Mohon tunggu...
Bonefasius Sambo
Bonefasius Sambo Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang gemar menulis

Penulis Jalanan ~Wartakan Kebaikan~

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menaruh Asa pada SM-3T dan GGD untuk Pendidikan Indonesia

26 Juni 2016   07:47 Diperbarui: 26 Juni 2016   10:33 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Yudi Chrisnandi, Presiden RI Joko Widodo, Menteri Anis Baswedan (dari kiri - kanan) Sumber : pustaka.pandani.web.id

Dalam suatu kesempatan Prof Dr Luthfiyah Nurlaela, M.Pd (P) menyempatkan diri berkunjung ke sekolah kami untuk monitoring dan evaluasi kegiatan program Sarjana Mendidik di daerah Terluar, Terdepan, dan Tertinggal (SM-3T). Beliau begitu detil mencari informasi tentang kondisi sekolah kami walau tampak santai.

Menurut saya monitoring ini bisa juga menjadi bahan pertimbangan dalam memutuskan suatu kebijakan pendidikan. Salah satunya  mengenai penempatan SM-3T.  Apakah sekolah kami ini layak untuk tetap mendapatkan jatah SM-3T atau tidak? Kehadiran Bu Luthfi saat itu buat kami seisi sekolah berharap.  

Setelah memonitoring keadaan sekolah, sembari mengajukan beberapa pertanyaan kepada rekan guru yang mendampinginya, Bu Luthfi akhirnya kembali ke ruang guru untuk meminta pendapat kami terkait keberadaan dua orang sarjana mendidik (baca: guru) itu.

Di ruang guru, Bu Luthfi bertanya kepada saya: “Apakah sekolah ini masih membutuhkan guru SM-3T?”  Saya menjawab dengan lugas: “Masih Bu, kalau bisa guru Fisika (IPA).”   Sekolah kami masih sangat membutuhkan sarjana mendidik, terutama guru-guru mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional. Saya juga yakin sekolah-sekolah lain di daerah 3T masih membutuhkan sarjana mendidik.

Kehadiran guru SM-3T sangat membantu sekolah kami terutama dalam memperlancar proses kegiatan belajar mengajar (KBM). SM-3T juga memberi warna baru bagi sekolah dan masyarakat sekitar. Apalagi model KBM dengan “sentuhan” pendidikan Jawanis-nya dan bagi kami itu merupakan sesuatu yang baru dan dirasakan beda oleh anak-anak. Sehingga peserta didik sangat menikmatinya.

Sekolah kami dalam lima tahun terakhir ini merupakan langganan guru dari program SM-3T. Malahan untuk program SM-3T angkatan pertama sekolah kami mendapatkan jatah delapan orang sarjana mendidik.

Sudah lima tahun saya berkolaborasi dengan para guru program SM-3T.   Baik pada saat itu saya sebagai guru kejuruan di SMK (SM-3T angk. satu) maupun pada saat setelah dimutasi ke jenjang SMP saya juga bekerja sama dengan SM-3T angkatan kedua sampai dengan angkatan kelima sekarang. Bagi saya mereka adalah guru-guru yang militansi disertai dengan kreatifitas yang cukup tinggi. Mereka tidak mudah mengeluh atau menolak jika diberi beban tugas mengajar yang tidak pas dengan keahlian mereka.

Perpisahan SM-3T Angkatan Pertama di SMK Negeri 3 Pahunga Lodu
Perpisahan SM-3T Angkatan Pertama di SMK Negeri 3 Pahunga Lodu
Saya percaya bahwa mereka yang masih muda ini memiliki semangat dan daya juang tinggi dalam mempelajari hal-hal baru. Sehingga dalam menawarkan tugas mengajar dan tugas tambahan lain kepada mereka pimpinan di sekolah tidak menemukan kendala berarti.

Acara Perpisahan SM-3T Angkatan Kedua SMPN Satap Matawai Kurang
Acara Perpisahan SM-3T Angkatan Kedua SMPN Satap Matawai Kurang
Sekolah kami juga mendapatkan cpns guru garis depan (GGD) angkatan pertama tahun 2015.  Kinerjanya sebagai guru memuaskan. Guru garis depan itu berhasil menunjukan keprofesionalannya dan menjadi contoh untuk guru-guru yang lain.

Seperti tujuan pemerintah (Kemdikbud), bahwa program SM-3T ini bertujuan  untuk mengirim guru ke berbagai pelosok negeri khususnya pada daerah-daerah kategori 3T yang terbatas dan kurang layak untuk kegiatan pendidikan. Sehingga sarjana mendidik ini menjadi salah satu alternatif dalam mengentas problematika dunia pendidikan kita.

