Mohon tunggu...
Bona Ventura Ventura
Bona Ventura Ventura Mohon Tunggu... Guru - Kontributor buku antologi: Presiden Jokowi: Harapan Baru Indonesia, Elex Media, 2014 - 3 Tahun Pencapaian Jokowi, Bening Pustaka, 2017 | Mengampu mapel Bahasa Indonesia, Menulis Kreatif, dan media digital

#Dear TwitterBook, #LoveJourneyBook @leutikaprio

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kekuatan Cinta

15 Desember 2016   14:55 Diperbarui: 15 Desember 2016   15:06 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Visualisasi Critical Eleven dalam Film

Tiap novelis memiliki kerinduan besar karyanya dialihrupakan dalam media film. Novelisasi film bisa menjangkau lebih banyak penikmat. Sungguh elok membayangkan novel ini dapat diangkat ke layar lebar. Menyaksikan visual sosok Ale yang jadi idaman para perempuan (pemeran Ale adalah Reza Rahardian) dan mengagumi kecantikan Anya (Adinia Wirasti memerankan Anya) yang mampu mengalihkan dunia laki-laki. Visualisasi kehangatan keluarga Ale, Pak Jenderal serta konflik bertahun-tahun antara Ale dan ayahnya. Beberapa adegan dalam novel juga akan lebih dramatis jika diangkat ke visual seperti kala Ale dan Anya di New York, Ketoprak Ciragil yang jadi saksi bisu kencan Ale dan Anya, adegan katakan cinta Ale kepada Anya, adegan kejutan ultah Ale, dan kebingungan Ale memilih cincin.

Hal yang paling seru adalah dapat menyaksikan visual kesibukan Ale di rig (sumur bor). Melihat rotasi pekerjaan Ale: 5/5, lima mingu di offshore (fasilitas produksi minyak) dan lima minggu libur. Keakraban dan obrolan hangat Ale dan ayahnya kala membuat kopi (dari memilih biji kopi, menggiling sampai diseduh) pun lebih hidup dalam bahasa visual. Lalu, kegemaran Ale bermain Lego pun lebih seru jika dikemas secara visual. Hal yang saya tunggu dalam film adalah saat Ale membangun rumah masa depan untuk keluarganya. Perdebatan Ale dengan Paul saat memutuskan model dan biaya pembangunan rumah.

Sedangkan untuk Anya, visualisasi paling ditunggu adalah kedekatannya dengan Tara dan Agnes. Obrolan mereka baik di dunia nyata maupun di dunia maya sungguh asyik dinikmati. Obrolan ringan mereka tentang pekerjaan, rumah tangga, dan kisah cinta mereka dengan pasangan sungguh hangat, penuh lempar candaan, dan saling menguatkan kala salah satu dari mereka sedang terpuruk. Bahasa visual juga menarik ditunggu saat Anya berjuang sendiri memaknai kehilangan Aidan dan dipersalahkan oleh Ale.

Kehangatan keluarga Ale dapat lebih nyata dalam bahasa visual seperti konflik Ale dan ayahnya, seringnya Ale menjadi pengasuh untuk anaknya Raisa, kepandaian ibu Ale memasak, dan bagaimana Ale membimbing adik-adiknya.

Butiran Makna dari Critical Eleven

Usai membaca novel ini, pembaca dapat memetik beberapa makna untuk bekal kehidupan:

  • Berhati-hatilah dalam berkata-kata. Kalimat yang sudah terucap susah ditarik kembali. Apalagi jika ucapan tersebut melukai, maka akan meninggalkan bekas di hati. Ibarat pohon yang sudah dipaku, meski pakunya dicabut dari pohon tersebut, namun bekas/ lubang dari paku masih membekas kuat di batang pohon.
  • Sejauh apa pun pergi, rumahlah tempat kembali. Semewah-mewahnya lingkungan di luar rumah, tak ada yang mengalahkan hangatnya cinta keluarga di rumah. Ungkapan bahasa Jerman indah merangkumnya, wohin gehen wir? Immer nach Hause. (Kemanakah kita pergi? Selalu kembali ke rumah).
  • Dalam suatu hubungan akan terbentang pasang surut. Kesiapan hati dan mental menghadapi pasang surut suatu hubungan perlu dilatih tiap hari. Kuncinya adalah komunikasi.
  • Memaknai kehilangan. Bersyukur dalam kondisi memiliki adalah mudah, namun tetap mampu bersyukur dalam kondisi kekurangan atau kehilangan perlu usaha seumur hidup. Kahlil Gibran pernah berujar, “Orang yang berjiwa besar memiliki dua hati; satu hati menangis dan yang satu lagi bersabar. Menangis karena kehilangan dan bersabar menerima berkat berikutnya dari sang pencipta.
  • Terluka dan sakit hati disebabkan reaksi yang kurang tepat terhadap realitas. Aristoteles mengungkapkan, jika hendak marah: ingatlah kemarahan kita sudah pada orang tepat, dilakukan pada waktu yang tepat, dan kemarahan tersebut disertai dengan alasan yang tepat.
  • Biasakan berbagi. Berbagi kegembiraan menjadikan seseorang semakin merasakan kegembiraan yang berlipat ganda. Sedangkan, berbagi kedukaan akan mengurangi beban.

Menuntaskan membaca novel ini sungguh meninggalkan kesan mendalam. Kekuatan cinta yang meraja dalam diri manusia. Bacalah novel ini secara perlahan! Resapi tiap kisah Ale dan Anya untuk memperkaya hidup. Tak ada yang lebih indah bagi seorang penulis, kala mengetahui karyanya mampu menginspirasi dan mengubah hidup pembacanya. Tuan dan puan mau? Silakan baca Critical Eleven, lalu perhatikan apa yang akan terjadi dalam hidup kita masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun