Lega rasanya sampai di rumah. Putri segera masuk kamar dan menaruh gangsingan pemberian cowok itu di atas meja belajarnya. Dia rebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Matanya menerawang ke langit-langit kamar. Sejenak dia terpejam dan larut dalam mimpi indahnya.
"Putri di manakah rumahmu?"
Di alam bawah sadarnya Putri seperti mendengar suara menggema memenuhi rongga kepalanya. Dia terkejut dan bangun dari tidurnya. Hatinya berdebar-debar. Putri duduk di tepi pembaringan. Pandangan matanya tertuju pada gangsingannya.
"Aku seperti mendengar suara Kakak. Dia hadir dalam mimpiku. Kenapa tidak kau sebut nama dan rumahmu pada perkenalan singkat kita?" Putri makin penasaran.
"Tapi kenapa juga kau berikan gangsingan ini? Dan kau berjanji akan menemuiku. Kapan dan di mana kita akan bertemu lagi?"
Putri masih galau dan tidak bisa menyembunyikan perasaannya. Pandangan matanya menerawang jauh seolah-olah menembus dinding-dinding tembok kamarnya. Sono ... cowok pendiam tetapi jago berkelahi itu telah memikat hatinya. Tanpa sadar Putri tersenyum sendiri mengingat kejadian itu.
"Bagaimana perasaanmu yang sesungguhnya dan di manakah kita akan bisa bertemu kembali? Apakah kamu akan mencariku dengan gangsinganmu? Seandainya kamu satu sekolah denganku ...." kata Putri dalam hati.
Pertanyaan itu berkecamuk memenuhi rongga kepala dan menyesakkan dadanya. Rasa penasaran, galau, dan capek menyelimuti pikirannya. Putri hanya bisa menghela nafas panjang dan membiarkan sang waktu yang akan menuntunnya.
***
Waktu terus berjalan sesuai kehendak Sang Pemiliknya. Dan seiring bergantinya siang dan malam berakhir pula Pasar Malam Perayaan Sekaten di Alun-Alun Utara Jogja. Â Para pedagang pun mulai mengemasi dan membongkar lapak-lapak dagangan mereka.Â
Suasana Alun-Alun Utara kembali sepi. Tinggal satu dua pedagang saja yang masih bertahan berjualan di sana. Dan sebuah kenangan manis tak terlupakan bagi Sono.