Pria bertubuh atletis itu tampak semangat. Ia sibuk merapikan buku cerita di becak motor miliknya. Buku-buku itu baru saja dibaca para siswa SD Negeri 007 Natuna, Kepulauan Riau.Â
Sesekali ia melap butiran keringat yang mengucur dari tubuh. Menempelkan punggung tangannya ke dahi. Saat itu, cuaca di pulau tapal batas Indonesia itu memang cukup panas.
"Buku ini dari mana, pak?" tanyaku menghampirinya.
Pria itu bernama Brigadir Polisi Mudiyanto. Ia anggota korps Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) Polsek Bunguran Timur.
Setiap harinya, Mudiyanto membawa ratusan buku bacaan. Buku-buku itu diperoleh dari para donatur. Mulai dari sumbangan para pegiat literasi, komunitas pecinta buku, serta sebagian juga dibelinya dari uang pribadi demi memenuhi kebutuhan anak-anak Natuna yang membutuhkan.
Baginya, anak-anak di Natuna harus gemar membaca dan memiliki wawasan yang kuat akan kecintaan terhadap Indonesia. Meskipun anak-anak ini berada di perbatasan dan di ujung utara Indonesia, tapi mereka harus tetap mampu bersaing dengan anak-anak di daerah lain karena mereka juga adalah generasi emas bangsa ini.
Perasaanku langsung terketuk akan terobosan seorang abdi negara Mudiyanto ini. Aku merasa malu karena belum bisa berkontribusi untuk Indonesia.Â
"Dia aja polisi tapi bisa berkontribusi untuk negara di luar satuan tugasnya. Aku juga pasti bisa. Setidaknya menyuarakan peristiwa di Natuna untuk dunia melalui profesiku sebagai seorang jurnalis dan mengajar anak-anak Natuna," ucapku dalam hati.
Ada pepatah mengatakan, 'Pucuk di Cinta, Ulam pun Tiba'. Baru saja berucap dalam hati, Allah menjawabnya secara langsung.
*****