SM-3T Angkatan Ketiga ada dalam Salah Satu Kegiatan Ekstrakurikuler Sekolah
SM-3T Angkatan Ketiga ada dalam Salah Satu Kegiatan Ekstrakurikuler Sekolah
Peran mereka akan semakin maksimal jika ditempatkan pada sekolah-sekolah di lokasi yang terpencil. Terpencil dalam ukuran Sumba Timur lebih pada masalah geografisnya. Masalah geografis ini menyebabkan keterbatasan dalam berbagai akses seperti: masalah sarana transportasi, komunikasi dan masalah sebaran jumlah penduduk dalam kelompok-kelompok kecil yang mendiami pada lokasi-lokasi tertentu.  

Jika para sarjana mendidik ini ditempatkan pada sekolah-sekolah yang sudah layak proses pendidikannya akan membatasi kreativitas, memudarkan motivasi dan menghilangkan semangat milintansi mereka. Alasannya karena sudah ada pembagian tugas yang dibebankan kepada guru-guru lain.  Sebaliknya jika di daerah 3T mereka akan tumbuh dan berkembang karena semua potensi diri yang dimilikinya dipakai untuk mengelola sekolah secara mandiri walau masih dalam bimbingan pimpinan sekolah.

Bonus PPG dan Formasi Jalur Khusus SM-3T

Setelah mengabdi di daerah 3T selama setahun, para sarjana mendidik ini mendapatkan beasiswa gratis dari pemerintah untuk mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Pra Jabatan selama setahun. PPG adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S-1/D-IV Pendidikan dan Non Kependidikan agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan, (Permendiknas No. 8 Tahun 2009 tentang PPG).

SM-3T Angkatan Keempat. Foto Bersama Setelah Pelaksanaan UN Tahun Pelajaran 2014/2015
SM-3T Angkatan Keempat. Foto Bersama Setelah Pelaksanaan UN Tahun Pelajaran 2014/2015
Selama mengikuti program PPG sarjana mendidik ini  akan kembali mempelajari berbagai teori dan praktik yang dibagi rata selama setahun. Proses belajar dan bimbingan selama mengikuti program PPG ini pada akhirnya akan ditentukan melalui Ujian Tulis Nasional (UTN). Jika mereka lulus UTN maka mereka akan dinyatakan sebagai guru profesional dan mendapatkan tambahan titel, Guru (Gr), dan juga akan mendapatkan hak istimewah lainnya.    

Dalam konteks ini saya tidak akan membahas mengenai hak istimewah apa saja yang akan menjadi milik mereka. Namun melihat proses panjang menjadi guru profesional, kita bisa bayangkan bagaimana level kualitasnya. Jika masih ada kekurangan itu karena jam terbang mereka masih minim. Walaupun begitu untuk masalah pemahaman pedagogik pembelajaran dan nilai-nilai pendidikan mereka sudah cukup paham dan siap untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuannya.

Khusus untuk program SM-3T yang masa tugasnya setahun, peran mereka masih pada tataran memperlancar kegiatan KBM di sekolah. Untuk membangun pendidikan sesuai dengan amanat Undang-Undang kita masih butuh waktu.  Dan sesekali berharap pemerintah melakukan terobosan atau akselerasi program untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sehingga diperlukan program revolusioner seperti Guru Garis Depan (GGD) ini, misalnya.

Guru Garis Depan adalah program pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang bekerja sama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan guru di daerah 3T.

Untuk itu pemerintah menyediakan formasi jalur khusus calon pegawai negeri sipil  (CPNS) dari SM-3T yang lolos program PPG untuk memperebutkan formasi yang tersedia. Jika lulus seleksi tes cpns maka yang bersangkutan secara otomatis dijuluki Guru Garis Depan.

Menurut saya GGD akan menjadi “pemain kunci” dalam arena pendidikan di masa depan. Bekal ilmu pengetahuan yang dimilikinya menjadi modal mereka dalam mengemban misi perubahan (agent of change) bagi dunia pendidikan Indonesia. Mereka telah melewati masa “pancaroba” selama mengikuti program sarjana mendidik di daerah 3 T. Dengan begitu, ketika mereka menjadi GGD dengan jaminan masa depan yang cemerlang, tidak ada kata, “coba-coba” lagi. Yang ada hanya bagaimana mereka bisa kerja cerdas, kerja kreatif, dan kerja inovatif untuk membawa perubahan pada dunia pendidikan secara merata sampai ke pelosok-pelosok tanah air.

Nikmatul Hidriyah SM-3T Angkatan Kelima, Si Penyayang Anak
Nikmatul Hidriyah SM-3T Angkatan Kelima, Si Penyayang Anak
Dengan demikian kita semakin percaya diri untuk menjadi sebuah bangsa yang besar karena pendidikan kita berkualitas dan mampu berkompetisi dengan negara lain. Seperti kata Bung Karno: “ Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.”  Salam*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun