[10] Bdk. J, Baird Callicott, op.cit., hlm. 33.
[11] Dielaborasi dari tulisan Ralph Metzener, The Emerging Ecological Worldview, dalam Mary Evelyn Tucker & John A Grim (ed.), Worldviews and Ecology, Orbis Books, 1994, hlm. 170-171.
[12]Lih. Tu Wei-ming, op.cit., hlm. 20
[13] Lih. Tu Wei-ming, ibid., hlm 20-21.
[14] Selanjutnya akan disebut Tu saja.
[15] Mengenai pentingnya aspek etika dan bagaimana etika dapt turut membantu untuk mengatasi dampat mentalitas pencerahan bagi lingkungan dapat dibaca pada tulisan J. Baird Callicott, Toward a Global Environmental Ethic dalam Mary Evelyn Tucker & John A Grim (ed.), Worldviews and Ecology, Orbis Books, 1994.
[16] Ibid., hlm. 25.
[17] Ibid., hlm. 25-27
[18] Di sini patut dimasukan juga misalanya pandangan salah satu suku asli di Indonesia, seperti suku Dayak. World-view (pandangan dunia) Orang Dayak memahami alam semesta (kosmos) ini sebagai suatu bentuk kehidupan bersama antara manusia dan yang non-manusia, diluar alam para Jubato (dewa) dan Awo Pamo (arwah para leluhur) yang berada di Subayotn. Bentuk kehidupan itu merupakan suatu sistem yang unsur-unsurnya terdiri dari unsur alam manusia dan alam non-manusia (organisme dan no-organisme) yang saling berkolerasi. Sistem kehidupan itu sendiri merupakan lingkungan hidup manusia dimana manusia hidup dan berkolerasi secara harmonis dan seimbang dengan para “tetangganya” unsur-unsur lain yang non- manusia. Hubungan yang harmonis dan seimbang dalam sistem khidupan ini harus dibangun oleh manusia melalui praktik-praktik religi mereka.(Lih. Yohanes Supriyadi, Filsafat Dayak, http://wacananusantara.org/6/362/filsafat-dayak/p/3?PHPSESSID=20db216a3bfc012028ed33195b4a5b85, diunduh pada hari Selasa, 19 Mei 2009, jam 15.30)
[19] Huston Smith, The World’s Religions (New York: Harper Collins, 1991), 365-83 seperti yang dikutip Tu Wei-ming, ibid., hlm. 27-28.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H