk semalam saja.

Kebetulan disitu ada sebuah gubuk tua. Ia nekat mampir ke gubuk itu walau hatinya ragu-ragu.

"Shalom, selamat malam. Selamat malam," ucapnya memberi salam.

Dari dalam kedengaran langkah kaki menuju ke arah pintu. "Selamat malam," balas penghuni gubuk itu. Eh ternyata yang membuka pintu itu hanya seorang gadis cilik. Gadis kecil ini sedikit kebingungan dan takut. Apalagi melihat orang baru dan datangnya di tengah malam pula.

"Boleh Om, masuk?" ia bertanya kepada gadis kecil itu. Melihat anggukan kepala gadis kecil itu, si pemuda itu memberanikan diri masuk ke dalam gubuk. Gubuk itu hanya berlantai tatakan batang-batang kayu. Di pojok ruang ada tatakan kayu yang berisi tanah yang dipakai sebagai tempat memasak. Kondisinya sungguh apa adanya.

"Perkenalkan nama om, Gabriel. Boleh kok dipanggil Gaby."

"Boleh tahu, siapa nama adik?" tanya Om Gabriel. "Shinta, om," jawabnya singkat. Cerita pun  berlanjut kalau Shinta kelas lima sekolah dasar pada sekolah yang ada di desa itu.

Pemuda bernama Gabriel itu terkejut saat tahu kalau gadis ini dipelihara oleh neneknya. Ibu dari gadis ini meninggal beberapa bulan setelah melahirkan Shinta. Selama ini ia bersama neneknya menetap di gubuk ini dalam kehidupan yang serba terbatas. Tidak ada perabot dapur yang istimewa. Semua yang ada hanya cukup untuk mereka berdua.

Sepertinya Shinta sudah terlatih untuk mandiri. Ia memanaskan air. Beberapa saat kemudian ia membawa segelas kopi ke pemuda itu. Berikutnya sepiring singkong. Neneknya Shinta yang semenjak tadi bak membisu entah alasan apa kali ini mempersilahkan pemuda itu mencicipi hidangan kampungan itu.

"Maaf Pak, tidak ada kue natal. Hanya ubi saja," kata nenek itu basa-basi.

"Tidak apa-apa mama, yang penting sudi terima saya, kalau boleh malam ini saya tidur di sini," kata Gaby sedikit memohon.

Dan saat itu mereka bertiga bercerita panjang lebar sampai larut malam.

"Pak,  sebenarnya mau kemana malam-malam begini?"

"Begini oma, saya dokter PTT yang dikirim dari Jakarta. Saya baru mau bertugas di sini. Saya agama Kristen karena mau natalan, saya ingin natal bersama warga disini. Sekalian berkenalan dengan warga disini," jelas dokter Gaby.

Terlihat mimik bahagia terpancar dari wajah nenek itu. Baru kali ini mereka kedatangan tamu istimewa. Dokter Gaby menikmati segelas kopi dan menghabiskan beberapa potong singkong rebus. Sedangkan Shinta sudah terlelap dalam pangkuan neneknya. Kantuk tak bisa dielakan oleh mereka. Beralaskan tikar dokter Gaby menghabiskan malam di gubuk tua itu.

Keesokan hari dokter Gaby harus melanjutkan perjalanan ke salah satu Puskesmas di Desa itu tempat ia akan bertugas. Sekaligus ingin merayakan natal perdana di kampung dimana ia bertugas. Ia sedikit membersihkan beberapa bagian motor yang kotor agar tidak mengganggu perjalanannya. Ia mesti menempuh perjalanan 10 kilometer lagi. Iapun pamit tak lupa menyodorkan beberapa lembar uang lima puluh ribuan ke penghuni gubuk itu.

Sempat nenek itu keberatan, pada akhirnya penghuni gubuk itu menerimanya. Cucu dan nenek itu melepaskan kepergian dokter Gaby dengan menitikan air mata.

BEBERAPA minggu berselang tiga orang warga membawa nenek penghuni gubuk tua itu ke Puskesmas dimana dokter Gaby bertugas.

Alangkah kagetnya saat dokter itu mengenali orang yang dibawa warga tadi adalah neneknya si Shinta. Kondisi nenek ini kritis. Kurus dan badan kebiru-biruan semua. Nenek ini mengalami sakit yang tak bisa ditolong lagi. Sehari dirawat nenek ini akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Dokter Gaby tak tahan meneteskan air matanya. Ia bisa merasakan bagaimana perasaan Shinta ketika orang-orang yang mencintainya harus pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya?

Dokter Gaby sendiri yang mengurusi jenazah neneknya Shinta.  Untuk saat ini Shinta berada di rumah kepala desa setempat. Dokter Gaby juga terlibat dalam acara pengebumian jenazah nenek itu.

Setelah semua urusan selesai dokter Gaby bertemu kepala desa untuk menyampaikan niatnya. Dokter Gaby berniat untuk membiayai hidup gadis cilik bernama Shinta itu. Kelak Shinta akan di bawa ke sebuah panti asuhan dan segala biaya hidup dan pendidikan akan ditanggung oleh dokter muda ini. Kepala desa dan beberapa keluarga terdekat Shinta menyetujui niat baik dokter Gabriel.

Setelah itu di dalam kamarnya dokter Gaby berjanji dan berjanji akan menjaga dan merawat Shinta seperti anaknya sendiri.

"Shinta, kalian telah memberi arti hidup sesungguhnya bagi saya. Saya telah menemukan kasih Natal di gubuk tua ini. Hari ini dan seterusnya saya adalah kakakmu, saya adalah orang tuamu yang menjaga dan melindungimu," janji dokter Gaby.

Salam Damai 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun