Mohon tunggu...
Masbom
Masbom Mohon Tunggu... Buruh - Suka cerita horor

Menulis tidaklah mudah tetapi bisa dimulai dengan bahasa yang sederhana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Horor] Diantar Siapa?

22 November 2018   19:00 Diperbarui: 22 November 2018   19:13 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendung tebal bergulung-gulung di langit dan sedikit semburat cahaya rembulan menembus mendung melukiskan suasana malam yang mencekam. Tak terdengar bunyi binatang malam saat itu kecuali kepak-kepak sayap burung hantu diantara dahan-dahan pepohonan di pekarangan samping dan belakang rumah. Angin dingin bertiup sepoi-sepoi menerbangkan dedaunan kering. Dan di malam itu kampusku mengadakan pesta Halloween di sebuah halaman rumah tua tak berpenghuni di dekat kampus.

Jarum jam merambat pelan menuju pukul sepuluh malam. Detak detiknya terdengar berpacu dengan detak jantungku. Aku memberanikan diri untuk mengikuti acara Hallowen malam itu. 

Suara tokek di langit-langit kamar menemaniku merias wajah dan rambutku agar kelihatan seram. Tak lama kemudian Aku pun sudah selesai dengan dandananku. Perlahan Aku menggeser kakiku menuju cermin besar di sudut kamar.

Darahku seolah berhenti mengalir dan jantungku seolah meloncat entah kemana. Aku telah berubah menjadi sesosok kuntilanak meskipun hanya dengan masker bengkoang putih yang terlihat retak-retak dan daster putih lusuh pinjaman dari kakakku. Rambut hitam panjang acak-acakan dan warna gelap disekitar ke dua bola mataku menambah kesan menakutkannya kostum ini.

Aku mengambil hape dan kukirim pesan WA pada temanku. Akan kutunggu dia di jalan setapak di belakang kampung. Aku segera keluar dari rumah dan berjalan kaki menuju tempat pesta yang telah ditentukan. Sebenarnya aku ragu saat memutuskan melewati jalan setapak menyusuri tepian sungai yang sepi di belakang kampungku. 

Rasa takut mulai merayap memenuhi sebagian hatiku ketika Aku melihat disekitarku hanya gelap dan rimbunnya pepohonan. Meski begitu Aku tetap berjalan dan berharap bertemu dengan temanku di jalan ini.

Nyaliku pun mulai rontok saat sayup-sayup terdengar bunyi mantra-mantra pemanggil arwah yang biasa diucapkan oleh anak-anak kampung ketika bermain jailangkung di bawah rimbunnya pohon bambu beberapa meter di depanku.

Rasa takut ini memaksaku menghentikan langkah sejenak. Karena tidak kulihat seorangpun di sana kecuali sebuah boneka kayu jailangkung tanpa kaki yang berdiri di bawah rumpun bambu. Dia meloncat-loncat dan bergoyang sendiri. Kepala dari batok kelapanya terlihat menyeramkan saat menoleh ke arahku. Tubuh kayunya terbalut kain mori usang. Dia bergoyang melambaikan kainnya seperti ingin ikut denganku.

Aku berusaha mempertahankan kesadaranku dan berpikir logis. Mungkinkah boneka kayu jailangkung itu tertarik dengan kostum kuntilanakku dan ingin ikut denganku ke pesta Hallowen? Seketika merinding bulu kuduk di sekujur tubuhku.

Darahku benar-benar berhenti mengalir. Tubuhku menjadi dingin membeku seolah-olah terbungkus bongkahan salju di Puncak Jayawijaya ketika kulihat sekelebat bayangan keluar dari tubuh boneka kayu jailangkung. Dan ... boneka jailangkung itu roboh ke tanah.

Terlihat sesosok nenek bongkok telah berdiri di depanku. Kulit wajahnya sangat keriput dan matanya besar melotot. Tercium bau apek saat nenek bongkok itu berjalan mendekat ke arahku. Langkahnya tertatih-tatih dengan ditopang sebatang tongkat kayu. Tangan satunya menjulur ingin menyentuhku seolah memberi isyarat akan ikut denganku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun