Mohon tunggu...
Fiksiana

Selamat Tahun Baru 2025

22 September 2017   21:57 Diperbarui: 22 September 2017   22:22 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tepat pukul 05.45 kereta api kami sudah memasuki jalurnya. Petugas memberi tahu agar para penumpang jurusan Surabaya, Pasar Turi -- Jakarta, Gambir segera memasuki kereta. Dengan tertib para penumpang memasuki gerbong kereta. Beberapa petugas tampak membantu para penumpang yang repot dengan barang bawaannya. Petugas yang lain membantu penumpang difabel memasuki gerbong melalui pintu khusus bagi penyadang cacat tubuh. Sebelum memasuki gerbong aku sempat menghitung seluruh rangkaian kereta: 9 gerbong penumpang,, 2 gerbong restoran, 1 gerbong pembangkit kistrik, dan 1 gerbong mushola.

Begitu masuk ke gerbong, kami disambut dengan kenyamanan AC central dan interior didesain yang menggunakan alumunium extruction pada atap dan bagian atas gerbong. Ada juga gordin dan sun shading pelindung dari silau sinar matahari dengan warna yang serasi dengan warna dinding dan kursi kereta. Di tiap gerbong dilengkapi enam televisi dengan siaran yang berasal dari TV kabel berlangganan. Layaknya pesawat, bagian atas kursi juga dilengkapi laci penyimpanan tas, lampu baca dan colokan di tiap kursi yang diset 2-2 itu. Ada juga CCTV di masing-masing gerbongnya. Pada saat melewati toilet yang terbuka sedikit, aku sempat melihat toilet jongkok dan wastafel berwarna hijau muda dan tampak bersih.

            Kami berenam duduk di deretan yang berurutan dan semuanya menghadap ke depan. Aku dan ibunya anak-anak paling depan,  Naura dam Afrizal di tengah, serta Hanifa dan Alang paling belakang. Kursinya sangat empuk dan bisa dirotasi serta diatur kemiringannya. Biar pun joknya dari kulit imitasi tapi tampak berkelas dan terasa nyaman saat menyentuh kulit tubuh.

Tepat pukul 06.00 PPKA memberikan aba-aba Reglemen 3 sebagai semboyan 40 yaitu dengan cara mengangkat tongkat besi berukuran pendek dengan ujung terdapat plat lingkaran berwarna hijau. Kepala Kondektur membalas isyarat itu dengan meniup peluit panjang. Setelah itu terdengar  suara klakson lokomotif yang terdengar nyaring dan panjang yang dibunyikan oleh masinis kereta. Kami pun meninggalkan Stasiun Turi Surabaya menuju Jakarta.

Belum juga lima menit kereta api berangkat dari arah restoran keluar secara beriringan petugas yang berseragam mirip pramugari pesawat sambil mendorong meja saji. Hebat, ada wellcome drink, batinku. Memang benar, pramugari yang cantik-cantik itu menawarkan minuman apa yang ingin kami inginkan untuk membuka hari ini. Aku memilih kopi dan cemilan berupa kacang mete. Istriku dan anak-anakku memilih teh dan kue kering. Kami meletakkan cangkir kopi dan piring plastik kecil  itu dengan cara membuka tatakan yang terletak di bagian belakang kursi di depan kami. Tatakan itu cukup kuat, bahkan untuk meletakkan laptop di atasnya.

Belum juga kopi dan cemilan habis, petugas lain membagikan bantal dan selimut.  Aku tidak hendak tidur dan kursi sudah cukup empuk dan nyaman untuk aku duduki dan meletakkan punggungku. Tapi AC central di kereta ini lebih ingin dari AC di rumah kami dan siapa tahu aku nanti ngantuk di perjalanan. Akhirnya selimut yang tebal dan lembut dan bantal empuk bermotof batik itu aku terima dengan senang hati.

Aku masih terjaga saat kereta api memasuki melewati Lamongan, Babat, Bojonegoro, Cepu, Randublatung, dan Ngrombo. Kuisi waktu dengan membaca novel lawas Alexander Dumas, The Count Of Monte Cristo. Perubahan sistem bantalan rel yang mengadopsi Belanda membuat laju kereta terasa nyaman dan mulus hampir tanpa hentakan apalagi lonjakan. 

Mulus lus. Belum lagi AC yang senyaman udara di pegunungan. Aku tak menghiraukan televisi yang sedang  menayangkan film Hollywood terbaru dari HBO. Tahu-tahu aku sudah tertidur . Aku tak tahu ketika kereta melewati Semarang, Weleri, Pekalongan, Tegal, Cirebon, dan Bekasi. Ketika bangun, tahu-tahu aku sudah sampai di Stasiun Gambir, Jakarta.  Dari jendela kereta aku melihat balon udara milik sebuah bank negera bergoyang ditiup angin di Lapangan Monas. Pada ekor balon tersebut terdapat tulisan sangat besar: Selamat Tahun Baru 2025.

Kajen, 24 September 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun