Mohon tunggu...
Boly Uran
Boly Uran Mohon Tunggu... Human Resources - Seorang Petani yang suka melakukan kajian sosial budaya untuk membantu pembangunan Desa

hasil kajian sosial budaya telah dibukukan dalam buku perdana dengan Judul Di Balik Kesunyian Lewouran Duli Detu Saka Ruka Paji Wurin

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilu dalam Perspektif Budaya Tutu Koda

31 Mei 2022   18:03 Diperbarui: 7 Juni 2022   08:26 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jawaban atas undangan ini,masyarakat merasa “ WAJIB “ hadir dan biasanya membawakan sesuatu untuk membantu tuan pesta. Jawaban atas Gebia Waja pemilu yakni undangan untuk hadir di tempat pemungutan suara,  masyarakat  wajib membawa dua hal penting yakni dokumen KTP-el atau Surat Keterangan ( Biodata Diri ) yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan pencatatan Sipil dan Koda kiri  (  aspirasinya, pilihannya) sebagaimana ditegaskan dalam PKPU Nomor 18 Tahun 2020  tentang Perubahaan Atas Perarutan Komisi Pemilihan Umum  Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali kota dan Wakil Wali Kota. Pasal 7 ayat (2) “Dalam memberikan suara di TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemilih menyerahkan formulir Model C.Pemberitahuan-KWK dan menunjukkan KTP-el atau Surat Keterangan kepada KPPS.”.  Tempat Pemungutan Suara (TPS) juga  dapat dimaknai sebagai wadah Gebia Waja, tempat pemilih menyampaikan pesan, meletakan koda kirinya. Koda yang dituturkan di atas wadah Gebia waja adalah simbol sebuah ikatan doa, harapan. Ada tututan moril, keterpanggilan bagi yang diamanatkan koda  ini.

Keberanan Koda Melalui Pencaharian

Para penutur sastra yang ditemui penulis selalu mengisahkan bahwa untuk menuturkan sebuah kisah asal usul atau hendak menyampaikan sapaan adat dalam sebuah peristiwa ritual adat, selalu melakukan sebuah ritual sebelum kegiatan berlangsung. Malam harinya sang penutur sastra melakukan ritual yang disebut “ Tura Neda Lone Kemie Padu “. Sebuah upaya meminta petunjuk dari leluhur melalui mimpi agar  kata kata yang akan disampaikan adalah  “ Mure wene”, kata yang benar sesuai dengan asalnya, sesuai dengan pokoknya. Tradisi Tura Neda  selalu dilakukan oleh para leluhur dalam menentukan sebuah tempat untuk membangun rumah. Apakah tempat tersebut aman. Di mana seharusnya letak pintu utama. Tura Neda juga selalu dilakukan oleh pelaku tradisi untuk mengurai kesalahan - kesalahan (dosa) yang dibuat oleh para leluhur dan dampaknya dirasakan oleh anak cucu. Tura Neda, sebuah upaya pencarian kebenaran akan esensi dari Koda Kiri pulo lema. Tura : Mimpi, Neda, sebuah alas, bantal yakni sarana yang disebut kemie padu. Kemie : Buah Kemiri. Padu : lilin dari  kemiri ( buah kemiri kecil yang biasa digunakan sebagai lilin/pelita). Tura Neda dapat dimaknai  melalui landasan yang benar,  sang pencari kebenaran dituntun oleh cahaya menuju kebenaran itu.

Tradisi “ Tura Neda” upaya mencari kebenaran koda, telah diwariskan oleh para leluhur sebagai sarana untuk memuliahkan kehidupan dan kemanusiaan. Leluhur mengajarkan bahwa sebuah peristiwa harus mampu dilihat, dibaca dan dimakanai secara mendalam.  Proses mencarinya pun harus menggunakan alas, sumber yang benar, sarana yang tepat. Pemilu dan Pemilihan tidak terlepas dan sepih dari  publikasi berita berita bohong atau hoax. Keutuhan  berita sering dipotong. Sebuah peristiwa yang terdokumentasi dalam foto sering diedit dengan narasi yang berbeda dan setitikpun tidak ada nilai kebenaran dari narasi tersebut. Hasil penelitian MAFINDO ( Masyarakat Anti Fitnah ) mengklasifikasi hoax dalam dua klasifikasi yakni umum dan akademis.  Klasfikasi umum sangat sederhana yakni masyarakat memahami berita tersebut  Benar atau Bohong/Hoax. Sedangkan klasifikasi akademis menyangkut  kekacauan informasi yang mencakup miss-informasi, dis-informasi dan mal-informasi. MAFINDO  juga dalam penelitian selama september 2019 menyimpulkan bahwa penyebaran informasi  hoax menggunakan kombinasi Narasi –foto, Narasi Video yang umumnya disebarkan melalui Facebook dan Whatsapp ( pesan berantai ) di mana isu politik lebih mendominasi.

 Regulasi Pemilu sebagai Dasar Kebenaran Informasi 

Para pemilih ketika berhadapan dengan berita bohong  dengan tingkat literasi  yang rendah dan keengganan untuk mencari sumber yang kompeten untuk mengklarifikasi sebuah berita, menyebakan pemilih mudah terjebak dalam lingkaran kebohongan serta menjadi korban.   Leluhur telah mewarsikan nilai tradisi mencari kebenaran. Sebagai pemilih yang berbudaya, masyarakat, pemilih  wajib bersikap kritis. Pemilih harus bertanya pada penyelenggaran pemilu, KPU dan jajarannya sampai di tingkat desa berkaitan dengan aspek aspek teknis kepemiluan, bukan mendasarkan diri pada padangan dari pihak lain yang bukan penyelenggara.  

 Nilai Tradisi Lone Kemie Padu harus menjadi inspirasi bagi pemilih yang berjiwa ata dike  (baca pemilih cerdas ).  Undang- udang nomor  7 Tahun 2017  Tentang Pemilihan Umum yang selanjutnya diterjemahkan lebih teknis dam spesifikasi dalam beberapa  Peraturan Komisi Pemilihan Umum adalah dasar rujukan bagi KPU dan jajarannya. Maka Pemilih yang cerdas ketika berhadapan dengan ketidakjelasan informasi harus bertanya pada KPU dan Jajarannya  bukan mendasarkan diri pada pandangan seseorang atau lembaga lain yang mungkin menggunakan  rujukan di luar regulasi ini, apalagi menggunakan intepretasi pribadi yang jauh dari kata kebenaran. Kepatuhan pada regulasi juga wajib hukumnya dilaksanakan oleh KPU dan jajarannya.

Para penyelenggara sampai pada tingkat desa, satu suara, satu pemahaman atas regulasi dan taat  pada regulasi. Berpijak pada regulasi adalah langkah tepat memastikan diri aman dari upaya kriminalisasi penyelenggara sekaligus menegaskan integritas diri sebagai penyelenggara. Para peyelenggara pemilu, peserta pemilu baik partai politik, masyarakat pemilih  hendaknya mendasarkan diri pada regulasi pemilu  dan spirit nilai-nilai budaya sebagai penggerak yang mempersatukan. Politik, sarana untuk menata kehidupan bersama  hendaknya dibingkai dalam Kebudayaan Politik yang bermartabat di mana pemilu menjadi sarana wewujudkan kehidupan bersama yang Unum ( satu ), Verum ( Benar )  Bonum ( baik )  dan Pulchrum ( indah ).

Oleh URAN Fabianus Boli

Anggota Komisioner KPU Kabupaten Flores Timur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun