Mohon tunggu...
Bona Ventura Ventura
Bona Ventura Ventura Mohon Tunggu... Guru - Kontributor buku antologi: Presiden Jokowi: Harapan Baru Indonesia, Elex Media, 2014 - 3 Tahun Pencapaian Jokowi, Bening Pustaka, 2017 | Mengampu mapel Bahasa Indonesia, Menulis Kreatif, dan media digital

#Dear TwitterBook, #LoveJourneyBook @leutikaprio

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajaran Literasi di Era Pandemi

14 April 2020   22:57 Diperbarui: 14 April 2020   23:30 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Toko buku itu bagai surga kecil. 

Apa sih yang tak ada di toko buku. 

Mau baca bisa, suasananya tenang.

Kadang jika lagi suntuk ke toko buku untuk hanya 

menatap sampul-sampul buku yang lucu. 

Toko buku itu bukti nyata keragaman selera bisa kumpul 

di bawah satu atap tanpa harus saling menyela 

(Critical Eleven, Ika Natassa)

 

            Keragaman sudah menjadi berkat dalam kehidupan manusia. Identitas budaya. Strata sosial. Sikap politik. Belajar tentang keragaman dapat dimulai dengan berkunjung ke perpustakaan atau toko buku.

Di sana tertata dan tersaji beragam genre buku. Sejauh mata memandang tampilan ragam buku seolah mengundang untuk digapai. Ungkapan dari St. Agustinus, tolle, leggere (buka dan bacalah) sesuai digunakan saat berkunjung ke toko buku atau perpustakaan, namun tak semua orang memiliki uang untuk memuaskan dahaga keingintahuan dengan membeli buku.

Habitus Membaca

Manusia adalah apa yang dilakukan secara berulang. Seorang kutu buku mudah dikenali karena ia tak lepas dari kebiasaan membaca kapan pun dan di mana pun. 

Salah satu tokoh yang dijadikan panutan dalam hal kerajinan membaca adalah Bung Hatta. Beliau memiliki waktu khusus untuk membaca setiap hari. Kala diasingkan oleh pemerintah kolonial di Digoel atau Banda Neira, beliau tetap memiliki waktu empat jam setiap hari untuk membaca.

Ketekunan dan kerajinan Bung Hatta dalam membaca senantiasa penulis gaungkan saat pemelajaran literasi. Di sekolah tempat penulis bertugas disediakan waktu khusus membaca minimal satu jam pelajaran per minggu. 

Para siswa dikondisikan untuk menggunakan jam literasi membaca beragam buku. Biasanya di semester ganjil penekanan pada buku-buku fiksi. Sedangkan semester genap buku-buku nonfiksi yang lebih ditekankan untuk menjadi bacaan siswa.

Pada permulaan cukup terdapat banyak tantangan untuk membangun habitus membaca di kalangan siswa. Mereka adalah gen Z. Sebuah generasi yang sudah terpapar teknologi sejak usia dini. Mereka cenderung lebih akrab dengan gawai dibandingkan buku.

Keluhan yang paling sering mereka lontarkan adalah tidak betah berlama-lama membaca buku, apalagi buku tebal tanpa gambar/ ilustrasi. Mereka mengeluh bosan dan cenderung pusing jika berlama-lama membaca. Dua bulan terlewati di semester ganjil 2019/2020. Lambat laun para siswa mulai dapat menyesuaikan diri di jam literasi, bahkan mereka protes jika dalam satu minggu tidak ada jam literasi.

Mereka sudah mulai mengalami seperti yang terungkap lewat seorang tokoh dalam novel Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken karya Jostein Gaarder dan Klaus Hogerup, "Aku melihat ke bagian atas dinding dan selama beberapa saat merasa seolah buku-buku tersebut menatapku. Ya, seolah mereka bernyawa, dan memanggil: "Datanglah kepada kami! Jangan takut! Kemarilah!"

Hikmah Tersembunyi Era Pandemi

            Budaya membaca bisa saja belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Bagi sebagian kalangan, buku adalah suatu kemewahan. Mereka lebih baik menggunakan uang untuk membeli makanan atau minuman. Masih sedikit sekali keluarga yang betul-betul menyisihkan uang khusus untuk anggaran pembelian buku. Teladan Bung Hatta dalam menyediakan anggaran untuk membeli buku untuk ketiga putrinya dapat dijadikan pelecut semangat.

Meutia Hatta, puteri pertama Bung Hatta mengungkapkan bahwa ia mengucapkan banyak terima kasih kepada Ayah atas pendidikan lewat membaca yang diajarkan dalam keluarga. Bung Hatta selalu memberikan buku-buku kepada tiga puterinya atau ketiga puterinya membeli buku dari uang saku yang Bung Hatta berikan.

Penyebaran virus korona yang cepat menimbulkan kepanikan tak terperi. Semua sektor kehidupan terkena dampak. Pun, dunia pendidikan terkena imbas. UNBK dibatalkan. Kebijakan merumahkan siswa dan guru menyebabkan pemelajaran daring menjadi pilihan utama. Penyesuaian pun perlu dilakukan oleh segenap siswa dan guru. Segala aplikasi yang mendukung pemelajaran daring mendadak hits. Google classroom, Google Hangout, Zoom, IG live, Youtube, dan Cisco Webex kini menjadi pilihan dalam pemelajaran daring.

