"Boleh, tapi nggak pake lama, ya? Minggu depan kan ada ulangan biologi!"
"Hmm, aku usahakan! Tapi kalau harus pake lama, akan kutulis sajak indah untukmu! Mau ...?" Aninta hanya bisa tersenyum mendengarnya.
Pinjam buku! Seperti kebanyakan anak-anak sekolah untuk mendekati teman yang disenanginya. Begitu juga denganku. Dan di halte depan sekolah Aku selalu menunggu senyum manisnya. Untuk saling bercerita melepas rindu usai dentang bel sekolah dan menjalani kisah sembunyi. Sepertinya Aku begitu terobsesi dengan salah satu lagu milik Iwan Fals. Atau mungkin mungkin Iwan Fals punya kisah asmara sepertiku? Entahlah ....
Tiba-tiba berkilat cahaya putih dari langit memenuhi ruang kelas. Disusul beberapa detik kemudian terdengar suara menggelegar menggetarkan kaca-kaca jendela kelasku. Dan air hujan pun tercurah dari langit dengan derasnya. Buyar sudah lamunan satu tahun yang lalu saat Aku mulai mengenal Aninta.
Rasa itu tumbuh belum sempurna. Kuncup-kuncup mawar pun belum merekah semua. Tetapi angin yang menyertai rindunya hujan pada tanah telah menggores luka pada mahkota indahnya. Hanya satu semester Aninta mengisi hari-hari ceriaku. Tapi senyum manisnya telah menggores begitu dalam pada hatiku.
Kedekatanku dengannya menumbuhkan semangat baru dalam hidupku. Aku tidak tahu apakah ini cinta? Tetapi semua itu harus pupus di tengah jalan. Saat kenaikan ke kelas tiga, dia harus pindah ke luar negeri mengikuti ayahnya yang bekerja di KBRI Australia. Otomatis mulai semester satu di kelas tiga ini Aku tidak bersama Aninta lagi. Hanya sesekali lewat pesan pendek Aku mencoba merajut rasa bersamanya. Agar benih-benih cinta dapat tumbuh lagi saat dia kembali ke tanah air.
***
Sore itu langit sedang tidak mau bersahabat denganku. Hamparan awan kelabu bergulung-gulung semakin pekat warnanya. Titik-titik air hujan pun mulai turun. Segera Aku mempercepat laju sepeda motorku menuju perpustakaan pusat  Universitas Negeri Sebelas Maret. Ada tugas makalah untuk melengkapi ujian semester yang harus Aku selesaikan. Dan itu membutuhkan referensi penunjang yang harus Aku cari di sana.
Aku sengaja merantau ke Solo dan baru satu semester menuntut ilmu di universitas negeri terkemuka di kota itu. Aku ingin melupakan Aninta. Karena pada chat terakhirku dengannya setelah kelulusan SMA dia tidak bisa memastikan apakah akan kembali ke tanah air atau tidak.
Rupanya mendung sudah tidak kuat lagi menahan rindunya. Tanpa menungguku yang masih berada di tempat parkir, hujan turun dengan derasnya. Aku segera berlari menuju pintu masuk perpustakaan pusat. Dan untung saja jaraknya tidak terlalu jauh hingga tidak membuat bajuku basah kuyup.
Sampai di dalam perpustakaan, Aku berubah pikiran. Hujan di senja hari kembali mengingatkan Aku pada Aninta. Entah kenapa senja hari ini Aku benar-benar rindu padanya. Aku melangkah menuju komputer katalog dan memilih genre buku fiksi. Hujan, itu kata kunci judul buku yang ingin kubaca. Aku ketikan kata itu di sana. Sederet judul buku pun muncul di layar komputer.