Betapa pentingnya faktor agama sebagai salah satu daya penggerak. Fatwa (19 September 1945) dan Resolusi Jihad (22 Oktober 1945) dari NU mampu menjadi pembakar semangat rakyat untuk rela berjuang, bahkan siap mati membela tanah air dan mengusir penjajah yang hendak kembali lagi.
Agama dalam kehidupan rakyat Indonesia sungguh menjadi pegangan. Tepat sekali sila pertama dalam Pancasila menyatakan bahwa Ketuhanan yang Maha Esa. Landasan keimanan atau keberagamaan menempati posisi pertama dari semua hal penting dalam konteks kehidupan rakyat Indonesia.
Contoh Fatwa dan Resolusi Jihad NU mengambarkan bahwa agama tidak bertentangan dengan nasionalisme, bahkan agama bisa menjadi perekat bangsa dan menciptakan solidaritas yang kuat antar warga dalam memperjuangkan agenda bangsa atau agenda yang memaslahatkan umat.
Merawat Kemerdekaan Indonesia
Persatuan Indonesia wajib terus diperjuangkan oleh setiap warga bangsa. Dahulu warga bangsa bersatu mengusir kolonialisme. Kini bangsa Indonesia sedang dirongrong kerawanan sosial akibat penggunaan politik identitas. Perbedaan dalam masyarakat dibenturkan. Dicari dalil-dalil yang semakin meruncingkan perbedaan. Terbelahlah masyarakat dalam minoritas dan mayoritas.
Ada pihak-pihak yang hendak meniadakan eksistensi keberagaman di Indonesia. Mereka terang-terangan menyatakan Pancasila tidak lagi relevan. Dalam kesempatan raker dengan Komisi III DPR, 6 September 2012, Kepala BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) Ansyad Mbai menyampaikan fakta mengejutkan berdasarkan hasil penelitian LIPI pada lima universitas ternama di Jawa bahwa 86% mahasiswanya menolak Pancasila sebagai dasar negara (Danusubroto,2016).
Pemimpin tertinggi Al-Azhar, Prof. Dr. Ahmad At-Thayyib menyatakan bahwa dalam tinjauan kebangsaan dan kewargaanegaraan, tidak wajar ada istilah mayoritas dan minoritas karena semua telah sama dalam kewargaan negara dan lebur dalam kebangsaan yang sama.
Tirani mayoritas tergoda untuk menggunakan kekuasaan sesuai dengan yang dituju. Mereka mengorupsi kekuasaan dengan mengikis hak-hak minoritas. Bagi mereka sila ketiga, Persatuan Indonesia sudah tiada memiliki makna.
Merawat Indonesia adalah mensyukuri anugerah keberagaman. Bhinneka Tunggal Ika. Meskipun berbeda-beda tetap satu jua. Prof. Quraish Shihab menegaskan bahwa sebagai satu bangsa yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa perlu menyadari keragaman dan perbedaan adalah keniscayaan yang dikehendaki Allah untuk seluruh makhluk, termasuk manusia.
Penegasan Prof. Quraish tersebut dilandasi oleh Q.S. Al-Maidah ayat 48: Seandainya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikannya satu umat saja, tetapi (tidak demikian kehendak-Nya). Itu untuk menguji kamu menyangkut apa yang dianugerahkan-Nya kepada kamu. Karena itu berlomba-lombalah dalam kebajikan.
Semakin beriman seseorang, maka semakin ia cinta tanah air. hubbu al-wathan minal iman, cinta tanah air adalah manifestasi dan dampak keimanan. Tanah air Indonesia perlu terus diolah dan dikelola dengan baik agar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tercapai.