Mohon tunggu...
Boly Uran
Boly Uran Mohon Tunggu... Human Resources - Seorang Petani yang suka melakukan kajian sosial budaya untuk membantu pembangunan Desa

hasil kajian sosial budaya telah dibukukan dalam buku perdana dengan Judul Di Balik Kesunyian Lewouran Duli Detu Saka Ruka Paji Wurin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keajaiban Wai Uhe Wato Lota

15 Juli 2020   08:44 Diperbarui: 15 Juli 2020   09:02 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TUTURAN TRADISI KAMI BERNAMA WAI UHE WATO LOTA
BUKAN BATU ROTI

Tulisan ini disajikan sebagai sebuah penjelasan atas tuturan tradisi di Lewouran, Ile Bura berkaitan dengan lokasi wisata yang saat ini menarik perhatian khalayak dan ramai dikunjungi. Beberapa video dan tulisan singkat tentang lokasi wasata ini sudah penulis sajikan di laman media sosial. Kini Penulis kembali menyajikan tulisan ini dengan tujuan agar sejarah dan identitas kawasan ini dapat dipahami secara utuh mulai dari nama yang benar hingga kepada nilai-nilai spiritual dan ekologis yang berkaitan dengan lokasi ini.  

Dengan penyebutan dan pemaknaan nama yang benar, diharapkan agar generasi muda dan semua yang berasal dari Lewouran serta  para pengunjung situs ini tidak lagi menyebut kawasan ini dengan nama yang tidak mencermikan identitas tempat ini, tetapi sebaliknya kembali menaruh rasa hormat terhadap nilai-nilai sakral tradisi Lewouran Duli Detu Saka Ruka Paji Wuri.

Lewouran di dalam tuturan tradisi setempat disebut dengan Lewouran Duli Detu Saka Ruka Paji Wuri. Ungkapan Duli Detu Saka Ruka Paji Wuri menegaskan tatanan kehidupan sosial budaya masyarakat Lewouran yang merangkai kisah-kisah peradaban mereka dalam tarian kesunyian, yang terus menerus menghayati nilai-nilai kehidupan dalam keheningan relasi kosmik. Ulasan tentang makna Lewouran ini dapat dibaca di dalam buku Penulis dengan Judul "Di Balik Kesunyian lewouran Duli Detu Saka Ruka Paji Wuri".

Warisan alam yang indah yang dinamai Wato Lota tidak dapat dihayati secara tersendiri, terlepas dari filosofi nama Lewouran Duli Detu Saka Ruka Paji Wuri. Bentangan Wato Lota pun tidak dapat dilepaspisahkan dari keberadaan Sumur Legenda Wai Uhe yang terletak langsung di kawasan yang sama. 

Sebelum mengujungi dan menikmati keindahan alam di Kawasan Wai Uhe Wato Lota, para wisatawan perlu disajikan informasi yang benar sesuai dengan tuturan tradisi asli Lewouran, bukan tuturan dari sumber-sumber lain yang tidak sempurna.

Wai Uhe

Dalam penuturan tradisi, sumur Wai Uhe ditemukan oleh seorang pemburu bernama Rowe Uran dengan anjingnya bernama Uhe. Untuk mengenang Rowe Uran yang menemukan mata air ini, maka sebuah batu besar di depan sumur diberi nama Rowe Wato. Wai Uhe adalah sumur perdana di Lewouran dan usianya diperkirakan sudah ribuan tahun. Butuh penelitan lebih mendetail dan panjang untuk memastikan usia sumur ini. 

Pada masa dulu, perkampungan masyarakat Lewouran terletak jauh dari laut. Mereka tinggal di kawasan-kawasan yang disebut, Rie-Rie dan Kebe. Perlahan sejarah memahat kesadaran akan sebuah peradaban sosial, mereka sepakat untuk membangun sebuah Kampung yang saat ini disebut Lewooki, artinya Kampung Lama. 

Dinamakan Lewooki karena pada pertengahan tahun 1970, oleh karena akutnya kekurangan akan air minum bersih, mereka meninggalkan tempat di wilayah bukit dan pegunungan itu untuk menempati lokasi baru di pesisir pantai Waiotan dan Tanjung Niwan, di hadapan Laut Sawu dan pulau Solor. Untuk melestarikan relasi antara masa kini dan masa lalu, tetapi lebih dari itu untuk melestarikan kesinambungan tradisi, di Lewooki ini telah diresmikan Lago Koke Bale Ure Wai pada tanggal 20 Oktober 2019.

Wai Uhe juga merupakan sebuah lokasi Nuba Nara untuk meminta air hujan. Menurut ibu Teresia Bura Muda, ada enam Nuba berada di sepanjang pesisir pantai Lewouran hingga timur ke Lewotobi dan ke barat ke Lewoawang. 

Keenam Nuba itu masing-masingnya berada di pantai Nara (Lewotobi),  pantai Waiotan,  Wai Uhe, Pantai Ele (Lewoawang), di Lewooki Lewouran serta di satu lokasi yang disebut Wato Manu (batu menyerupai ayam) di kawasan perbukitan Lewouran. Fungsi Nuba di Wai Uhe dan pantai Ele adalah untuk meminta air hujan.

Sebagai sebuah kawasan yang dipercayai memiliki kekuatan mistis, masyarakat Lewouran selalu berusaha untuk tidak berjalan sendirian ketika mencari ikan, atau menimbah air di kawasan ini. Masyarakat Lewouran meyakini bahwa sumur Wai Uhe bukan hanya merupakan sumber air bagi manusia saja tetapi juga bagi para arwah. Beberapa kisah yang dituturkan oleh para penutur tradisi setempat yang saat ini masih hidup, bahwa sudah banyak kisah mistis yang dialami oleh masyarakat Lewouran ketika berada di tempat ini. 

Pernah seorang bapak sendirian mencari ikan di dekat sumur. Tiba-tiba dia mendengar suara tawa seorang ibu di wilayah sumur. Suara itu kedengaran seperti suara seorang perempuan dari Kampung yang sudah sering dia dengar. Si bapak tadi mendengar seolah-olah perempuan tersebut sedang berbicara dengan banyak orang di wilayah sumur. 

Ketika si bapak tadi menoleh ke arah sumur, dia tidak melihat seorang manusia pun di sana. Dia memutuskan untuk segera meninggalkan tempat itu. Ketika beliau tiba di rumah dan menceritakan peristiwa itu kepada istrinya, langsung dia dikabarkan oleh sang istri bahwa perempuan tersebut baru saja meninggal dunia.

Wato Lota

Kawasan Pesisir pantai Lewouran mulai dari pantai Pede hingga ke pantai Ele, yang adalah Kene'e suku Muda Lewouran (secara geografis sudah masuk wilayah Desa Lewoawang ), setiap tempat memiliki nama dan makna tesendiri. Di bentangan kawasan Wai Uhe terhampar bebatuan yang tersusun rapih dan disebut dengan nama Wato Lota. 

Susunan alamiah batu-batu ini menampilkan bentuk yang bervariasi dan mudah dikaitkan atau diasosiasikan dengan benda-benda tertentu yang tentu saja syarat makna. Ada yang berbentuk seperti peti orang mati, ada yang seperti mahkota permaisur. Ada pula yang menyerupai ikan lumba lumba, kura-kura dan buaya. 

Bentuk lain yang kemudian menjadi ramai diperbincangkan atau viral adalah bentuk khas yang disebut Batu Roti. Jika menelusuri pesisir kawasan ini maka para pengujung dapat menyaksikan aneka bentuk susunan Wato Lota ini. Setiap susunan mengandung makna tersendiri. Satu lokasi, tidak jauh dari Wato Lota nimu, di dinding sebuah Wato Lota ada tulisan angka yang berbentuk sebuah pahatan.

Di antara bentangan kawasan Wato Lota ini, ada sebuah lokasi yang disebut Wato Lota nimu. Artinya Pusat Wato Lota.  Lokasi ini berada sekitar 50 meter ke arah timur dari sumur Wai Uhe. Dalam tuturan tradisi, tempat ini dipercaya sebagai Gereja Para Arwah. Penutur tradisi yang masih hidup, Bapak Herman Demo Uran, usia 89 tahun, menuturkan kisah mistis yang beliau alami bersama alhmarum Pater Van Stee di kawasan ini. Saat itu mereka menembak ikan. 

