Tak berhenti di situ. Dalam novel tersaji pula kisah sarkatis berjejalin dengan erotisme, kisah politis yang menyaru dalam keajaiban dongeng. Semua kisah sejatinya terpaut, meskipun pautan yang berlompatan.
"Cerita, yang segalanya menjadi jelas, hanya membuat pendengar atau pembacanya malas. Bila cerita adalah bunyi, kau harus menemukan sunyi dalam bunyi itu. Itulah gunanya imajinasi karena cerita yang menarik selalu menyediakan ruang kosong untuk imajinasi," (hal 63).
Parodi Kesatiran
Ketika jurnalisme dibungkam,
sastra harus bicara,Â
karena bila jurnalisme bersumber dari fakta,Â
maka sastra bersumber dari kebenaran
(Seno Gumira Ajidarma)
Kekhasan Agus Noor dalam berkarya bahwa ia ajeg menyentil realita sosial politik. Dalam novel ini sentilan khasnya juga muncul. Barangkali wabah ini akan berakhir, tetapi bukan berarti tak akan ada wabah baru bukan? Sebenarnya setiap saat terjadi wabah. Bermacam wabah. Wabah yang paling laten adalah wabah kebodohan (hlm.257).
Situasi penanganan pandemi di negara Indonesia yang menunjukkan kurang bersinergi antar kementerian terkait berimbas terhadap grafik korban yang terus menanjak. Per 31 Agustus 2020 kasus Covid-19 bertambah 2.743 kasus. Totalnya menjadi 174.796 kasus. Pemerintah pun tak luput terkena sentilan dalam kisah, Mayat yang Berjalan ke Kuburnya. Â
 "Kau tahu sendiri, pemerintah selalu merepotkan hidup. Mengharapkan bantuan pemerintah akan jauh lebih merepotkan. Dalam keadaan susah pun pemerintah tak pernah memperhatikan. Membantu dirinya sendiri saja pemerintah tak mampu, apalagi membantu orang miskin seperti kita?!" (hlm.25).