Mohon tunggu...
Bona Ventura Ventura
Bona Ventura Ventura Mohon Tunggu... Guru - Kontributor buku antologi: Presiden Jokowi: Harapan Baru Indonesia, Elex Media, 2014 - 3 Tahun Pencapaian Jokowi, Bening Pustaka, 2017 | Mengampu mapel Bahasa Indonesia, Menulis Kreatif, dan media digital

#Dear TwitterBook, #LoveJourneyBook @leutikaprio

Selanjutnya

Tutup

Bola

Trofi Tertinggi Sampaoli & Chili

9 Juli 2015   23:18 Diperbarui: 9 Juli 2015   23:18 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuan rumah dalam suatu ajang olahraga senantiasa mendapat perhatian. Privilege tuan rumah didapatkan misalnya sebagai tim unggulan, mendapat “bantuan” wasit atau panitia penyelenggara. Chili sebagai tuan rumah Copa America 2015 mendapat limpahan kuasa dari CONMEBOL (Asosiasi Sepakbola Amerika Latin) karena tuan rumah Copa America 2015 seharusnya adalah Brasil. Namun Brasil baru saja menjadi tuan rumah Piala Dunia 2014 sehingga CONMEBOL merasa perlu memberikan “nafas” kepada CBF (Asosiasi Sepakbola Brasil).

1. Trauma Tak Abadi
Stadion Santiago merupakan stadion kebanggaan Chili. Hingga itu semua terhapus sekejap pada tahun 1962. Tahun 1962 stadion Santiago menjadi saksi kemarahan para pendukung timnas Chili kala impian rakyat Chili pupus. Kala Piala Dunia tahun 1962, 77 ribu penonton memadati laga semifinal Chili vs Brasil untuk menjadi saksi bahwa generasi La Roja mampu menekuk Brasil, melangkah ke final, dan menjadi juara dunia untuk kali pertama.

Garis nasib menggariskan sebaliknya. Di Stadion Santiago, harapan rakyat Chili musnah karena La Roja (Chili) dihempaskan Selecao (Brasil) dengan skor 2-4. Airmata pendukung Chili tumpah tak terbendung. Sebagian tak mampu lagi menahan amarah dan kekecewaan dengan bertindak anarkis. Mereka merusak stadion dengan membabi buta. Cinta yang berubah jadi murka.

2. Kembali ke Santiago

Trauma bisa sirna. Trauma dapat terhapus pada tiap insan yang tetap memelihara harapan. Tak ada yang lebih manis selain menghapus trauma terhadap tragedi Santiago bagi bangsa Chili. Tragedi Santiago merupakan momen hitam bagi sejarah sepakbola Chili.
5 Juli 2015 dinihari WIB Chili kembali menjejak final di stadion Santiago. Kibaran bendera Chili terus mewarnai perjuangan tim Chili kontra Argentina di final Copa America 2015. Jorge Sampaoli tahu trauma yang masih membekas pada rakyat Chili. Ia meracik strategi untuk meredam tim unggulan bertabur bintang, tim Argentina. Tragedi Santiago yang masih membekas dari benak rakyat Chili hingga tim Chili dapat merengkuh trofi internasional kali pertama.

Sejak di fase grup racikan strategi Sampaoli berhasil mempertontonkan Chili sebagai salah satu kandidat juara Copa America 2015. Dengan meraih dua kali menang dan seri dengan Meksiko. Chili melaju ke perempat final dengan penuh percaya diri tinggi. Uruguay pun mereka hempaskan dengan skor tipis 1-0. Semifinal pun mereka tapaki. Dengan skor 2-1 mereka hempaskan Peru. Final Copa America 2015 di negara mereka sendiri pun terjadi.

Laga final kembali Chili alami. Di Stadion Santiago rakyat Chili kembali berharap. Impian mereka kembali muncul. Menghadapi Argentina sebagai tim unggulan dengan beragam pemain bintang tak gentarkan Sampaoli dan timnas Chili. Mereka seolah tak gentar meladeni permainan Argentina selama 90 menit + extra time. Kibaran bendera pendukung Chili seolah tak henti mengobarkan semangat tempur pemain Chili.

Drama adu penalti menjadi saksi siapa peraih trofi. Argentina seolah menanggung beban berat. Hanya 1 penendang penaltinya yang berhasil, Messi seorang. Sedangkan Chili berhasil menceploskan 4 tendangan penaltinya. Melalui tendangan penalti ala Panenka, Alexis Sanchez menyudahi drama adu penalti final Copa America 2015 dengan tangisan haru dan bahagia untuk rakyat Chili.

Inilah gelar pertama timnas sepakbola Chili di ajang internasional. Gelar yang sudah sangat dirindukan rakyat Chili. Gelar yang mampu menghapus trauma kelam tragedi Santiago tahun 1962. Gelar yang mampu mengangkat derajat bangsa Chili bahwa timnas mereka kini sudah sejajar dengan tim Brasil, Uruguay, dan Argentina sebagai peraih trofi Copa America.

3. Chili Seusai Memegang Trofi

Selepas Copa America 2015, timnas Chili makin percaya diri dan penuh gelora semangat menatap kualifikasi Piala Dunia 2018. Sampaoli pun masih membesut timnas Chili. Ia mampu meracik strategi yang sesuai dengan karakter tim. Tim Chili bagai mendarah daging dengan prinsip 5S dari Ken Doherty, pebiliar asal Irlandia (stamina, speed, strength, skill, dan spirit). Kemenangan mereka sudah dapat teridentifikasi sejak di fase grup hingga laga final. Semangat tim Chili untuk memenangi tiap laga seolah tak ada yang dapat menghentikannya. dalam tiap laga. Hanya di laga final Chili terpaksa harus mengalami adu penalti. Padahal dari perempat final hingga semifinal Chili selalu menyudahi laga dalam waktu 2x45 menit.

5S dalam tim Chili berhasil diramu apik oleh Jorge Sampaoli. Stamina para pemain Chili seolah tak ada lelahnya dalam tiap laga. Mereka terus berduel, mengejar bola, mengkreasi serangan, dan balik menjaga daerah pertahanan. Kecepatan pemain Chili dalam tiap laga pun merepotkan lawan dari tim medioker hingga tim unggulan. Kekuatan para pemain Chili terlihat dari pergerakan mereka yang menjelajahi lapangan demi mencetak gol. Selain itu, tubuh kekar berbalut otot kuat pada para pemain Chili pun amat menunjang penampilan impresif mereka dalam menyudahi lapangan dengan kemenangan.

Perpaduan skill pemain Chili yang bermain di liga dalam negeri dan luar negeri (Gonzalo Jara, Mainz; Alexis Sanchez, Arsenal; Eduardo Vargas, Napoli; Arturo Vidal, Real Madrid; Claudio Bravo, Barcelona) bahu membahu demi mencapai impian meraih trofi di hadapan pendukungnya. Satu yang tersisa adalah S kelima (spirit). Inilah kekuatan yang sulit dikalahkan oleh lawan-lawan Chili dalam gelaran Copa America 2015.

Spirit tim Chili terus terjaga sejak dari fase grup hingga laga final. Pemain Chili yang beragam latar belakang klub dapat dilebur dalam api semangat untuk meraih prestasi tertinggi di hadapan pendukungnya. Sampaoli punya peran dalam terus menggelorakan elan spirit para pemain Chili. Ia dekat dengan para pemain. Beberapa pemain timnas Chili berasal dari klub Unversidad de Chile, klub yang dibesut Sampaoli pada 2011–2012. Dalam kurun waktu yang singkat tersebut, Sampaoli mampu mencetak treble winners, yaitu: menjuarai Torneo Apertura 2011, Torneo Clausura 2011, dan Copa Sudamericana. Prestasi tersebut yang menghantarkan Sampaoli didaulat untuk membesut timnas Chili.

Copa America 2015 menjadi saksi Chili yang meraih gelar internasional pertama. Sampaoli dan Chili berhasil membukakan mata pencinta sepakbola bahwa 5S (stamina, speed, strength, skill, dan spirit) berperan besar dalam meraih prestasi tertinggi. Selamat untuk Sampaoli dan Chili.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun