Inilah alasannya, agar pihak kontra mendapatkan turunan isu dari privatisasi atau jual aset. Jadi gak heran jika saat ini kita sering sekali mendengar "Jokowi bagi-bagi kursi" di BUMN.
Terlepas segala macam pemikiran yg ada, perlu diketahui bahwa kriteria jajaran direksi BUMN memang tidak diatur dalam UU. Jadi wajar saja jika negara punya wewenang menentukkan siapa yg mamou mengelola BUMN. Juga wajar juga jika publik mempertanyakan keprofesionalnya seorang Direksi.
Sebagai masyarakat, saya menilai siapapun yg dipilih negara sebagai direksi BUMN, it's fine bagi saya, selama kinerja BUMN memang menunjukkan tren positif.
Its fine juga jika Menteri BUMN terus melakukan perombakkan BUMN, karena selama pantauan saya, direksi yg diangkat mempunyai latar belakang dan pengalaman sesuai dengan kebutuhan perusahaan BUMN saat ini.
Begitu kepercayaan saya kepada Menteri Rini Soemarno. melihat kondisi seluruh BUMN di tangannya, jumlah BUMN rugi terus menurun, dari 24 perusahaan kini tinggal 12 perusahaan. Beriringan dengan laba bersih dan aset seluruh BUMN terus meningkat. Dari Rp 150 T, selama 2017 mencatat laba bersih Rp 186 T.
Yaa... Masih banyak data lain yg bisa kita bahas. Setidaknya mari kita refleksikan saat Mudik 2018 kemarin, hampir tidak terdengar kemacetan dan ketidaknyaman. Bagi saya itu sejarah baru. Bukti kehadiran BUMN di negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H