Oleh karena ombak besar, beliau meminta Pater Van Stee untuk tidak ikut menembak ikan. Ketika sudah berada di kejauhan untuk menangkap ikan, tiba-tiba Bapak Demo melihat Pater Van Stee berlutut dan memberikan salam hormat ke arah Wato Lota ini. Pulang dari wilayah ini Bapak Demo tidak ingin bertanya tentang apa yang dia saksikan tadi. Sampai hari ini dia tetap menyimpan misteri ini. 

Suatu saat, ketika Pater Lambertus Lamen Uran (alhmarum) mengunjungi keluarga mereka, barulah beliau menjelaskan bahwa Wato Lota nimu inilah yang selama ini dikenal sebagai tempat perkumpulan para arwah yang disebut Neme re'e. 

Ternyata Neme re'e adalah sebuah Gereja besar untuk para arwah. Beliau pun berpesan agar kawasan ini harus terus dijaga kesakralannya, sebagaimana yang dilakukan oleh para leluhur. Penturan tradisi lain lagi mengisahkan bahwa ketika ada warga Lewouran meninggal dunia, akan terdengar bunyi musik, seperti digelar sebuah pesta di lokasi ini. Hal ini dimaknai bahwa arwah orang yang meninggal dunia dijemput di sini secara meriah.

Kisah mistis lainnya dialami oleh beberapa orang yang datang memancing di malam hari. Saat memancig tiba-tiba mereka dihantam oleh desiran ombak dari arah darat. Jika salah memilih lokasi untuk duduk memancing, maka bahaya besar akan mengancam.

Wato Tena

Di hamparan wilayah Wato Lota ini, ada sebuah batu seperti perahu yang disebut Wato Tena. Batu ini dipercayai sebagai Perahu Suku Kwure yang berubah wujud menjadi batu setelah mereka berlabuh. 

Perubahan wujud perahu menjadi batu menegaskan bahwa di kawasan inilah (Lewouran) suku Kwure akan memulai peradaban kehidupan baru dengan suku-suku yang sudah ada (suku Muda dan suku Uran. Selanjutnya Suku Kwure, menyusul Kewuta dan Kedang). Ulasan lengkap tentang sejarah Suku Kwure dapat di baca di dalam buku tentang Lewouran.

Garis Mistis Wai Uhe, Wato Lota dan Kawasan Nuha Telo

Di hadapan kawasan Wato Lota ini terdapat gugusan Nuha yang disebut Nuha Telo, yakni Nuha Witi, Nuha Kowa dan Nuha Bele. Ketiga Nuha ini dalam tuturan tradisi diyakini  juga sebagai lokasi para arwah. Bagi masyarakat Lewotobi, arwah orang yang meninggal dunia bergerak menuju Nuha Witi melalui jalur pantai Pede. 

Bagi orang Lewouran, arwah orang yang meninggal dunia bergerak menuju Wai Uhe untuk membersihkan diri, disambut di Wato Lota lalu bergerak menuju Nuha Kowa. Menurut Ibu Theresia Bura Muda, Nuha Kowa dipercayai sebagai ujung sebuah perjalanan. Para arwah dari Nuha Bele dan Nuha Witi berkumpul untuk pembagian lokasi kebun, sekaligus lokasi tempat tempat tinggal yang baru.

Wato Lota, Bolehkah diganti namanya?

Bagi para penutur tradisi di Lewouran, Nama Wato Lota TIDAK dapat diganti dengan sebutan lain. Ketika para penutur tradisi menegaskan tentang hal ini maka generasi muda Lewouran, semua yang berasal dari Lewouran dan siapa saja yang berkunjung ke tempat sakral ini tidak memiliki pilihan lain selain dengan tegas, jelas dan penuh hormat menggunakan nama asli di atas. 

Dengan menggunakan nama asli Wato Lota, maka seorang sekaligus menegaskan identitas mistis dengan segala keterkaitan sejarah dari sebuah Kampung yang bernama Lewouran Duli Detu Saka Ruka Paju Wuri. 

Sebagaimana Nama Wai Uhe tidak bisa diganti dengan sebutan lain, demikian juga Wato Lota tidak dapat diganti dengan nama apapun. Sebuah adaptasi nama situs-situs bersejarah dan bernilai mistis dengan sebutan-sebutan modern dengan tujuan agar mudah disebut atau mudah dikenal orang asing, tidak mencerminkan rasa hormat terhadap keotentikan sebuah sejarah dan keluhuran sebuah tradisi.

Saat berjumpa dengan beberapa pengunjung di kawasan Wato Lota, khususnya di lokasi Wato Nimu, dijumpai pula beberapa wisatawan yang kebetulan sedang berkunjung ke tempat ini. 

Di sini mereka dijelaskan oleh penutur tradisi dari Lewouran tentang makna serta kesakralan tempat ini. Mereka merasa kagum dan bersyukur bahwa mereka mendapat pencerahan yang memperkaya wawasan mereka dan membangkitkan rasa hormat yang lebih besar terhadap situs-situs bersejarah dan sakral itu.

Pengembangan Kawasan Wai Uhe Wato Lota

Pengembangan kawasan ini sebagai destinasi Wisata harus dikemas dalam bingkai sosial budaya. Artinya filosofi masyarakat adat Lewouran Duli Detu Saka Ruka Paji Wuri harus menjadi fondasi nilai untuk pengembangan kawasan ini.  

Pada tanggal 1 Juni 2017, masyarakat Lewouran dan Lewotobi dalam semangat membangun Desa berbasis Budaya Ekologis telah memeteraikan poin-poin yang merupakan komitmen bersama. 

Beberapa di antaranya sudah diwujudkan, misalnya Konservasi Terumbu Karang, Penyu, dan menarasikan serta mendokumentasikan warisan leluhur dalam bentuk buku. Selain itu juga dilakukan upaya penataan kawasan sumur-sumur tua dan mendesign pengembangan Wisata Bahari Nuha Telo.

Arah design pengembangan wisata di kawasan ini sudah diletakan dalam konteks komitmen Lewo pada tanggal 1 Juni 2017 serta komitmen masyarakat Lewouran sendiri pada tanggal 20 Oktober 2018 bertempatan dengan kegiatan bedah buku "di Balik kesunyian Lewouran Duli Detu Saka Ruka Paju Wuri". 

Untuk diketahui publik, pada kegiatan ini dimeteraikan pula komitmen Lewo yakni membangun rumah Koke Bale Ure Wai di Kampung Lama (Lewooki) serta penataan kawasan Wai Uhe. Untuk pembangunan rumah Koke Bale Ure Wai telah diresmikan pada tanggal 20 oktober 2019, genap setahun setelah komitmen dimeteraikan di balai Dusun Lewouran.

Bagi pemerintah Desa Lewotobi (dulu namanya Desa Birawan), sesuai dengan pengamatan penulis dan keterlibatan bersama selama ini, sudah benar bahwa membangun sebuah rencana dan sebuah design harus melalui sebuah proses diskusi dan dialog dengan masyarakat. Inilah pola yang tepat dalam membangun desa. Sebuah keputusan adalah hasil dari dialog dan proses transformasi kesadaran masyarakat, bukan mengikuti dan menerapkan perintah dari atas secara harafiah.

Ketika kawasan ini mulai ramai, banyak yang menyampaikan gagasan. Sebaik apapun gagasan, tanpa keterlibatan Lewo (masyarakat Lewouran), kawasan wisata ini dalam pengembangan selanjutnya bisa kehilang roh, nilai-nilai spiritualitas dan keotentikannya. Di dalam menggarap tulisan ini, Penulis sendri sudah sedang terlibat langsung dalam menata partisiapasi masyarakat setempat.

Bagi penulis, adalah sebuah tanggung jawab moral sebagai generasi keturuan Lewouran untuk membantu mengembangkan kawasan, walaupun untuk langkah awal ini hanya melalui tulisan. Tetapi langkah ini penting untuk menempatkan pendasaran yang benar untuk bisa membangun masa depan yang benar dan teratur. 

Jika tidak ada narasi yang benar tentang tuturan tradisi, maka bisa terjadi bahwa suatu waktu generasi sesudah ini akan kehilangan identitas dan nuansa tradisi. Karena membangun dan mengembangkan sesuatu di atas pijakan sejarah budaya dan peradaban adalah seni menterjemahkan tuturan nilai-nilai tradisi yang sudah diwariskan dari nenek moyang sekian ribuan tahun lamanya, syarat pesan moral dan kehidupan yang dititip dari generasi ke generasi

Pemandangan kawasan ini dapat diakses di link ini kumpulan foto di bawah ini:



photos.google.com (1)
photos.google.com (2)

Salam

Uran Faby

Penulis Buku Di Balik Kesunyian Lewouran Duli Detu Saka Ruka Paji Wuri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun