“Kopi Gayo ini memiliki beberapa ciri khas tersendiri, di antaranya adalah ia memiliki tingkat kekentalan yang lebih ringan, dan juga memiliki tingkat keasaman yang seimbang. Karena keunggulan yang dimiliki, maka tidaklah mengherankan kopi yang ditanam di Pegunungan Gayo, Aceh Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam ini mendapat Fair Trade Certified™ dari Organisasi Internasional Fair Trade pada tanggal 27 Mei 2010, Pak Teuku menerangkan.
“Selain itu, kopi Gayo juga masuk sebagai nominasi kopi terbaik dunia pada International Conference on Coffee Science, Bali, Oktober 2010. Saat ini, Eropa dan Amerika Serikat merupakan dua wilayah ekspor terbesar kopi Gayo yang memiliki harga jual termahal pada saat pameran kopi dunia yang diselenggarakan oleh organisasi Specialty Coffee Association of America(SCAA) di Portland, Oregon Convention Center, Amerika Serikat,” pungkas Pak Teuku menjelaskan.
“Waw. Luar biasa penjelasan bapak. Keputusan kami memasukkan kopi Gayo ke kedai kopi kami sungguh tepat, karena kopi Gayo justru sudah jadi primadona di luar negeri. Kini tugas kami jadikan kopi Gayo sebagai kopi istimewa di Indonesia. Sudah sewajarnya kopi terbaik Indonesia jadi tuan rumah,” teriak Roni penuh semangat.
Seusai berpamitan dengan Pak Teuku, kami kembali ke rumah Muzzakir untuk menyiapkan langkah-langkah pemulihan dari peristiwa tak mengenakkan di gudang GKB. Peristiwa yang menyadarkan kami bahwa potensi luar biasa dari kopi Gayo belum menjadi pilihan pencinta kopi di Indonesia. Selain itu, kami perlu semakin sering menyosialisasikan keuntungan para petani masuk menjadi anggota koperasi GKB. Memberdayakan petani melalui koperasi agar bersama-sama menuju sejahtera.
***
Dalam pesawat kembali dari Jakarta. Roni terus diam. Ia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Wajahnya menekuk. Sedikit mengerut bagai sedang memikirkan sesuatu yang berat. Sepertinya peristiwa pembakaran gudang GKB cukup menyakitkan. Usul memasukkan kopi Gayo dalam menu Kedai PKI adalah kejelian Roni mengangkat potensi kopi lokal. Kala mengambil sekolah barista, ia pernah studi banding ke Aceh. Menyaksikan masyarakat Aceh begitu cinta terhadap kopi. Kedai-kedai kopi di Aceh selalu ramai. Di kedai-kedai kopi tersebut segala lapisan masyarakat berbaur. Tak jarang ia menyaksikan kala itu, pejabat-pejabat pemerintahan berdiskusi dengan masyarakat di kedai kopi untuk menyerap aspirasi dan bertanya sejauh apa pembangunan dilaksanakan.
Ketakjuban Roni semakin membuncah kala menyaksikan langsung bagaimana kopi Aceh disajikan dengan cara yang cukup unik, berdasarkan kebiasaan masyarakat Aceh, kopi ini disajikan dengan cara diseduh terlebih dahulu di dalam panci hingga mendidih. Kemudian, kopi ini baru disajikan dalam gelas.
“Ron, lo masih sedih tentang kejadian dibakarnya GKB?”
“Bukan Bon. Kalo itu gue udah ikhlas. Sukses kan berliku jalannya. Justru dari peristiwa itu gue dapat ide tuk menambah varian kopi lokal di Kedai PKI. Masa kopi-kopi terbaik Indonesia malah orang-orang kita gak tau sih.”
“Rencana lo apa bro?” tak sabar Boni bertanya lebih jauh.
“Kedai PKI bakal tambah menu baru: kopi Toraja, kopi Flores, kopi Bali, dan 17 jenis kopi Indonesia yang dapat nilai terbaik di specialty coffee association of America (SCAA) Expo: Gunung Puntang, Mekar Wangi, Manggarai, Malabar Honey, Atu Lintang, Toraja Sapan, Bluemoon Organic, Gayo Organic, Java Cibeber, Kopi Catur Washed, West Java Pasundan Honey, Arabic Toraja, Flores Golewa, Redelong, Preanger Weninggalih, Flores Ended dan Java Temanggung.”