Alex bermaksud membunuh John saudaranya sendiri untuk menguasai harta warisan peninggalan ayahnya. Dia minta bantuan Allena salah satu penghuni Rumah Atlanta, rumah kontrakan milik John. Tapi semua rencananya berantakan.
Apa yang terjadi dengan Allena kemudian?
***
Part sebelumnya [klik di sini]
Part 4. Kematian Nick
Aku melihat jarum jam dinding di ruang pesta telah menunjuk lewat pukul dua dini hari. Saat Nick beranjak pergi dari rumah Atlanta meski dengan kondisi tubuh sedikit sempoyongan. Aku memperhatikan Nick ketika sampai di pintu. Dia berhenti sebentar sambil memegangi kepala dan perutnya. Sejenak kemudian dia menoleh kebelakang. Nick masih sempat melambaikan tangannya pada kami.
Tapi ke tiga temanku tidak peduli padanya. Mereka asyik bersenda gurau tertawa gembira sambil menikmati wisky dan anggur merah. Kepulan asap putih pun keluar dari mulut mereka. Sementara itu dengan sempoyongan Nick perlahan melangkahkan kakinya keluar dari Rumah Atlanta. Sesaat kemudian aku bergegas ke ruang belakang menemui Alex.
"Alex, apa kamu melihat semua kejadian tadi?" tanyaku. Alex cuma mengangguk.
"Aku gagal! John tidak mau minum anggur merah itu."
"Ini kejadian tak terduga. Di luar rencanaku!"
"Tapi aku khawatir pada Nick. Dia sepertinya tidak dalam kondisi yang baik. Langkahnya sempoyongan. Aku rasa dia lebih dari sekedar mabuk alkohol. Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan Nick?"
"Sudah! Kamu tenang saja, Allena. Aku akan mengikuti Nick."
Alex segera keluar dari pintu belakang Rumah Atlanta. Sementara aku bergabung dengan teman-temanku untuk melanjutkan pesta wisky dan anggur merah diiringi alunan musik rock'n roll. Namun, kurang lebih selang satu jam kemudian John datang lagi menemui kami.
"Nick tewas setelah pergi dari sini. Apa yang telah kalian lakukan padanya?" tanya John dihadapan aku dan teman-temanku.
Tapi ke tiga temanku cuek saja mendengar berita itu dan tidak seorang pun menjawab pertanyaan John. Tidak ada rasa takut dan khawatir di benak mereka. Sementara aku merasa gugup dan gemetar. Jantungku berdegup kencang. Aku menjadi gelisah. Tapi aku berusaha menyembunyikan agar teman-temanku tidak curiga. Beberapa saat kemudian aku melihat Dolly berdiri dari tempat duduknya.
"Kami tidak melakukan apa-apa! Justru kalian tadi yang bertengkar. Seharusnya kami yang tanya padamu. Apa yang kamu lakukan padanya setelah meninggalkan ruangan ini?" tanya Dolly.
"Aku ...? Aku tidak melakukan apa-apa padanya!" bantah John.
"Tidak melakukan apa-apa? Kami tidak bisa melihat apa yang telah kamu lakukan di luar sana, John! Begitu juga dengan kamu. Jadi jangan asal menuduh kami!" sahut Cindy.
John hanya bisa diam sambil memperhatikan ekspresi wajah kami yang merasa tidak bersalah atas kematian Nick.
"Kalau begitu tidak ada lagi yang bisa kita ajak bersenang-senang," kata Alexis dengan nada datar.
"Iy ... iya dan aku ... aku akan merasa kesepian," sahutku masih gugup .
"Tenang, masih banyak kok orang-orang berduit yang mau sama kita-kita ini," kata Dolly menanggapi.
"Iya, sih. Tapi ... hanya Nick yang paling royal dan paling mengerti aku," sahutku lagi sambil mencoba tersenyum genit. Sementara ke tiga temanku menatap dengan pandangan sinis.
"Nick memang tidak pernah adil pada kita-kita. Selama ini hanya kamu, Allena, yang lebih disukai Nick," kata Alexis memandang tajam padaku.
"Iya dan aku tidak suka sikapnya itu! Lebih baik dia mati saja," sahut Cindy.
"Cindy! Kamu sepertinya sudah tidak menyukai Nick. Apa yang telah kamu lakukan pada Nick?" tanya John.
"Hmm ... kamu jangan sembarangan ngomong. Aku tidak sebodoh itu!" bantah Cindy.
"Bagaimana matinya dan di mana mayatnya sekarang?" tanya Dolly sambil meneguk anggur merah.
"Nick mati dengan mulut berbusa. Dia masih di dalam mobilnya di ujung jalan dengan arah keluar dari perkampungan ini. Sebentar lagi polisi akan datang untuk mengevakuasi mayatnya," jawab John.
"Dan kamu datang ke sini menuduh kami atau salah satu di antara kami sebagai pelakunya? Bisa saja dia dirampok terus dibunuh," kata Dolly.
"Tidak ada yang merampoknya! Seorang warga datang kepadaku. Dia melihat mobil itu keluar dari rumah kontrakan ini," sahut John dengan nada keras.
"Beberapa warga lain melihat mobil itu berjalan sedikit oleng. Kemudian menabrak dinding trotoar di ujung jalan. Mereka mendekati mobil itu dan melihat seorang pria di dalam mobil itu kejang-kejang dan mulutnya berbusa sebelum akhirnya mati di tempat duduknya. Aku pun datang dan memastikan dia adalah Nick!" lanjut John.
"Mungkin Nick keracunan. Dan kita sebagai tertuduh karena telah bersama dia sebelumnya," kata Alexis sambil melempar pandangan mata pada yang lain, "apakah kalian teringat sesuatu?" lanjutnya.
Tiba-tiba aku melihat Alexis mengarahkan pandangan matanya pada Cindy sambil mengangkat jari telunjuknya, "Kamu pelakunya!" seru Alexis.
"Aku ...? Kamu jangan bercanda! Aku tidak suka!" bantah Cindy.
"Alexis tidak bercanda! Kamu tidak bisa mengelak dari tuduhan ini! Barusan kamu mengutarakan niatmu itu. Bahkan beberapa waktu yang lalu kamu juga pernah mengusulkan untuk membunuh Nick, bukan?" tanya Dolly.
"Memang benar! Tapi aku tidak pernah serius dengan ucapanku waktu itu. Aku hanya menggertak kalian saja!" bantah Cindy dengan tenang sambil mengunyah permen karet kesukaannya.
Teman-temanku saling melempar tuduhan dengan argumen masing-masing sehingga John pun kebingungan karena tidak ada yang mengaku sebagai pembunuhnya. Sementara itu aku sempat melihat John menoleh ke arah Ijo yang berdiri di balik pintu ruang belakang.
"Sudah cukup! Hentikan ocehan kalian! Aku tidak ingin masalah ini berbuntut panjang," kata John. Dia kemudian berjalan menghampiri Ijo yang masih berdiri di balik pintu.
"Paijo ...! Apa kamu mengetahui sesuatu sebelum Nick pergi dari rumah ini?" tanya John.
"Ee ... tidak! Aku ... aku tidak tahu apa-apa!" jawab Ijo dengan gugup.
"Hmm, tidak ada yang mau mengaku. Aku juga tidak ingin polisi menutup Rumah Atlantaku ini. Kalau begitu aku akan minta bantuan saudaraku untuk menyelesaikan masalah ini secepatnya sebelum polisi bertindak lebih jauh," kata John.
"Saudaramu? Apa yang bisa dia lakukan?" tanya Alexis.
"Dulu dia bekerja di kantor pengacara. Jadi lebih mengerti tentang hukum!" kata John.
"O ya ...? Apakah dia semacam detektif, gitu?" tanya Cindy dengan sinis. Sementara John cuma mengangguk.
Aku kemudian melihat John mengambil handphone dari saku celananya dan melakukan panggilan pada seseorang. Aku berusaha mendengar omongan John.
"Hallo, Alex. Ini penting! Aku butuh bantuanmu sekarang. Kali ini datanglah ke tempatku, ke Rumah Atlanta," kata John. John diam sebentar kemudian melanjutkan perkataannya.
"Kamu tahu Nick kan? Beberapa warga mendapati dia mati di dalam mobilnya, beberapa saat setelah keluar dari Rumah Atlanta. Aku menduga salah satu dari ke empat penghuni rumah pelakunya. Tapi tidak ada yang mau mengaku. Bantu aku menyelesaikan kasus ini secepatnya. Aku tidak mau kasus ini mempengaruhi bisnisku," kata John panjang lebar. Sesaat dia diam sebentar lagi. Setelah itu dia melanjutkan perkataannya kembali.
"Dari mulutnya keluar busa. Mungkin dia keracunan."
Beberapa saat kemudian John menyudahi panggilan handphone-nya. Setelah itu aku melihat John keluar dari tempat ini. Sepertinya dia akan menunggu Alex di luar.
Seandainya kematian Nick di luar rencana Alex, kenapa dia mau datang ke sini lagi? Apa dia tidak takut kalau polisi mengetahui dan menangkapnya?
[Bersambung] [klik di sini]
~ Masbom ~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H