E-Learning dan Solusi Pendidikan di IndonesiaÂ
E-learning kadang bermuka dua. Satu sisi merupakan jalan keluar bagi sekolah atau kampus yang cukup dengan dana, fasilitas internet melimpah. Sisi berbeda, kesenjangan digital di Indonesia masih cukup kentara. Di beberapa daerah, kini didapati sekelompok pelajar atau rombongan mahasiswa yang menjadi pemburu sinyal. Mereka mencari sinyal di daerah perbukitan, ada yang naik ke pohon, bahkan ke atap rumah/ mesjid.
Bagi daerah yang berlimpah sinyal pembelajaran daring mudah dilaksanakan. Â Naidu (2006) mendefinisikan e-learning sebagai penggunaan secara sengaja jaringan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses belajar dan mengajar.
Model penyelenggaraan e-learning terbagi dalam tiga bentuk, yaitu adjunct, mixed, dan fully online (Rashty,1999). Model adjunct merupakan proses pembelajaran tradisional plus. Pembelajaran masih didominasi tatap muka, namun ditunjang pengayaan materi/ tugas bersumber dari internet. Model mixed memosisikan sistem penyampaian materi/ tugas secara daring  sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Model fully online menyajikan semua interaksi pembelajaran dan penyampaian bahan ajar terjadi secara daring.
Habitus Baru: Belajar Daring
Mengubah kebiasaan yang melekat sungguh tidak mudah. Diperlukan kesadaran penuh untuk meninggalkan kebiasaan yang terkadang sudah mendarah daging. Pembelajaran daring mau tidak mau akan mengubah cara belajar. Kecepatan teknologi informasi sungguh menjadi senjata bermata dua. Di satu sisi, pembelajar dapat selangkah lebih tahu dari guru atau dosen. Di sisi lain, jika si pembelajar tidak tepat mengakses sumber belajar, ketidakjelasan konsep yang didapat. Membingungkan jadinya.
Pola belajar yang menjadikan pembelajar sebagai obyek sudah usang. Sudah bukan zamannya lagi, para pembelajar dianggap sebagai kertas kosong. Di era pembelajaran kiwari, mereka kini sebagai subyek pembelajaran. Habitus lama yang masih melekat pada pengajar dan pembelajar perlu diubah perlahan dalam konteks pembelajaran daring.
Habitus adalah nilai-nilai sosial yang dihayati oleh manusia, dan tercipta melalui proses sosialisasi nilai-nilai yang berlangsung lama, sehingga mengendap menjadi cara berpikir dan pola perilaku yang menetap di dalam diri manusia tersebut (Wattimena,2012). Habitus yang telah berlangsung lama dapat mengakar hingga sampai mempengaruhi tubuh fisiknya. Oleh karena itu, diperlukan kesiapan berubah dari pengajar dan pembelajar demi tercapainya tujuan pembelajaran daring.
Kehadiran e-learning merupakan suatu konsekuensi logis seiring meningkatnya teknologi informasi dan komunikasi dan semakin meningkat kesibukan tiap orang, namun ingin meningkatkan kompetensi keahlian dan peningkatan karir. Agar e-learning dapat berhasil diperlukan kerjasama antara guru atau dosen, konsultan teknologi informasi, dan desainer pembelajaran.
Guru atau dosen bertanggung jawab untuk pemilihan strategi pembelajaran, konsultan teknologi informasi berkonsentrasi untuk menentukan fitur-fitur yang diperlukan agar pengalaman belajar sesuai dengan platform, dan desainer pembelajaran dituntut mampu menerjemahkan tujuan pembelajaran melalui pilihan teknologi yang tersedia.