Mohon tunggu...
Boby Bahar
Boby Bahar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Independent Traveler

24 countries and counting more. Dreaming to publish my traveling book. Terimakasih sudah mampir. boby.bahar@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Maksud Hati Ingin ke Tibet, Akhirnya Berbelok ke Tagong

31 Oktober 2018   21:59 Diperbarui: 1 November 2018   12:18 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di sebuah sudut kota Tagong/Dokumentasi pribadi

Baru satu malam di Chengdu saya udah bosan. Pengalaman di hari pertama menyambangi Chengdu Panda Research Base bikin saya trauma karena benar-benar padat pengunjung. Lalu muncul ide kenapa tidak coba bertualang ke Tibet, mumpung udah sampai di Chengdu. 

Di meja resepsionis hotel tempat saya nginep ada flyer paket tur ke Tibet, saya langsung samperin dan nanya-nanya. Saya dikasih tahu untuk ke Tibet selain visa China harus ada Tibet Travel Permit. Disyaratkan harus membeli paket tur plus guide langsung di travel agent. 

Jika ingin bersolo-traveling sepertinya agak susah, bahkan mustahil izinnya disetujui. Terus izin tidak bisa jadi sehari-dua hari, normal selesai sekitar 9 hari. Ada juga pilihan untuk apply permit urgent yang bisa selesai 4-5 hari asal mau membayar lebih mahal! Whaaa.... Seminggu lagi saya udah balik ke Indonesi! 

Saya kemudian disarankan untuk ke Tagong, beberapa brosur tentang padang rumput Tagong  dengan puncak pegunungan yang tertutup salju diperlihatkan ke saya, keren banget! Berita baiknya saya bisa jalan sendiri ke sana, tidak perlu ikut tur! 

By the way, wilayah Tibet yang mensyaratkan permit disingkat TAR, Tibetan Autonomous Region (U-Tsang), inilah negeri Tibet yang biasa kita dengar, negeri berstatus otonom dan mendapat "perlakuan" khusus dari China. 

Sementara di bagian barat provinsi Sichuan sebelum memasuki TAR masih ada wilayah perfektur Tibet yang wilayahnya cukup luas. Ada wilayah Ganzi/Garnze Tibetan Autonomous Prefecture (biasa disebut wilayah Kham Tibet), juga terdapat Aba/Ngawa Tibetan and Qiang Autonomous Prefecture (dikenal dengan wilayah Amdo Tibet). Wilayah Kham Tibet cukup luas mulai dari barat provinsi Sichuan hingga ke provinsi Yunnan dan Qinghai, sebagian lagi di wilayah TAR.

Tagong Temple/Dokumentasi pribadi
Tagong Temple/Dokumentasi pribadi
Di prefektur Ganzi didominasi 78% etnis Kham Tibet, sementara di perfektur Aba/Ngawa terdapat sekitar 56% Amdo Tibet. Landscape di wilayah ini juga tidak beda jauh dengan TAR, karena termasuk dalam dataran tinggi Tibet dengan pegunungan bersalju atau dataran tinggi dengan padang rumput hijau.

Walaupun ke perfektur ini tidak perlu izin khusus, namun masih ada beberapa tempat yang ternyata turis asing tidak boleh masuk, satu diantaranya adalah Larung Gar di Seda County, padahal saya kepingin banget bisa ke sana. 

Tempat tersebut adalah Institut Budha Tibet terbesar di dunia, ada 40.000 biksu dan biksuni yang mendiami akademi. Infonya perizinan turis asing ke sini sempat buka-tutup, menyesuaikan dengan gejolak politik yang terjadi.

Peziarah di Kuil Tagong dengan deretan Praying Wheels/Dokumentasi pribadi
Peziarah di Kuil Tagong dengan deretan Praying Wheels/Dokumentasi pribadi
Oke saya putuskan untuk ke Tagong! Keesokan hari jam 9 pagi setelah sarapan saya sudah check out, langsung jalan kaki ke terminal bus Xinanmen, hanya 5 menit dari hotel. Tidak ada bus yang langsung ke Tagong, kota terdekat kesana yaitu Kangding (Dartsedo dalam bahasa Tibet), ini adalah ibukota Ganzi/Garnze Tibetan Autonomous Prefecture.

Bus di terminal Xinanmen rata-rata melayani trayek ke kota-kota di bagian Selatan dan Barat provinsi Sichuan. Bus lumayan bagus dilengkapi dengan AC dan TV. Kondisi jalan dari Chengdu ke Kangding yang berjarak 210 km lumayan mulus. 

Selepas dari kota Ya'an, pemandangan dataran tinggi mulai terlihat, jalan meliuk di pinggang pegunungan dengan lembah serta aliran sungai di bawahnya. Terdapat juga terowongan di dalam perut bukit yang berfungsi sebagai jalan pintas. Kota Kangding memang berada di jalan nasional Chengdu-Lhasa yang keseluruhan berjarak 2.080 kilometer.

Sampai di Kangding sekitar jam 6:30 sore dengan cuaca gerimis tipis. Kota Kangding berada di ketinggian 2.560m merupakan tempat bertemunya sungai Zheduo dan Yala. Kangding merupakan gerbang untuk memulai perjalanan petualangan khas dataran tinggi Tibet dengan banyak pilihan destinasi eksotis. 

Keluar dari terminal bus Kangding saya mulai sedikit panik, menanyai orang-orang tiak ada yang bisa bahasa Inggris. Saya cuma ingin menanyakan bagaimana caranya ke hotel yang terletak dekat pusat kota. 

Pemuda China dan ibunya yang sewaktu di bus duduk di sebelah saya mencoba membantu dengan bahasa Inggrisnya yang sulit saya pahami. Lalu dia menggunakan bantuan aplikasi penerjemah di ponsel agar kami bisa berkomunikasi. Dan cara ini sering saya gunakan kalau kepepet menanyakan sesuatu ke seseorang. 

Setelah turun dari taksi ternyata harus jalan kaki lagi 15 menit menuju hotel di atas perbukitan. Sebelum gelap saya sudah sampai di hotel. Badan menggigil karena hanya memakai hoodie, sementara orang-orang disana pada pakai jaket tebal. Dari hotel terlihat pusat kota kecil Kangding dikelilingi puncak gunung dan bukit-bukit dengan sungai yang membelah kota. 

Suhu semakin dingin dan beku, saya mulai khawatir karena tidak bawa persiapan pakaian untuk musim dingin! Padahal waktu itu minggu terakhir bulan April, ekspektasinya musim dingin sudah berganti musim semi dengan cuaca yang lumayan hangat. 

Tidak mau mati membeku, setelah meletakkan tas di kamar hotel, saya turun kembali ke pusat kota. Ketemu mal kecil yang hampir mau tutup, kebetulan mereka lagi sale jaket winter berbagai model, tak lupa saya juga borong kaos kaki tebel. 

Malam pertama di Kangding saya lalui di balik selimut dan jaket tebal, sebelum tidur sempat lirik ke layar ponsel suhu udah 5 derajat, brrrrhh! 

Malam hari di sudut kota Kangding/Dokumentasi pribadi
Malam hari di sudut kota Kangding/Dokumentasi pribadi
Karena udah tidak sabaran inginn buru-buru sampai di Tagong, saya cuma menginap satu malam di Kangding. Pagi-pagi saya udah bangun. Tidak kuat mandi karena air keran sedingin es, cuci muka aja! 

Pas pesan sarapan saya tanya ke staf hotel di mana lokasi bus tujuan ke Tagong. Dia nunjukin di map lokasi si minivan mangkal, ternyata cuma beberapa ratus meter dari mal tempat saya beli jaket tadi malam.

Dia sempat menelepon ke salah seorang sopir mengecek apakah hari itu ada mobil yang berangkat soalnya beberapa hari belakangan minivan gagal berangkat karena jalan masih ditutupi salju tebal. 

Saya jadi harap-harap cemas. Saya disuruh datang saja dahulu ke tempat minivan mangkal, perkara bisa berangkat atau tidak itu urusan belakangan, huufftt...okeee!

Lewat di pasar Kangding saya ketemu pedagang Yarsagumba (Yatsa Gunbu). Ini adalah rajanya obat, lebih mahal dari emas, gosipnya di pasaran Internasional bisa dihargai sekitar 50,000-100,000 Dolar perkilo/Dokumentasi pribadi
Lewat di pasar Kangding saya ketemu pedagang Yarsagumba (Yatsa Gunbu). Ini adalah rajanya obat, lebih mahal dari emas, gosipnya di pasaran Internasional bisa dihargai sekitar 50,000-100,000 Dolar perkilo/Dokumentasi pribadi
Sebelum sampai di lokasi minivan, saya sempat melewati kerumunan kecil di pasar Kangding, ternyata mereka menjual Yarsagumba. Yarsagumba sejenis makhluk hidup yang unik, semacam tumbuhan jamur tapi dikategorikan juga sebagai hewan larva, hanya bisa didapatkan di dataran tinggi Himalaya, harganya fantastis! Tidak jauh dari sana, saya mencoba menanyakan ke orang-orang yang berdiri di trotoar sambil ngomong 'Tagong' 'Tagong', biar mereka tahu saya ingin ke Tagong.

Pas banget saya teriak di depan koko-koko yang sedang mencari penumpang, kebetulan dia salah satu sopir yang mobilnya akan berangkat. Dia bicara pakai bahasa lokal sana yang saya tidak mengerti, dia pikir mungkin saya orang Chinese, maklum muka saya agak-agak oriental busuk haha.

Biar pasti dan tidak salah jurusan saya perlihatkan ke dia foto-foto Tagong di layar ponsel, dia bilang OK lalu membukakan pintu mobil, dia masih terus nyerocos saya cuma mesem-mesem belagak mengerti. Agak lama juga nunggu penumpang lainya hingga mobil sejenis SUV made in China itu penuh dan kita berangkat.

Baru satu jam perjalanan mobil sudah memasuki daerah pegunungan. Mobil menanjak pelan di dataran tinggi pegunungan dengan salju yang semakin tebal menutupi jalan. Butiran-butiran es melayang turun dari langit terbawa angin gunung. Saya senang kegirangan melihat pemandangan keren begitu, tapi juga khawatir.

Senang karena baru pertama kali ini menyusuri jalanan penuh salju. Khawatir kalau mobil kenapa-kenapa maklum jalanan basah dan licin, takut juga kalau kami tiba-tiba harus balik ke Kangding karena jalan ditutup. 

Sempat melewati sebuah mobil yang tergelincir dan menunggu dievakuasi. Saya bilang ke sopir untuk hati-hati. Banyak terlihat mobil-mobil yang melilitkan rantai besi ke ban, mungkin biar gampang merambah onggokan salju.

Situasi perjalanan dari Kangding ke Tagong/dokpri
Situasi perjalanan dari Kangding ke Tagong/dokpri
Dan beberapa jam lamanya kami menaklukan jalanan pegunungan yang sekeliling hanya hamparan warna putih, berkali-kali mobil berhenti untuk memberi jalan ke mobil yang datang dari arah berlawanan, lalu sempat beberapa kali mobil mati dan susah distarter. Setelah mobil kami berjibaku 4 jam lebih, akhirnya sampai juga di Tagong!

Si sopir sempat terlewat beberapa kilometer, dia lupa kalo ada penumpang "asing" yang minta turun di Tagong, karena penumpang lainnya tujuan Bamey, kota berikutnya setelah Tagong. Mobil lalu putar balik dan saya diturunkan di Tagong Square. Suasana saat itu masih sepi dan hujan salju masih turun.

Saya lihat sekeliling mencari-cari penginapan, turis biasanya menginap di hotel persis di depan Tagong Square. Hotel pertama yang saya datangi masih tutup dan tidak ada penjaga yang membukakan pintu, mungkin hotelnya hanya buka musim panas aja? Entahlah.

Lalu saya disapa oleh perempuan yang sedang beres-beres baru buka toko, dan ternyata di atas toko tersebut tersedia penginapan, saya disuruh naik ke lantai dua, lumayan dapat kamar strategis karena jendela langsung menghadap ke Tagong Square dan Tagong Temple.

Monasteri di atas bukit yang masih tertutup salju/Dokumentasi pribadi
Monasteri di atas bukit yang masih tertutup salju/Dokumentasi pribadi
Di sebuah sudut kota Tagong/Dokumentasi pribadi
Di sebuah sudut kota Tagong/Dokumentasi pribadi
Gerbang Tagong Temple/Dokumentasi pribadi
Gerbang Tagong Temple/Dokumentasi pribadi
Gerombolan Yaks sedang mencari makan/Dokumentasi pribadi
Gerombolan Yaks sedang mencari makan/Dokumentasi pribadi
Karena berada di ketinggian 3700m, Suhu di Tagong ternyata udah minus!/Dokumentasi pribadi
Karena berada di ketinggian 3700m, Suhu di Tagong ternyata udah minus!/Dokumentasi pribadi
Ekspektasi saya ketika hendak ke Tagong adalah untuk melihat padang rumput hijau seperti di brosur travel. Namun apa daya, realita berkata lain, alam belum mengizinkan. 

Saat itu seharusnya sudah masuk musim semi dan salju sudah mencair berganti dengan tanah rumput subur menghijau. Pemilik penginapan mengatakan tahun ini musim salju lebih panjang, karena itu waktu yang tepat untuk datang adalah musim panas.

Saya sempat cek prakiraan cuaca bahwa matahari baru bersinar terang lusa, pas di hari saya meninggalkan Tagong menuju destinasi berikutnya yaitu Bamey, Danba dan Siguniangsan. Benar saja, pas menaiki minivan meninggalkan Tagong Square saya lihat bukit-bukit sekitar sudah tidak tertutup salju lagi. Seandainya saya bisa tinggal lebih lama.

Tagong Monasteri, Ekspektasi vs Realita/Foto kiri: Getty Images dan foto kanan: dokumentasi pribadi
Tagong Monasteri, Ekspektasi vs Realita/Foto kiri: Getty Images dan foto kanan: dokumentasi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun