Keberadaan suatu kota atau kawasan dipengaruhi oleh citra kawasan tersebut. Manusia secara alami akan mengingat suatu tempat dimana mereka merasa nyaman. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya persebaran manusia di seluruh dunia. Persebaran yang terjadi berkembang menjadi suatu kebudayaan yang berbeda-beda dipengaruhi beberapa faktor sehingga setiap kawasan mempunyai ciri khas tersendiri dibanding kawasan lainnya.
Pada masa modern, justru manusia membuat perbedaan kawasan secara sengaja untuk menunjukkan eksistensi dan karakter dari kawasan tersebut. Keadaan geografis masing-masing kawasan yang berbeda-beda menyebabkan ciri khas suatu kawasan tidak hanya dapat dilihat dari unsur alam, namun juga tata kota dan bangunan.
Saat ini dikenal unsur-unsur yang membentuk ciri suatu kawasan. Meskipun terkadang mempunyai sedikit kesamaan dengan kawasan lain yang berdekatan. Unsur pembentuk karakter kawasan diantaranya adalah landmarks, vistas, dan focal points.
I. Landmarks
Landmark secara umum dapat diartikan sebagai penanda. Dalam suatu kawasan keberadaan suatu landmark berfungsi untuk orientasi diri bagi pengunjung. Landmark dapat berupa bentuk alam seperti bukit, gunung, danau, lembah, dan sebagainya. Dalam perkembangannya, landmark dapat berupa gedung, monumen, sculpture, tata kota, alur jalan, dan vegetasi.
Menurut wikipedia Indonesia : “landmark adalah sesuatu objek geografisyang digunakan oleh para pengelana sebagai penanda untuk bisa kembali ke suatu area. Dalam konteks modern hal tersebut bisa berwujud apa saja yang bisa dikenali seperti monumen, gedung ataupun sculpture lain.”
Sedangkan menurut buku Perancangan Kota Secara Terpadu (Markus Zahnd, 2006) : “Landmark adalah titik referensi seperti elemen node, tetapi orang tidak masuk ke dalamnya karena bisa dilihat dari luar letaknya. Landmark adalah elemen eksternal dan merupakan bentuk visual yang menonjol dari kota.”
Keberadaan landmark suatu kawasan sangat penting saat ini. Ditengah maraknya perkembangan global lewat kebebasan informasi, gaya bangunan dan tata kota menjadi serupa satu sama lain. Gaya bangunan secara arsitektural merupakan gaya yang berlaku di seluruh dunia. Meskipun dalam aplikasinya saat ini mulai dikembalikan pada kearifan lokal, namun kemiripan gaya tersebut sedikit mengaburkan ciri khas dari suatu kawasan.
A. Landmark mempermudah manusia dalam mengenali tempat berpijak.
Ketika kita mengunjungi suatu kawasan yang belum pernah kita kenal ataupun kita kunjungi, kita akan mencari sesuatu yang dapat kita jadikan sebagai acuan awal yang menjadi patokan kita untuk kembali apabila akan berkeliling kawasan tersebut. Acuan awal yang kita pilih pasti sesuatu yang mudah diingat, seperti tugu, taman kota, atau tempat kita pertama kali memasuki kawasan tersebut seperti gapura, bandara, terminal, dan sebagainya.
Dalam perancangan suatu kawasan, keberadaan acuan tersebut sangat penting. Tidak adanya acuan yang dapat digunakan akan membawa citra kurang baik bagi kawasan tersebut. Terlebih bagi pengunjung dari luar kawasan atau lebih sering disebut turis karena akan membuat bingung ketika mereka berkeliling dalam kawasan tersebut.
B. Hierarki suatu wilayah
Selain digunakan untuk penanda kawasan, keberadaan landmark juga sering digunakan sebagai hirarki suatu wilayah. Banyak contoh dimana suatu landmark kawasan menjadi titik penting dalam merencanakan tata kota, jalur transportasi, maupun hirarki kebudayaan. Sebagai contoh, keberadaan Tugu Yogyakarta yang saat ini menjadi ikonnya kota gudeg.
Jalan-jalan utama yang dibangun di kota Yogyakarta mempunyai pusat di Tugu Yogya. Seperti jalan menuju Kraton dan juga jalan antar kota seperti jalan menuju kota Solo, Magelang, dan Wates. Tugu merupakan persimpangan ketiga arah jalan tersebut.
Menurut sejarah memang Tugu Yogya digunakan pihak Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat sebagai salah satu elemen dalam pembentukan garis imajiner (garis yang tidak terlihat secara nyata) yang menghubungkan antara gunung Merapi, Tugu, Kraton Yogya, Panggung Krapyak dan Laut Kidul sebagai garis lurus. Hal ini menjadikan Tugu sebagai landmark kota Yogya mempunyai arti lebih daripada sekedar landmark kota sebagai bangunan cagar budaya. Di kawasan lain pun hal tersebut banyak dijumpai, baik dalam skala besar ataupun kecil.
C. Penunjuk arah
Dalam suatu kawasan maju yang mempunyai penduduk padat dan banyaknya bangunan baik hunian, komersial, pendidikan dan pemerintahan dibutuhkan sesuatu yang menjadi acuan untuk menemukan arah. Adanya landmark yang lebih menonjol daripada bangunan disekitar akan membantu untuk dapat menentukan arah tujuan. Acuan tersebut dapat berupa bangunan tinggi, jembatan layang (fly over), monumen tinggi, dan sebagainya. Aspek paling penting adalah acuan tersebut dapat terlihat menonjol daripada bangunan lainnya.
Pengunjung kota Paris akan lebih cepat menemukan arah ke Menara Eiffel karena ketinggian bangunan yang terlihat jelas. Begitu juga menara Petronas, World Trade Centre, dan bangunan tinggi lain di dunia. Disamping bangunan tinggi, keberadaan bukit atau gunung dari suatu kawasan akan memberi informasi arah yang jelas, seperti gunung Merapi yang berada di sebelah utara kota Yogyakarta.
D. Pembentuk Skyline
Bangunan dalam suatu kawasan memang memberikan warna pada wajah kota. Namun hal tersebut hanya jika dilihat dari sudut pandang yang memungkinkan. Begitu juga dengan ketinggian bangunan beraneka ragam, akan membentuk skyline dari kawasan tersebut. Ketinggian bangunan yang hanya dapat dilihat puncaknya saja akan memberi nilai artistik luar biasa bagi kawasan tersebut. Keunikan dari tata bangunan dapat menjadi landmark tersendiri bagi kawasan tersebut.
Selain menambah nilai artistik suatu kawasan, ketinggian bangunan yang berbeda-beda dapat memberikan informasi mengenai fungsi bangunan tersebut. Bentuk bangunan yang dapat terlihat jelas dari jarak jauh dapat mengindikasikan apakah suatu bangunan sebagai bangunan hunian, komersial, pemerintahan maupun fungsi lainnya. Dengan demikian akan mudah bagi pengunjung untuk menentukan arah dan sebagai penanda kawasan.
II. Vistas
Arti vista secara harafiah berhubungan dengan view yang berarti pandangan sejauh yang dapat tertangkap oleh mata manusia. View hanya dapat dibatasi oleh sesuatu yang menghalangi.
View merupakan sesuatu yang sangat penting dalam perencanaan kawasan. Bagaimana suatu kawasan mempunyai nilai estetika yang baik sangat ditentukan oleh faktor view. Hal ini berhubungan dengan kontur, gaya bangunan, jalur jalan dan elemen-elemen lain seperti furniscape, taman kota, dan public area.
Vista yang berhubungan dengan path, edge, district, dan node akan sangat mempengaruhi citra kota. Path atau jalur yang vital seperti jalur transportasi menurut Kevin Lynch (Perancangan Kota Secara Terpadu (Markus Zahnd, 2006)) adalah sesuatu yang mewakili gambaran kota secara keseluruhan. Edge adalah batas wilayah yang dapat berupa dinding, sungai, atau pantai. District adalah kawasan kota dalam skala dua dimensi yang mempunyai kemiripan dalam bentuk, pola dan fungsinya. Node adalah sebuah titik temu berbagai aktivitas ataupun arah pergerakan penduduk kota, seperti persimpangan, pasar, square, dan sebagainya.
III. Focal Points
Berbeda dengan landmark, sebuah focal point mempunyai bentuk spesial yang berbeda dengan ke’monoton’an sekitar. Namun demikian focal point dapat juga berfungsi sebagai landmark ketika dapat dikenali dan mudah diingat keberadaanya. Tentu hal ini juga tergantung aspek lokasi. Suatu focal point tidak akan menjadi landmark ketika lokasinya tersembunyi.
Keberadaan focal point menjadikan suatu area menjadi ‘fresh’ karena adanya pemecah konsentrasi dari keseragaman yang membosankan. Manusia akan cenderung bosan dengan sesuatu yang sama secara terus menerus. Hal ini berlaku dalam tata ruang kota maupun dalam aktivitas lainnya, seperti bekerja, belajar, dan kegiatan sehari-hari.
sumber : copy paste dari blog saya sendiri
www.bondanprihastomo.wordpress.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H