Hal yang tidak disadari oleh manusia dalam keseharian adalah obesitas. Hidup terus berjalan. Manusia mengonsumsi makanan dan minuman yang kadang disukai tanpa menyadari sepenuhnya bahwa ada hal yang mengancam kesehatan dan keberlangsungan hidup, yakni obesitas. Meningkat bobot tubuh memamg tidak terjadi dalam satu malam saja, maka perubahan ini kerap tidak disadari sepenuhnya. Obesitas mulai disadari saat bobot tubuh mulai meningkat 5 – 10 kilogram dari bobot sebelumnya. Selain itu, meningkat bobot tubuh dari berat normal mulai menimbulkan gejala mudah lelah, kadang sesak nafas, dan kondisi fisik tubuh mulai menurun.
Pola makan dan gaya hidup menyumbang besar maraknya gejala obesitas pada kaum urban. Makan sembarangan dan tidak teratur cukup identik dengan kaum urban yang sibuk. Kadang mereka beraktivitas di saat malam, justru tidur di pagi dan siang hari. Singkatnya, mereka menjadikan waktu tubuh beristirahat menjadi beraktivitas. Waktu beraktivitas digunakan untuk tidur. Pola terbalik dalam hidup kaum urban juga terjadi dalam mengonsumsi makanan. Makanan atau minuman cepat saji yang awalnya hanya untuk pereda lapar sementara, justru dijadikan asupan utama.
Salah Kaprah Atasi Obesitas
Obesitas kini kerap muncul menjadi pokok bahasan manusia dalam kehidupan. Ada yang pernah berjuang mengendalikan obesitas dan berhasil. Ada yang hingga kini masih berjuang kendalikan obesitas, namun kerap gagal, dan mencoba kembali dari awal. Beragam cara dilakukan manusia untuk melawan obesitas, dari cara sederhana hingga cara termutakhir. Pola sederhana dalam melawan obesitas adalah dengan mengatur pola makan. Pola makan diatur dengan cara diet ketat, diet rendah lemak, diet karbohidrat, diet golongan darah, kombinasi makan (food combining), vegetarian, dan jendela makan.
Kepanikan terhadap obesitas kadang membutakan akal sehat sehingga mengambil keputusan instan untuk dalam waktu singkat berusaha menurunkan berat badan. Drastis menurunkan berat badan akan mengacaukan metabolisme tubuh. Selain itu, pada beberapa kasus berat badan seseorang mampu turun cepat dalam waktu singkat, tetapi tidak lama berselang berat badan mengalami kenaikan seperti semula. Pada kasus ekstrem, orang yang pernah berhasil menurunkan berat badan dalam waktu singkat, namun dalam waktu tidak lama kembali naik berat badannya akan menimbulkan keputusasaan. Penulis memiliki teman yang obesitas. Dalam pengalamannya ia pernah mencoba diet dan berhasil menurunkan berat badan, namun tidak lama kemudian berat badan kembali naik. Kini ia sudah lelah menurunkan berat badannya dan bersikap masa bodoh terhadap obesitasnya.
Diet yang instan dan dilakukan hanya dalam kurun waktu tidak lama, justru mengacaukan metabolisme tubuh. Erikar Lebang penulis beberapa buku pola hidup sehat mengungkapkan bahwa diet seharusnya berlangsung seumur hidup, bukan sekadar dilakukan lalu dihentikan. Selain itu, diet seharusnya menjaga fungsi dan kualitas kesehatan, bukan sekadar memanipulasi tubuh agar mendapatkan bentuk sesuai keinginan (Lebang,2014).
Mencegah Lebih Penting
Beragam masalah kesehatan lebih menekankan pada pengobatan (kuratif) atau sisi hilir, namun mengabaikan sisi pencegahan (preventif). Hulu dari kesehatan manusia adalah terletak pada pencegahan. Salah paham tersebut mengubah haluan konsep sehat pada diri sebagian besar orang. Kuratif lebih baik dari preventif. Padahal sejatinya, preventif lebih baik dari kuratif. Pada kasus obesitas yang kerap dialami adalah muncul masalah obesitas, lalu baru terjadi penanganan. Sebagian besar masalah kesehatan, termasuk obesitas akan menghabiskan banyak waktu dan biaya pada kurun waktu pengobatan. Maka ada ungkapan bijak: nikmat yang sering dilupakan manusia adalah nikmat sehat.
Menjaga kesehatan, termasuk menghindari obesitas berkaitan dengan pencegahan. Pola makan dan gaya hidup sehat berpengaruh besar pada wilayah pencegahan. Gaya hidup sehat dan mengatur pola makan dapat berpengaruh positif pada kualitas hidup manusia. Pencegahan penyakit atau obesitas dapat dimulai dari memulihkan kesehatan usus. Menurut Hiromi Shinya, dokter dan penulis laris ragam buku kesehatan, bahwa usus yang bersih akan memfasilitasi perbaikan kondisi tubuh, karena usus merupakan organ pencernaan paling utama dalam tubuh manusia.
Ragam Cara Atasi Obesitas
Obesitas kini sudah menjadi obyek perbincangan tidak hanya di kalangan perempuan saja, melainkan juga sudah melanda di kalangan laki-laki. Namun, obesitas pada kalangan perempuan lebih berat dialami secara psikologis. Perempuan agak sensitif, jika ada orang yang menanyakan berat badannya dan mereka berusaha menghindari timbangan badan. Masalah obesitas pada perempuan dapat berakibat pada depresi. Banyak kasus perundungan (bullying) terjadi pada perempuan obesitas yang mengakibatkan pada rasa rendah diri berkepanjangan dan berujung pada depresi akut.
Istilahfat shaming (malu terhadap kegemukan) dapat mendera siapa saja. Orang yang menyandang obesitas mengalami dua masalah: pertama, masalah dengan berat badan berlebihan. Kedua, masalah psikologis yang muncul akibat rendah diri. Penyandang obesitas membutuhkan waktu yang lama dan biaya besar yang dikeluarkan untuk menangani obesitas.
Sebuah studi tahun 2012 di Journal of Health Economics memperkirakan biaya perawatan medis untuk obesitas di Amerika Serikat pada tahun 2005 mencapai seratus sembilan puluh miliar dollar, bahkan William Dietz (bagian dari tim di Centers for Disease Control andPrevention) menyatakan obesitas sebagai epidemik. Ungkapan epidemik berdasarkan data bahwa obesitas merupakan penyebab kedua kematian, setelah tembakau yang menempati posisi teratas.
Beragam cara alami dan bedah medis dapat menjadi pilihan dalam mengatasi obesitas. Cara alami mengatasi obesitas kadang terbentur masalah ketekunan menjalani suatu program diet atau olahraga. Penelitian tentang metode penurunan berat badan alami yang dilakukan di Amerika Serikat telah berulang kali menunjuk pada kesimpulan yang sangat mengecewakan - bahwa diet dan olahraga saja, tidak peduli seberapa disiplin individu, sering menemui kegagalan.
Pada artikel di majalah New Yorker dipaparkan tentang sejarah eksperimen bedah medis mengatasi obesitas. Berawal pada tahun 1954, seorang dokter Swedia memutuskan untuk memotong segmen saluran usus anjing. Berdasarkan eksperimen itu, sang dokter berharap bisa membatasi tubuh menyerap kalori. Hewan-hewan tersebut kemudian kehilangan berat badannya. Eksprimen tersebut menjadikan basis penanggulangan obesitas yang dapat diterapkan pada manusia.
Selanjutnya, pada tahun 1956 sepuluh wanita Swedia, yang masing-masing memiliki berat badan setidaknya seratus dua puluh lima pound menyetujui percobaan bypass usus. Semua peserta percobaan telah mencoba cara yang lebih sederhana untuk menurunkan berat badan. Setelah operasi, kesepuluh pasien mengalami penurunan berat badan secara dramatis, tanpa komplikasi serius.
Kini semakin beragam pilihan cara medis ditawarkan untuk mengatasi obesitas seperti pita laparoskopi lambung (menyempitkan leher perut dengan pita), dan sedot lemak. Selain itu, ada alternatif baru untuk mengatasi obesitas melalui operasi bariatrik (tidak menghilangkan jaringan lemak). Bedah bariatrik mengubah perut dan usus sehingga seseorang merasa kenyang lebih cepat, atau menyerap lebih sedikit kalori, atau keduanya.Â
Dalam majalah New Yorker diungkapkan data bahwa pada awal tahun sembilan puluhan, kurang dari 20 ribu bedah bariatrik dilakukan di Amerika Serikat setiap tahun. Pada tahun 2000an jumlah yang melakukan bedah bariatrik sekitar dua ratus ribu. Meningkatnya jumlah bedah bariatrik menyampaikan fakta bahwa bedah bariatrik yang dulu dianggap sebagai tindakan berisiko tinggi dan ekstrem telah berubah menjadi standar yang relatif standar, aman, mudah, dan efektif mengatasi obesitas.
Penanganan Obesitas: Operasi Bariatrik di Indonesia
Masalah obesitas dulu lebih didominasi negara yang maju secara ekonomi. Tingkat pendapatan di negara maju akan mengangkat jumlah konsumsi para penduduknya. Jumlah konsumsi terbesar sebagian dialokasikan pada pemenuhan kebutuhan makanan atau minuman. Pendapatan warga yang meningkat, dibarengi dengan jumlah konsumsi makanan dan minuman (khususnya junk / fast food) menyebabkan meningkatnya kasus obesitas pada warga negara-negara maju tersebut. Kini kasus obesitas mulai melanda negara-negara berkembang. Indonesia saat ini masuk 10 besar negara dengan penderita obesitas terbanyak. Sekitar 40 juta orang di Indonesia mengalami obesitas. Menurut data IDF, ada 10 juta kasus diabetes pada tahun 2015.
Kasus obesitas disebabkan oleh pola makan yang gemar mengonsumsi tinggi gula/ karbohidrat. Selain itu, faktor gaya hidup yang jarang berolahraga atau kurang gerak juga menjadi penyebab obesitas. Penyandang obesitas kerap mengalami masalah kesehatan lain seperti gangguan jantung, tekanan darah tinggi, asam urat, dan diabetes.
Salah satu alternatif dalam menanggulangi obesitas yang perlu masyarakat Indonesia ketahui adalah operasi bariatrik. Dr. Handy Wing, seorang dokter spesialis bedah dari OMNI Hospitals Alam Sutera menjabarkan bahwa saat ini operasi bariatrik dipandang sebagai terapi yang paling efektif mengatasi obesitas dengan efek bonus tambahan mengontrol penyakit diabetes.
Metode operasi ini boleh dijadikan alternatif pilihan karena dilakukan dengan teknik laparoskopi, yaitu: operasi dilakukan melalui lubang sayatan kecil berukuran 1cm sebanyak 3-4 buah. Sayatan kecil itu mampu meredusir nyeri, karena bekas luka sayatan yang sangat kecil. Keefektifan menanggulangi obesitas melalui bedah bariatrik di Amerika Serikat sudah penulis paparkan, namun di Indonesia bedah bariatrik masih perlu disebarluaskan mengenai keberhasilannya dalam menanggulangi obesitas. Tahun lalu baru diselenggarakan simposium bedah bariatrik dengan 8 multidisiplin ilmu yang pertama di Indonesia (Martha, 2016). Simposium tersebut bertujuan untuk memberikan pengetahuan lebih mendalam kepada para dokter umum, dokter spesialis, ahli gizi tentang penanganan obesitas dengan bedah bariatrik. Selain itu, simposium tersebut juga memberikan informasi dan pemahaman baru tentang bedah bariatrik sebagai opsi baru dalam industri kesehatan di Indonesia.
Bedah bariatrik memiliki 2 metode operasi:
- Operasi restriktif => Jenis operasi ini bertujuan membatasi kemampuan tubuh dalam mengonsumsi makanan. Hal ini dilakukan dengan mengecilkan ukuran lambung.
- Operasi malabsorbsi => Jenis operasi ini bertujuan untuk mengubah proses penyerapan makanan. Operasi ini juga mem-bypass bagian tertentu dari saluran pencernaan, sehingga operasi ini juga dapat membatasi kemampuan penyerapan kalori dalam tubuh.
Penutup
Hidup sehat dengan tubuh yang bugar dambaan setiap individu. Care with Passion. Tubuh yang sehat berbanding lurus dengan produktifitas, namun seiring meningkatnya kesibukan dan kesulitan mengatur waktu untuk berolahraga menyumbang menurunnya kondisi tubuh dan mengalami obesitas.
Jika obesitas sudah terjadi, segera sadari untuk segera mengambil keputusan untuk menanggulanginya. Terlambat mengambil keputusan menanggulangi obesitas, maka menyebabkan komplikasi penyakit yang disebabkan obesitas. Ada dua pilihan untuk menanggulangi obesitas: 1. Cara alami (menjaga pola makan, menjaga kesehatan usus, rajin berolahraga, dan menjalani gaya hidup sehat). 2. Cara medis yang dapat dijadikan pertimbangan terbaik adalah bedah bariatrik. Selamat menjalani hidup sehat, karena dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.
#dietygtidakpernahgagal #omnihospitals #lombablogbariatrik
Daftar Pustaka
Lebang, Erikar. 2014. Mitos dan Fakta Kesehatan 2. Jakarta: Penerbit Kompas.
Shinya, Hiromi. 2015. Revolusi Makan. Terj. Dian Kusuma. Bandung: Penerbit Qanita.
Galchen, Rivka. http://www.newyorker.com Diakses 17 April 2017.
HD, Martha. https://health.detik.com. Diakses pada 13 April 2017.
http://www.bedahobesitas.com 14 April 2017.
https://www.omni-hospitals.com/bedah-bariatrik-di-indonesia, diakses 14 April 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H