Untuk pemelajaran literasi di era pandemi, penulis mengubah format laporan hasil membaca siswa ke dalam artikel. Biasanya dalam pemelajaran literasi di kelas mereka membuat resensi untuk buku-buku ysng sudah tuntas dibaca. 

Di era pandemi kini, para siswa diminta untuk membuat artikel tentang efek positif yang diperoleh usai membaca sebuah buku. Pada tahap permulaan mereka belum terlatih membuat artikel. Kini sudah menginjak hamper satu bulan pemelajaran literasi daring, mereka semakin terampil membuat artikel.

Situasi darurat di era pandemi juga menimbulkan berkat tersembunyi bagi pemelajaran literasi. Kebetulan penulis menjadi pengikut beberapa penerbit di Twitter. 

Kala pandemi mulai menghampiri Indonesia, beberapa penulis memberikan akses gratis untuk mengunduh buku-bukunya. Penulis memberikan informasi kepada para siswa tepat di hari terakhir boleh mengunduh gratis buku-buku dari Rissa Saraswati dan Faza Meonk, kreator komik Si Juki di google books. 

Para siswa semakin gemar membaca di era pandemi ini karena situasi belajar dari rumah membuat mereka memiliki lebih banyak untuk membaca. 

Keantusiasan mereka tergambar kala mereka bersegera mengunduh buku-buku yang penulis informasikan gratis untuk diunduh. Selain itu, masih banyak pula buku-buku gratis yang dibagikan secara legal di era pandemi ini. Termasuk kumpulan penulis muda yang memberikan akses gratis mengunduh kumpulan cerpen bertema Covid-19.

Galeri Buku Jakarta di situs galeribukujakarta.com membagikan 90 judul buku yang dapat diunduh secara gratis dan legal. Puluhan buku yang digratiskan tersebut sudah atas persetujuan para penulisnya. Gerakan mendonasikan karya buku di situs Galeri Buku Jakarta merupakan gagasan dari sastrawan Damhuri Muhammad.

Era pandemi yang menakutkan justru menimbulkan gerakan literasi yang masif. Banyak penulis yang mengizinkan buku-bukunya diunduh untuk menemani siapa pun yang terpaksa menepi dan berdiam diri di rumah entah sampai kapan. 

Harian Kompas dan Media Indonesia juga menyediakan akses gratis selama satu bulan hingga akhir April untuk mendukung aktivitas semua orang yang bekerja dan bersekolah serta berkuliah dari rumah.

Program Literasi LalaLit GPU di Perpustakaan SMP Pahoa - Foto Kolpri
Program Literasi LalaLit GPU di Perpustakaan SMP Pahoa - Foto Kolpri
Penutup

Menggiatkan partisipasi siswa atau masyarakat untuk aktif rajin membaca diperlukan sinergi antara beberapa pihak. Pemerintah dapat menetapkan regulasi pengurangan pajak untuk para penulis, pengurangan harga bahan baku kertas, penyediaan prasarana hingga ke pelosok negeri agar penyebaran buku elektronik dapat diakses beragam kalangan masyarakat. 

Perlu juga diperhatikan sosialisasi bagi para penulis untuk lebih menyadari tentang HAKI. Pun, pertukaran penulis senusantara agar terjadi pertukaran budaya melalui karya sastra wajib terus dilakukan.

Dalam lingkup sekolah pustakawan perlu melakukan diskusi dengan beberapa guru mata pelajaran yang sering menggunakan perpustakaan sebagai sumber pendukung pembelajaran. 

Mereka dapat merancang bersama program yang sejalan. Perpustakaan yang baik bukan hanya dapat meningkatkan jumlah pengunjung semata, melainkan dari perpustakaan dapat menyemai benih-benih pemimpin masa depan yang gemar membaca dan pandai membaca tanda-tanda zaman.

Para pendiri bangsa Indonesia seperti Soekarno dan Hatta terkenal gemar membaca. Koleksi buku-bukunya berjumlah ribuan. Bung Hatta pernah berujar, "Silakan penjarakanku di mana saja, tapi jangan pernah jauhkanku dari buku."

Selain itu, ada contoh menarik dari Profesor Nelson Tansu, orang Indonesia yang menjadi profesor di Lehigh University, Amerika Serikat sejak umur 25 tahun. 

Dia merupakan ahli fisika terapan dalam bidang semikonduktor, teknologi nano, dan fotonika yang telah menulis lebih dari 105 jurnal internasional dan memegang lebih dari 14 hak paten di Amerika Serikat.

Nelson kecil yang selalu ingin tahu dan menjadikan buku sebagai teman terbaiknya dalam meraih impian. Walaupun memiliki banyak kekurangan, Nelson yang sejak kecil telah menetapkan impian menjadi profesor tidak pernah menyerah. Ia terus mengejar impiannya dengan tekad besar sampai akhirnya ia berhasil.

Teladan hidup dari Soekarno, Hatta, dan Nelson Tansu lewat buku anak-anak dapat memetik banyak pelajaran berharga, antara lain bahwa melalui buku dan membaca dapat menjadi "guru" yang sangat baik. Anak-anak juga dididik untuk cinta membaca, memiliki impian besar, dan membangun tekad besar dalam hidup. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun