Tepat pada tanggal 15 Januari 1968, di Lereng Gunung Api Lewotobi, di Kampung Lewotobi sebagai pusat Kakang Lewotobi, Alhmarum Pater Lambertus Lamen Uran SVD mendirikan sebuah sekolah menengah pertama, dimateraikan dalam sebuah tuturan dengan nama Ile Bura. Di tahun 2020, SMPK Ile Bura menapaki usianya ke 52. Merefleksikan Penyertaan Tuhan atas Lembaga Pendidikan ini, penulis mencoba mengenang HUT kali ini dalam sebuah refleksi Gerakan Literasi.
Literatur akarnya dari bahasa Latin , yakni kata "littera", arti awalnya adalah huruf atau tulisan tangan, digunakan untuk merujuk ke semua yang tertulis. Tetapi konsep ini telah berubah dari waktu ke waktu. Tidak hanya bentuk tulisan, tetapi juga bentuk2 ucapan (oral) atau lisan, juga bentuk seni verbal (ucapan) yang tidak tertulis.
Kemajuan teknologi cetak kemudian memungkinkan berkembangnya literasi tulisan dan lisan yang berpuncak pada literatur elektronik. Isitlah Literasi dalam bahasa Latin, Literatus  artinya orang yang belajar. Mengutip National Institut for Literacy dalam Wikipedia, Literasi literasi adalah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat.
Pentingnya gerakan Literasi ini telah mendorong pemerintah untuk menurunkan Regulasi yakni Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 21 Tahun 2015 dan telah diganti dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Pada Salinan Lampiran Poin F Romawi VI tentang Mengembangkan Potensi Diri Peserta Didik Secara Utuh, dijelaskan kegiatan yang dlakukan adalah sekolah mengaolakasikan waktu 15 Menit sebelum pembelajaran diisi dengan kegiatan membaca buku selain buku pelajaran.
Sebuah pertanyaan, Cukupkah 15 Menit ini ?
Reformasi sisitim Pendidikan menjadi sebuah keharusan dan Presiden Jokowi telah menginstruksikan Mentri Pendidikan Nadiem Makarim untuk melakukan Perubahan Kurikulum ( Kompas, 25 November 2019 ). Bagi Nadiem Makarim, Merdeka Belajar dan Kehadiran Guru Penggerak merupakan dua poin penting yang didorong dalam pengembangan sisitim belajar di Indonesia. (Kompas, 25 November 2019 dengan Judul " Upacara Hari Guru Nasional, Nadiem Bicara soal Merdeka Belajar dan Guru Penggerak ).
Merdeka Belajar.
Dikutip dari Kompas, Merdeka Belajar menurut Nadiem adalah "memberikan kesempatan bagi sekolah, guru dan muridnya bebas untuk berinovasi, bebas untuk belajar dengan mandiri dan kreatif." Belajar adalah sebuah proses yang membebaskan keterkungkungan jiwa dalam sebuah ketidaktahuan menujuh sebuah gairah, semangat untuk terus mengekspresikan diri, cita dan harapan.
Merdeka adalah kebebasan untuk memilih, kebebasan untuk mencintai.
Non Scholae Sed Vita Discimus, kita belajar bukan untuk sekolah tapi untuk hidup adalah cara orang orang yang menyadari hakekat kemerdekaan dalam proses belajar.