Mohon tunggu...
Bona Ventura Ventura
Bona Ventura Ventura Mohon Tunggu... Guru - Kontributor buku antologi: Presiden Jokowi: Harapan Baru Indonesia, Elex Media, 2014 - 3 Tahun Pencapaian Jokowi, Bening Pustaka, 2017 | Mengampu mapel Bahasa Indonesia, Menulis Kreatif, dan media digital

#Dear TwitterBook, #LoveJourneyBook @leutikaprio

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kedai PKI (Penikmat Kopi Indonesia)

17 Agustus 2016   12:59 Diperbarui: 17 Agustus 2016   13:05 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

***

Pertemuan Kedai PKI (Penikmat Kopi Indonesia) dengan kopi lokal mengubah kepercayaan kami terhadap pentingnya kolaborasi. Ini yang sekarang kami lakukan. Kesuksesan Kedai PKI menghadirkan kearifan lokal dan kopi lokal semakin melambungkan nama sebagai kedai kopi yang dirindukan dan dicintai dengan segala racikan kopi dibarengi dengan tiap kisahnya. Keputusan kami tepat untuk merangkul semakin banyak kekayaan kopi lokal. Tiap keputusan punya konsekuensi. Niat baik tak selalu bersambut di hati.

Tersisa separuh gudang kopi GKB. Telpon segera terputus. Koordinator penyuplai Kedai PKI dari Gayo, Aceh, Muzzakir tak sanggup lagi berlama-lama mengabarkan hura-hara di sana. Kami tak menyangka akan terjadi hal ini. Kehendak baik tak selalu dimengerti ternyata.

Kini Kedai PKI sedang dihempas badai. Sebelum mampu meluaskan kerjasama dengan petani kopi lokal di Toraja, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Bali, kami kembali diuji. Musibah terbakarnya gudang kopi GKB, Aceh Tengah membenamkan impian tersebut. Impian kami dipaksa berhenti sejenak. Tarikan nafas untuk kembali mampu berlari gapai impian memakmurkan petani-petani kopi lokal.

Dua hari setelah kejadian pembakaran gudang kopi GKB, Roni dan Boni memutuskan mengunjungi Gayo. Hamparan hijau kebun kopi dari petani mitra Kedai PKI di sana sungguh menyejukkan mata. Keindahan panorama pepohonan kopi dengan bebuahan kopi yang berselang-seling. Ada buah kopi yang sudah memerah, setengah memerah, dan masih hijau.  Pilihan kami bermitra dengan petani Kopi Arabika Gayo tak salah. Kini kami menjejakkan kaki kali pertama di lokasi yang sungguh memanjakan mata. Di mana produk kopi ditanam, dipetik, dan diolah di ketinggian 1.200 meter. Kopi Gayo hidup di alam sejuk dataran tinggi. Kesuburan tanahnya memanjakan tanaman-tanaman kopi.

Sejauh mata memandang Roni dan Boni dibuat takjub. Perkebunan kopi Gayo berada di tanah dan kontur yang tepat. Kerja keras dan proses panjang yang dilakukan petani kopi mensyaratkan ketelitian, dan cinta yang besar kepada kopi. Tak berlebihan jika kini kopi Gayo jadi salah satu favorit di Kedai PKI.

Kerja keras penuh cinta dari petani, buruh pemetik, penggiling, eksportir, pemanggang hingga barista mampu menghidangkan kopi Gayo jadi primadona. Kopi Gayo: Kopi Terbaik Diproduksi dari Tetesan Keringat Petani. Filosopi Kopi Gayo yang kami rancang pun benar-benar nyata kala kami mendatangi mitra petani yang menjadi mitra penyuplai di Kedai PKI. Petani dan kopi sudah menjadi satu-kesatuan tak terpisahkan. Dari kepenuhan cinta dan ketulusan para petani tumbuhlah biji-biji kopi Gayo terbaik.

“Ron. Gila ya. Mereka total banget dari menanam, memetik hingga mengolah biji kopinya,” seru Boni penuh semangat.

“Setuju bro. Lo liat dari tadi kan. Hampir tak ada celah sedikit pun mereka perlakukan kopi semena-mena. Metiknya aja gak sembarangan. Harus biji kopi yang sudah merah baru bisa dipetik. Gue speechless,” ujar Roni lirih.

Sudah puas berkeliling ke perkebunan kopi Gayo. Muzzakir menemani mereka menemui sesepuh petani kopi Gayo. Pak Teuku Fasya nama lengkapnya. Namun ia meminta kami cukup memanggilnya Pak Teuku.

“Terima kasih Pak sudah berkenan menerima kami berkunjung. Kami dari Jakarta. Kebetulan kami memiliki kedai kopi. Salah satu produk terbaru di kedai kopi kami adalah kopi Gayo. Sebagai salah satu sesepuh petani kopi di sini, kami mau bertanya sedikit tentang kopi Gayo,” bicara Roni penuh hormat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun